Spesial Chapter

260 29 4
                                    

Sejak kepergian Zayyan, dunia Leo dan Sing tak lagi sama. Kehampaan itu begitu nyata, menyelimuti setiap langkah, setiap tarikan napas, setiap jam yang terasa seolah berlarut tanpa akhir. Kepergian Zayyan menyisakan lubang yang dalam, yang tidak bisa diisi oleh siapa pun atau apa pun.

Leo berubah total setelah kejadian itu. Dia yang dulu dikenal sebagai sosok ceria, selalu siap dengan lelucon yang bisa mencairkan suasana, kini lebih sering terdiam. Tatapannya yang dulu penuh semangat kini terlihat hampa, seperti terputus dari dunia sekitarnya. Dalam kelompok kecil mereka, Leo adalah orang yang paling jarang memperlihatkan perasaan terdalamnya, tapi kematian Zayyan menghantamnya seperti gelombang besar yang tak terduga. Bagi Leo, Zayyan adalah segalanya yang ia cari, seseorang yang diam-diam mengisi tempat khusus di hatinya.

Namun, takdir seakan kejam-bahkan sebelum Leo sempat menyadari sepenuhnya perasaan dia terhadap Zayyan, Tuhan telah lebih dahulu mengambilnya. Hati Leo terbebani oleh rasa bersalah yang dalam, karena ia tak pernah sempat mengungkapkan betapa berharganya Zayyan dalam hidupnya. Kini, Zayyan hanya tinggal kenangan, potret senyuman yang tak lagi nyata.

Hari-hari Leo kini diisi oleh sunyi yang menekan. Dia lebih sering menyendiri, menenggelamkan diri dalam pekerjaannya atau hobinya yang dulu terasa menyenangkan, tapi kini hanya sebagai pelarian dari rasa sakit yang tak terkatakan. Teman-teman mulai memperhatikan perubahan sikapnya-Leo jadi lebih dingin, lebih jauh, seolah-olah dinding tak kasat mata memisahkan dirinya dari orang lain. Dia tak lagi bercerita tentang apa pun, tidak ada keluhan, tidak ada tawa, hanya keheningan yang menggantung di antara mereka.

Di dalam hati Leo, hanya ada satu suara yang terus-menerus berbisik: Jika saja dia lebih cepat menyadari penyakit Zayyan. Apakah semuanya akan berbeda?

Sementara itu, Sing merasakan beban yang sama, tapi dengan cara yang berbeda. Kehampaan itu terasa begitu menusuk, walau Sing baru mengenal Zayyan dalam waktu yang tak terlalu lama, perasaannya terhadap Zayyan tumbuh begitu dalam. Ada sesuatu dalam diri Zayyan yang membuat Sing tak kuasa menahan pesonanya-ketulusan, keceriaan, dan kekuatan yang membuat Sing merasa damai.

Namun, perasaan itu tak pernah sempat diutarakan. Sing tahu, Zayyan selalu menganggapnya sebagai sahabat. Dan ketika dia mulai merasakan lebih dari itu, takdir merenggut kesempatan untuk menyatakan segalanya. Sing merasa dikhianati oleh waktu-dia baru saja menemukan seseorang yang bisa mengisi kekosongan dalam hatinya, tapi Tuhan lebih dahulu mengambilnya.

Perasaan kehilangan itu begitu kuat, hingga Sing merasa sesak setiap kali mencoba menjalani harinya. Dia tak sanggup lagi bertahan di sini, di tempat yang penuh dengan kenangan Zayyan. Jadi, dengan keputusan yang berat, Sing memilih untuk kembali ke tanah kelahirannya-Hong Kong. Dia berharap jarak yang jauh dan waktu yang berlalu bisa sedikit meredakan luka hatinya, tapi di dalam dirinya, Sing tahu itu hanya pelarian. Bagaimana mungkin dia bisa melupakan seseorang seperti Zayyan? Bagaimana mungkin dia bisa menghapus perasaan yang selama ini hanya tersimpan dalam diam?

Hari keberangkatan Sing terasa seperti akhir dari segalanya. Sebelum pergi dia sempat menatap lama balkon kamar rumah sebelahnya, tempat yang menjadi saksi kehadiran Zayyan dalam hidupnya. Air mata jatuh tanpa bisa dicegah. Dalam hatinya, ia berbisik lirih, "Selamat tinggal, Zay. Terima kasih untuk hadir, meski sebentar. Tunggu aku di sana, Zay. Semoga pertemuan kita berikutnya tak akan lama lagi. Maaf, aku tak bisa bertahan disini setelah kepergianmu."

Sing pun akhirnya naik ke pesawat, meninggalkan kota yang dulu begitu dicintainya tapi kini tak lagi terasa seperti rumah. Sepanjang perjalanan, hatinya dilanda gelombang emosi yang tak kunjung reda. Dia meninggalkan semua kenangan di belakang, namun ia tahu bahwa bayangan itu akan selalu menyertainya, ke mana pun ia pergi.

Bagi Leo dan Sing, Zayyan adalah sosok yang terlalu berharga untuk dilupakan. Namun, kenyataan memaksa mereka untuk terus berjalan tanpa sosok yang mengisi ruang kosong di hati mereka. Tapi tak peduli berapa jauh Sing pergi atau berapa keras Leo mencoba menutupi kesedihannya, mereka tahu bahwa Zayyan akan selalu ada di sana, dalam hati mereka yang kosong-dan rasa cinta yang tak pernah terucap akan selalu menjadi bagian dari cerita yang tak pernah selesai.

====

Di suatu dimensi yang tak bisa dijelaskan oleh kata-kata manusia, Zayyan menemukan dirinya berdiri di tengah padang rumput yang indah. Rumput hijau yang melambai lembut tertiup angin, dan di langit biru yang tak terhingga, awan-awan putih melayang tenang, seakan menunggu. Cahaya matahari yang hangat menyentuh kulitnya, namun tak ada rasa panas-hanya kehangatan yang menenangkan. Di tempat ini, segala kekhawatiran duniawi seolah hilang, lenyap seperti kabut di pagi hari.

Zayyan memandang sekeliling dengan tenang. Dia merasa ringan, seolah semua beban yang pernah dia rasakan selama hidupnya telah terangkat. Tidak ada rasa sakit, tidak ada penyesalan, hanya kedamaian yang menyelimuti seluruh dirinya. Namun, ada satu hal yang ia sadari-dia tidak sendiri.

Dari kejauhan, ia melihat seorang wanita berdiri di bawah pohon rindang, sosok yang begitu ia kenal, namun sudah lama tak ia jumpai. Dia tertegun, hatinya bergetar saat sosok itu perlahan berjalan mendekat, dengan senyum lembut yang pernah menjadi cahaya dalam hidupnya. Mata Zayyan tak bisa menahan air mata yang perlahan menggenang, karena di depannya kini, berdiri sosok mamanya-wanita yang telah dia rindukan sejak kepergiannya beberapa tahun silam.

"Mama..." bisiknya, suaranya nyaris hilang dalam keharuan yang tak terbendung. Dia melangkah maju, dan tanpa sadar, dia mulai berlari, seperti anak kecil yang tak sabar untuk kembali dalam pelukan hangat ibunya.

Mamanya tersenyum lembut, tangannya terbuka lebar, menyambut putranya yang kini kembali kepadanya. Saat Zayyan tiba di hadapannya, ia jatuh dalam pelukan yang penuh kasih itu-pelukan yang pernah begitu akrab, yang begitu lama ia rindukan. Tidak ada kata-kata, hanya kehangatan yang mendalam, seolah semua yang pernah terpisah kini bersatu kembali.

"Kamu sudah pulang, Nak," ucap mamanya lembut, suaranya penuh cinta dan kedamaian. "Mama selalu menunggumu."

Zayyan mengeratkan pelukannya, air matanya mengalir tanpa henti, namun kali ini bukan karena kesedihan, melainkan kebahagiaan. Segala rasa hampa, segala rasa kehilangan yang pernah dia rasakan, kini lenyap. Dia kembali pada orang yang paling ia sayangi, dan dalam pelukan itu, dia tahu bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Mama, aku kangen," bisik Zayyan dengan suara serak, seolah kata-kata itu telah menunggu begitu lama untuk diucapkan.

Mamanya mengusap rambutnya dengan lembut, seperti yang selalu dia lakukan ketika Zayyan masih kecil. "Mama juga, sayang. Tapi sekarang kita bersama lagi. Tidak ada lagi rasa sakit, tidak ada lagi penyesalan."

Zayyan menarik napas dalam, merasakan aroma khas mamanya yang begitu menenangkan. Dia tahu bahwa dia berada di tempat yang seharusnya-di tempat di mana tidak ada waktu, tidak ada jarak, hanya cinta yang abadi. Di sini, dia tidak perlu lagi merasakan beratnya dunia, tidak perlu lagi menangis karena keputus-asaan. Mamanya ada di sampingnya, dan itu sudah cukup.

Mereka duduk di bawah pohon, menikmati kebersamaan dalam diam. Zayyan menatap ke depan, memandang horizon yang tak berbatas, di mana langit dan bumi seolah menyatu menjadi satu. Di sini, semuanya terasa sempurna.

"Mama, Papa... dia masih di sana," ucap Zayyan pelan, pikirannya teringat pada papanya yang kini tinggal sendiri, terbelenggu dalam penyesalan dan rasa bersalah.

Mamanya mengangguk pelan, tatapannya teduh. "Dia akan menemukan jalannya, Nak. Jangan khawatir. Waktu akan menyembuhkan segalanya. Dan suatu hari nanti, kita semua akan bertemu lagi."

Zayyan menatap wajah mamanya, dan di sana dia melihat keyakinan yang begitu tulus. Dia tahu bahwa mamanya benar. Waktu di dunia mungkin masih berjalan, tapi di sini, di tempat ini, mereka sudah melampaui semua itu. Tidak ada lagi yang perlu dia khawatirkan. Ayahnya akan menemukan kedamaian, sama seperti dia telah menemukannya.

Zayyan menunduk, meraih tangan mamanya, merasakan sentuhan yang pernah ia rindukan setiap harinya. Mereka duduk dalam kebisuan yang menenangkan, menyadari bahwa cinta yang mereka miliki tak pernah hilang, tak pernah benar-benar pergi. Itu adalah cinta yang menghubungkan mereka, melampaui batasan hidup dan kematian.

Dan di sana, di bawah langit yang tak berujung, Zayyan tahu bahwa dia akhirnya telah pulang.























Terima kasih untuk readers yang masih setia membaca cerita ini sampai selesai, maaf jika endingnya tidak sesuai harapan kalian😌

Sayang kalian semua🤗🥰

End.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Izinkan Aku Pergi •Zayyan Story• ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang