6

300 41 1
                                    

Zayyan sedang mengendarai motornya untuk pulang kerumah, ketika sudah hampir masuk ke gang rumahnya, tanpa sengaja dia menatap seseorang yang berjalan kaki dari supermarket yang tidak jauh dari rumahnya menuju tujuan yang sama dengannya.

Kemudian dia membawa motornya menuju pemuda tersebut, dia cukup familiar dengan perawakannya.

"Sing" Panggil Zayyan membuat Sing langsung menghentikan langkahnya dan menoleh menatap pengendara motor di sampingnya.

"Ah ternyata itu benaran lo, kok lo bisa sampai sini? Lo nyasar? " Tanya Zayyan sambil turun dari motornya, bagaimanapun Sing baru saja pindah dari luar negeri.

"Rumah saya tidak jauh dari sini" Jawab Sing menatap Zayyan yang sudah berdiri didepannya.

Zayyan bingung dengan jawaban Sing, bukankah ini adalah gang menuju rumahnya, jadi apakah selama ini mereka tinggal di gang yang sama, tapi kenapa Zayyan tidak menyadarinya, dia juga tidak pernah melihat Sing disekitar sini sebelumnya.

"Berarti selama ini kita tinggal di gang yang sama dong, yaudah barengan aja ama gue pulangnya, biar sekalian gue anterin lo" Ajak Zayyan sambil berjalan menuju motornya yang diikuti Sing dibelakangnya.

"Makasih, dan maaf merepotkan" Ucap Sing yang sudah duduk di jok belakang motor Zayyan, dia tidak menolak ajakan Zayyan karena mungkin memang sekarang sudah waktunya Zayyan tau bahwa dia adalah tetangganya, dan barangkali dengan itu mereka bisa semakin dekat.

"Santai aja kali, arah mana rumah lo? " Tanya Zayyan yang sudah mengendarai motornya memasuki gang rumah mereka.

"Rumah saya tepat disamping rumah kamu"

"Ha? Lo udah tau rumah gue? " Tanya Zayyan bingung, apakah Sing pernah melihatnya? Tapi kapan ? Dan apakah Sing juga pernah melihat dia yang sering ngelamun di balkon?

"Saya tidak sengaja melihat kamu ketika pulang sekolah beberapa hari yang lalu" Jawab Sing membuat Zayyan menghelah nafas lega.

Sing sengaja tidak jujur kepada Zayyan, dia tau tentu Zayyan tidak nyaman jika orang lain tau tentang kebiasaannya yang melamun di balkon setiap malam.

====

Zayyan baru saja memasuki rumahnya setelah pulang dari mengantar Sing, saat hendak menaiki tangga menuju kamarnya tiba-tiba...

"Dari mana saja kamu? "

"Paa" Kaget Zayyan, mendengar suara papanya.

Dia langsung berbalik badan menghampiri seorang laki-laki 30an yang sedang duduk tenang di kursi sofa ruang tamu, dia tidak menyadari kehadirannya saat masuk kerumah tadi.

"Pa sejak kapan papa pulang? " Tanya Zayyan tidak dapat menyembunyikan kebahagiaannya, jauh dilubuk hatinya dia sangat-sangat merindukan papanya yang menyayanginya seperti dulu.

"Jawab pertanyaan saya! " Balas papanya dingin.

"Aku dari rumah teman aku pa"

Nada dingin papanya meredupkan kebahagiaan yang sempat menyelimuti hatinya.

"Saya tidak tau jika pembunuh sepertimu bisa hidup tenang seperti ini, bahkan kau bisa keluyuran di jam yang seharusnya kau gunakan untuk belajar"

Ucapan papanya bagaikan belati yang menusuk hatinya, tengannya terkepal kuat bahkan kukunya sampai melukai jarinya karena dia menusuknya untuk menahan gejolak hati dan pikirannya, dia tidak bisa menyangkal perkataan papanya, karena sampai sekarang pun dia juga menganggap dirinya seorang pembunuh, dia benci dirinya bahkan kebenciannya lebih besar dibandingkan kebencian papanya terhadapnya.

"Saya peringatkan kepadamu, saya tidak ingin nilai akademik mu menurun, jangan membuat sia-sia pengorbanan istri saya, jadilah pantas atas hidup yang istri saya berikan padamu! " Lanjut papanya sebelum berlalu dari sana meninggalkan Zayyan dalam keterpakuannya.

Zayyan meremat kuat dadanya mencoba untuk meredakan gejolak dihatinya, tetapi hal itu tidak cukup untuk meredakan sakit hatinya.

Dia meraih pisau buah yang tergeletak di meja ruang tamu itu, kemudian menggenggamnya erat yang seketika membuat darah mengalir dari sela-sela jari tangannya, setidaknya luka itu bisa sedikit mengalihkan sakit di hatinya.

Zayyan benci dengan dirinya, dia benci dengan dirinya yang membuat mamanya rela mengorbankan hidupnya, dan dia benci dengan kenyataan bahwa bukan dia yang mati karena kecelakaan itu.

====

Diruang kamar yang hanya diterangi oleh lampu belajar, terlihatlah Zayyan yang sedang berkutat dengan buku didepannya.

Darah ditangan kirinya akibat pisau tadi terlihat sudah hampir mengering, dia hanya membiarkan tanpa mengobatinya, luka seperti itu sudah biasa baginya, bahkan dulu dia terbiasa melukai dirinya sebelum memilih obat penenang sebagai gantinya.

Sedari tadi Zayyan sudah memaksa fokusnya pada materi pelajaran didepannya, tapi sekuat apapun dia memaksa tetap saja fokusnya pecah karena ucapan papanya tadi masih terus terngiang di kepalanya, seperti menghantuinya mengingatkannya kembali akan kejadian 5 tahun lalu.

PEMBUNUH! YA DIA PEMBUNUH!

Tangan Zayyan bergetar, tapi dia tetap saja memaksakan untuk mencatat di buku tugasnya sehingga membuat dia tidak bisa menyelesaikan satu kalimat pun sedari tadi.

Zayyan memukul kuat kepalanya agar suara itu berhenti, dia sudah tidak tahan mendengarnya, ya jalan satu-satunya adalah obat itu, Zayyan langsung mengambilnya dan meminumnya 3 butir sekaligus, setelah beberapa saat akhirnya dirinya kembali tenang, tapi tidak dengan perasaannya.

Dia merebahkan kepalanya pada meja belajar didepannya, memejamkan matanya, dia ingin menangis, ingin meluapkan semuanya tapi bahkan air mata pun enggan untuk keluar.

Zayyan lelah!

Dia ingin semua ini berakhir!

Dia ingin beristirahat, bahkan malam yang seharusnya menjadi waktu untuk beristirahat malah menjadi waktu yang paling rawan dalam menambah lukanya.






















Rencananya hari ini mau double up soalnya mungkin kedepannya aku bakalan sibuk karena udah mulai  masuk kuliah jadi mungkin bakalan jarang update.

Oh ya jangan lupa untuk tetap mulung ya Sovely kita perjuangan piala Super rookie itu 💪

Jangan lupa vote dan komen.

To be continued.....

Izinkan Aku Pergi •Zayyan Story• ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang