Kaca yang retak itu, tidak mungkin dapat di perbaiki lagi.
~~~~~~~
Angin berhembus lembut, Dingzhi baru saja kembali ke rumah kedua orang tuanya, sambil menunggu makan malam yang di jadwalkan dia berdiri di tepi kolam ikan bersama Anshi di dalam gendongannya.
"Ayah ayah.. kenapa kita tidak memelihara ikan juga di rumah?"
"Tidak, kita tidak bisa mengurus dia."
"Tapi Anshi mau pelihara ikan."
"Ayah akan membelikan mu ikan saat kamu sudah sedikit lebih besar."
"Kenapa harus menunggu besar?"
Anshi memiringkan kepalanya, dia menatap ayahnya dengan tatapan bingung. Angin lembut menerbangkan rambut Anshi, wajah polos kekanakan itu selalu berhasil membuat Dingzhi melunak.
"Karna kalau kamu memelihara ikan, itu artinya kamu harus memberi dia makan. Sementara untuk saat ini kamu tidak bisa melakukannya."
"Kenapa Anshi tidak bisa?"
"Sudahlah, kamu patuh saja. Kalau kamu mau melihat ikan kita bisa pergi ke rumah nenek."
"Baiklah."
Anshi menyerah, Dingzhi tersenyum kecil seraya merapikan rambut putranya.
"Anak baik."
Sejak kecil Anshi adalah anak yang aktif dan punya pemikiran yang kritis, tapi dia juga adalah anak yang sangat penurut, ketika Dingzhi sudah berkata tidak dengan tegas, maka Anshi tidak akan memaksa dengan cara apapun.
"Tuan Muda."
Dingzhi menoleh ketika seseorang memanggil dia dari belakang.
"Tuan Muda, makan malam akan segera siap, Nyonya meminta anda untuk masuk lebih dulu."
Dingzhi mengerutkan keningnya merasa sikap ibunya tidak biasa, jarang sekali makan malam siap dalam waktu singkat dan di lakukan di waktu ini.
"Aku segera kesana."
+++++
Ketika Dingzhi sampai di dalam rumah, dia tidak pergi ke ruang makan. Tapi, dia di panggil ke ruang santai rumah dan di minta duduk bersama kedua orang tuanya.
Sebenarnya ini bukan hal yang aneh, namun mengingat bagaimana sifat kedua orang tuanya padanya selama enam tahun ini, hal seperti ini sangat sulit untuk terjadi.
"Apa kalian ingin mengatakan sesuatu yang penting?"
Dingzhi menurunkan Anshi dari gendongannya, seorang pelayan wanita datang mengambil Anshi dan membawa anak itu ke ruang makan.
"Duduk dulu." Nyonya Ye menepuk sofa di sisinya, Dingzhi datang dan duduk di sana.
"Ada apa?"
Kedua orang tua itu saling tatap, seolah mendorong salah satu dari mereka untuk angkat bicara. Setelah saling tatap selama beberapa menit, akhirnya Nyonya Ye yang duluan bicara.
"Kami ingin kamu melanjutkan pertunangan dengan Dongjun."
Wajah Dingzhi membeku, perkataan ibunya bagai sambaran petir di siang hari bolong.
"Apa ibu bilang?"
"Kamu sudah mendengarnya." Nyonya Ye enggan mengulangi perkataannya.
"Ibu mengatakan ini dengan keputusan sepihak lagi kan?"
"Kalau kamu setuju, kita bisa datang ke keluarga Baili kapan saja."
"Aku tidak mau."
"Apa?!" Kedua orang tua itu terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgotten Destiny |YeBai|
FanfictionPertemuan yang tidak di sengaja membawa keduanya kembali pada kenangan di masa lalu.