18.00

1.6K 206 24
                                    

Ketiganya gak menyangka apa yang sudah di ceritakan oleh Bi Dimar dan Pak Surya. Kenapa mereka baru tau sekarang?

Ucapan Bi Dimar tentang kondisi Haikal masih terbayang bayang oleh mereka.

"Den Haikal di vonis mengalami Delusi parah 3 tahun yang lalu tuan. Den Haikal tak pernah mau kontrol setelah itu, jadi kita tidak tau bagaimana perkembangan penyakitnya tersebut"

"Delusi? Delusi parah?" Kata itu keluar dari mulut Deon yang masih mencerna ucapan Bi Dimar.

"Apa ini? Kenapa adikku memiliki penyakit seperti ini!! Kemana saja kau selama ini?! Apa kau memperlakukan adikku dengan buruk?!" Marah Deon pada Darren yang hanya duduk dengan tatapan sama bingungnya dengan dia.

"Deon.." Irene menenangkan anak nya itu dengan mengusap sebelah lengannya.

"Lihat ma.. bahkan dia tak mengetahui informasi se penting ini! Dasar tidak becus menjadi orang tua!" Deon menunjuk Darren dengan jari nya.

"Tolong tenang Deon, kita belum mendapatkan penjelasan dari Papamu" Deon mau tak mau duduk kembali di tempatnya karena ulah Irene.

"Maaf kan kelalaian papa menjaga Adikmu Deon. Papa menang tidak becus, papa mengakui itu..." Hembusan nafas berat keluar dari mulut Darren.

"Ya! Itu memang salah mu! Bahkan keluarga ini hancur juga karena tingkah bodohmu! Andaikan dulu aku bisa.. aku akan membawa adikku bersama ku!" Teriak Deon Marah.

"Deon! Jaga ucapanmu!" Irene memperingati anak nya. Deon hanya mendengus mendengar ucapan Irene.

Apa ini waktu yang pas utuk mengakui perbuatanku?

Tapi.. aku baru saja mendapatkan kalian kembali.

Bahkan aku belum siap kehilangan kalian lagi..

Aku akui aku bodoh! Benar kata Deon.

Dengan memantapkan hati Darren ingin menceritakan semua kelakuannya kepada Irene dan Deon. Dia sudah siap dengan semua konsekuensinya "Aku-" Ucapan Darren terpotong oleh suara bising dari arah kamar Haikal.

Memang belum waktunya.. tapi aku janji akan mengakui semua perbuatanku ke kalian.

"Mama di sini aja" Doen menghalangi Irene yang ingin beranjak menuju kamar Haikal. Irene hanya mengangguk pasrah.

Deon dan Darren berlari ke arah kamar Haikal dan membuka pintu itu. Terlihat Haikal tengah memporak porandakan kamar nya. Kamar itu sudah berantakan. Pecahan kaca di mana mana, buku yang berserakan, banyak yang sudah tak pada tempat nya.

Mereka semakin terkejut kala melihat sebuah beda di tangan Haikal "HAIKAL!" Teriak mereka bersamaan.

Haikal yang membelakangi mereka kini berbalik menatap keduanya "ABANG!!" Teriak Haikal antusias melihat Deon.

"Bang Deon kemana aja? Haikal nyariin" Haikal berucap dengan senang.

Deon dan Darren ingin mendekati Haikal "Berhenti!" Titah Haikal membuat mereka berhenti pada tempatnya.

"Papa kapan pulang?" Tanya Haikal dengan memiringkan kepalanya.

"Haikal.." Lirih Darren dengan hati hati karena sebuah benda di tangan Haikal bisa sewaktu waktu mengambil nyawa itu.

"Hmm?" Deheman Haikal dengan ceria.

"Bisa tolong berikan itu pada papa?" Darren menunjuk pecahan kaca di tangan Haikal. Haikal mengikuti arah tunjuk Darren "Ini?" Haikal mengangkat pecahan kaca itu dan mengarahkan pada Darren dan Deon.

Darren mengangguk "Bisa berikan ke papa?" Ucapnya lagi.

"Tidak bisa" Jawab Haikal dengan ketus.

"Haikal!" Teriak mereka bersamaan kala Haikal mulai mengarahkan ujung tajam kaca itu pada lehernya.

Enervate | Doyoung & HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang