35. Trentacinque

157 8 1
                                    

...

"hiks.." suara pilu itu terdengar jelas di telinga Xavier, mungkin ini pertama kalinya dia melihat jiwa Hima yang rapuh.

dia semakin erat mendekap Hima dan menampar-nepuk pundaknya. matanya ikut berkaca-kaca.

"ternyata selama ini aku benar-benar belum mengetahui semuanya tentang kamu." ucapnya lirih dalam hati.

"Hima..?" panggilannya, Hima yang dipanggil itu menoleh kearah Xavier.

Xavier terkekeh, ia tak sanggup memandang wajah Hima yang benar-benar Rapuh.

"kenapa? k-kenapa semuanya begitu kejam.." ucapnya tersenggal-senggal.

"a-apa salah ibuku? apa s-salah ibuku?! ya?" teriakannya, membuat Xavier tersentak. "mereka begitu kejam, membuatku selalu mencoba membalas dendam. membuatku semakin berdosa dihadapan tuhan. kenapa kau masih mau dengan pendosa ini, Xavier?"

"bukan Hima, aku tidak bisa membenarkan perlakuanmu. tapi, aku tau bagaimana perasaanmu. Aku juga pendosa di mata tuhan, tidak ada alasan mengapa aku bisa membencimu." ucapnya, membuat Hima tak bisa menjawab. ia tak tau harus berkata apa-apa.

"terima kasih." ucapnya singkat.

"tak perlu berterima kasih-kasih Hima. apapun masalahnya, kita harus lalui bersama. kita adalah pasangan, sobat. kau harus menceritakan semua masalahmu padaku."

"Aku akan mencobanya, Xavier. Bagaimana kau bisa kemari?" tanyanya heran. dia mulai berpindah dari tempat itu, dan membopong Xavier ke tempat yang lebih nyaman.

"hm? dasar, harusnya aku marah. kau benar-benar tidak mau mengandalkanku. aku marah." gerutunya, membuat tawaran semakin maju dan membuat Hima gemas.

"maaf, aku benar-benar tidak mau kamu terluka. aku bukannya tidak percaya padamu, tapi kamu tau kan? misi ini berbahaya. Setidaknya jika ini gagal, yang kehilangan nyawa adalah aku, bukan kau." jelasnya.

Deg "hei? apa-apaan! kau seharusnya tidak begitu! memangnya kau kira aku tidak akan sedih?! huh." marahnya.

"baiklah, aku minta maaf ya? ayo, kita kembali. 1 tahun ini kau tidak merindukan anak-anak?, kita jarang bertemu dengan mereka sejak kau menyelidiki misi ini." ucapnya.

dia baru saja teringat, "oh iya.. Damien ku, bagaimana dia sekarang." dia tertawa pelan, membayangkan seperti apa anaknya itu.

"Aku akan menyuruh Star membeli tiket pulang ke negara kita." Xavier tersenyum sumringah, dia menunggu-nunggu saat-saat ini akan datang.

selama mereka mencoba mencari tahu ini, Xavier sering tidak pulang ke rumah, dan menetap di markas. jadi lah, mereka jarang bertemu Damien dan kembar bokem.

siapa yang mengurus Damien kecil? mereka menyewa Pramusiwi untuk merawat Damien. Verios dan Vima, menjadi tempat penitipan Damien.

Xavier ingin menangis saat ini, mengingat dia sudah mengabaikan pertumbuhan anaknya. Dan dia juga sudah tidak bertemu dengan Veryn dan Teryn. Bagaimana kembar itu? apakah mereka bertumbuh pesat.

"oh, bagaimana dengan Veryn dan Teryn? apa mereka sudah masuk sekolah dasar?"

"Aku mendengar dari Verios, mereka sudah masuk kelas tiga sayang."

"HAH? KELAS TIGA?!!" Xavier terkejut ketika mendengar kembarannya sudah kelas tiga sekolah dasar. Bagaimana bisa dia melewatkan semua ini astaga.

Hima mengerutkan kening, dia terkejut akan reaksi Xavier. "mengapa?"

"mereka kelas tiga? berapa umurnya? harusnya belum kan?" tanyanya beruntun, ia heran.

"semenjak kita pergi, mereka melakukan tes. mereka meloncati banyak kelas, dengan alasan malas. entah apa yang membuat mereka seperti itu, aku juga heran." jelasnya, ia mengerutkan kening.

Piccolo Marito?(ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang