BAB 9

3.5K 131 3
                                    

Calvin menatap kosong ke arah gelas berisi wine yang dia goyang-goyangkan, pikirannya berkelana kepada Aruna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Calvin menatap kosong ke arah gelas berisi wine yang dia goyang-goyangkan, pikirannya berkelana kepada Aruna. Semalam, ketika Aruna tertidur setelah penolakannya, Calvin memeriksa tangan Aruna. Dia tahu ada yang aneh dengan istrinya itu. Aruna melarikan diri ke kamar mandi setelah Calvin menolak menyentuhnya jika hanya demi hamil. Calvin bukannya tidak mau Aruna hamil, dia hanya tidak mau Aruna hamil karena terpaksa lagi.

Calvin menemukan hal yang mengejutkan, jari tangan Aruna terluka lagi, persis seperti yang dia temukan ketika acara ulang tahun Cia. Aruna mencuci tangannya bukan semata untuk membersihkan tangan, ada sesuatu yang Aruna sembunyikan. Apa Aruna memiliki gejala kesehatan mental?

“Udah dua hari lo enggak ke sini.” Emil duduk di sebelah Calvin, menepuk bahu laki-laki itu. “Sekarang ke sini lagi, enggak bisa lepas dari wine?”

Calvin mengedikkan bahunya. “Gue enggak akan lepas sebelum masalah gue kelar.”

“Masalahnya di sini.” Emil menunjuk kepala Calvin, membuat laki-laki itu menatapnya tajam. Emil terkekeh, kemudian tangannya turun ke dada Calvin. “Sama di sini. Masalah terparahnya di sini, sih.” Emil menekan telunjuknya di dada Calvin.

“Gue enggak mau di kira pencinta batang, ya!” Calvin menepis kasar telunjuk Emil yang masih berada di dadanya. Orang di sekitar bisa salah paham jika melihat posisi mereka sekarang.

Emil mengangguk. Laki-laki itu menuangkan wine ke gelas kosong yang ada di dekat Calvin. “Dua hari kemarin gue sendirian di sini.”

Calvin menoleh, mengerutkan dahinya heran. Pandangannya mengedar, mencari seseorang yang biasanya selalu ada di bar bersama Emil. “Fahmi mana?” Calvin baru sadar jika sedari tadi tidak ada Fahmi.

Emil meneguk minumannya sedikit, kemudian menaruh kembali gelasnya di meja. “Anaknya lagi demam katanya. Kalau dia ke sini, pulang-pulang bisa di sembelih bininya. Lo tahu sendiri seberapa galaknya Erika.”

Calvin mangut-mangut. Dia beberapa kali mendengar cerita Fahmi tentang kehidupannya bersama Erika. Perempuan yang Fahmi jadikan seorang istri itu ternyata menyimpan singa betina di dalam dirinya. Sifat galak Erika muncul tepat ketika Fahmi menikahi perempuan itu.

“Lo enggak akan kayak gitu juga kan, Vin?” Calvin menatap Emil bingung. “Kalau hubungan lo sama Aruna membaik, lo enggak akan jadi suami takut istri juga, kan?” tanya Emil lagi.

Calvin tidak yakin Aruna bisa menjadi seseorang yang galak, perempuan itu begitu lemah lembut, dan rapuh. “Aruna enggak pernah melarang gue, Mil. Gue pulang pagi pun, Aruna enggak akan masalah. Dia akan tetap diam aja, seperti biasanya.”

“Lo pernah enggak, sih, bilang ke Aruna kalau lo cinta sama dia?”

Calvin terkekeh sinis. “Terus apa? Setelah gue bilang kalau gue cinta sama dia, apa dia bakal cinta sama gue juga?” Calvin berpikir sejenak, menemukan kemungkinan yang akan terjadi. “Mungkin, Aruna akan menuruti keinginan gue. Dia akan memaksakan dirinya buat cinta sama gue. Semakin lama, gue semakin tahu bagaimana Aruna. Dia orang yang selalu memikirkan pendapat orang lain, dan Aruna mengusahakan apa pun buat orang terdekatnya. Membuat Aruna cinta sama gue enggak akan sulit karena Aruna mudah di paksa. Itu yang enggak gue mau.”

Titik Tunggu (Sudah Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang