We Lose All Opportunities

267 39 4
                                    

(5 tahun lalu/ Ravina side)

Sejak kecelakan yang terjadi padanya saat SMA kelas 3 Ravina mengalami trauma besar terhadap hujan. Dia selalu mengalami serangan panik saat mendengar atau berada ditempat yang hujan. Ini menyulitkan bagi Ravina, dia diam-diam pergi ke psikiater untuk mengobati traumanya.

Satu hari sebelum berita ayah Kaspia malam itu hujan lebat, Ravina terjebak dia kampusnya karena hujan. Dia hanya bisa terdiam di ruangan sendirian menggunakan headphone. Ravina selalu membawa headphone kemanapun untuk mengantisipasi kejadian seperti ini.

Karena sudah terlalu lama menunggu dia memberanikan diri keluar dari ruangan namun itu hanya membuat serangan paniknya muncul semua bayangan buruk tentang kejadiam dimasa lalu muncul dalam benaknya. Badannya lemas dan merasa sesak nafas. Untungnya saat itu ada Ten teman sekampus nya dan laki-laki yang menaruh hati kepada Ravina.

Ten : Ravinaaa kamu gak papa?
Ravina : Hujaaaa *menunjuk ke arah luar* tolong bawa gua ke ruangan.

Ravina tidak bisa berbicara banyak karena sesak nafas. Ten mencoba menenangkan Ravina hingga hujan berhenti.

Ten : Vin hujan sudah reda, aku antar pulang ya?
Ravina : engga, gua gak papa kalau ga hujan.

Ravina pulang sendirian.
Malam itu dia langsung mengubungi psikiaternya, Ravina diberi tahu untuk datang ke rumah sakit besok. Psikiaternya meminta dirinya untuk kembali menggunakan metode hipnoterapi. Ravina sudah lama tidak menggunakan hipnoterapi karena merasa sudah lebih baik namun ternyata dia masih sama saat melihat hujan.

Keesokan hari nya Ravina pergi ke rumah sakit di siang hari. Sesuai kata dokter dia akhirnya kembali melakukan hipnoterapi.
Kali ini hipnoterapi yang dilakukan lebih panjang karena Ravina benar-benar dalam kondisi mental yang tidak stabil. Traumanya kembali muncul ditengah-tengah dia yang sedang melakukan penelitian untuk kuliahnya.

Hari itu dia tidak mengecek ponselnya sama sekali hingga malam. Setelah melakukan hipnoterapi dia kembali ke apartemennya dia mencoba istirahat namun sebelum itu Ravina membuka ponselnya.

Betapa terkejutnya Ravina saat melihat berita tentang ayah Kaspia, dia juga melihat belasan kali Kaspia menghubunginya. Tanpa berpikir panjang dia yang tadinya akan istirahat langsung terbangun dan segera menemui Kaspia.

Namun belum sampai keluar, seseorang menekan bel apartemennya. Pikir Ravina itu pasti Kaspia.

Ravina :*membuka pintu* Nong orm..
Ravina : euu ten? Lu ngapain disini?
Ten : Vin gua suka sama lu *memberikan bunga* ini buat lu. Gua gak bisa nyembunyiin perasaan gua lagi.
Ravina : sorry ten gua gaada waktu buat ini gua lagi buru buru.
Ten : *menahan Ravina* engga vin lu jawab dulu *memberikan bunga ke tangan Ravina*

Tiba-tiba Ten memeluk Ravina tanpa seizinnya.

Ten : *memeluk Ravina* gua suka sama lu vin, lu mau ya jadi pacar gua.
Ravina : *Mendorong Ten dan memberikan kembali bunganya* Stop ya ten! Gua gak suka sama lu. Dan gua gaada waktu buat ini sekarang!

Ravina marah karena dia sedang khawatir terhadap kondisi Kaspia dan keluarganya. Ravina kemudian segera turun menggunakan lift dia juga sudah memesan taxi untuk pergi ke rumah Kaspia.

Karena teruburu-buru Ravina bahkan tidak sadar ada mobil ayah Kaspia di depan gedung apartemennya.
Dia berpikir Kaspia dan orang tuanya mungkin saat ini sedang di rumahnya.

Beberapa menit perjalanan dia sampai di rumah kaspia. Rumahnya penuh dengan wartawan dia tidak bisa masuk ke kediaman Kaspia. Ravina terus menunggu sampai tengah malam para wartawan tiba-tiba bubar dari sana.

Ravina : Mas mas kenapa bubar *Bertanya ke salah satu wartawan*
Wartawan : Orangnya gak ada di rumah *kesalnya*

Ravina kemudian berlari ke pintu gerbang rumah Kaspia.

GROW UP 👭GETHERWhere stories live. Discover now