03. autumn breeze

18 8 0
                                    

Ada sekitar lima anak yang mengelilingi Claudette siang itu, anak yang paling tinggi merampas bekal miliknya sembari tertawa-tawa. Satu lagi tengah hari yang kacau di penghujung musim gugur.

"Kembalikan makan siangku." Claudette bicara sembari mencoba mengambil kembali bekal miliknya.

Serena, anak itu tertawa setelah membuka kotak bekal yang baru diambilnya dengan paksa. "Kau sebut sampah ini makanan?"

"Kembalikan."

"Aku selalu kehilangan kesabaran setiap kali kau menatapku dengan matamu yang angkuh." Serena maju selangkah. "Lihat dirimu, tidak ada tempat untuk orang sepertimu di dunia ini."

"Kubilang kembalikan."

Serena melempar asal kotak bekal tersebut hingga seluruh isinya berhamburan di lapangan. Claudette, ia bukan anak yang akan menerima begitu saja setiap kali anak-anak dari keluarga kaya merundungnya. Ia menjunjung tinggi harga dirinya, namun sekuat apapun ia mencoba untuk melawan hasilnya selalu sama.

Pada akhirnya anak perempuan sepertinya tidak cukup kuat untuk melawan dan ia selalu menjadi satu-satunya orang yang terluka.

"Lepas." Claudette memberontak saat dua anak perempuan memegangi tangannya.

"Aku akan berhenti sekarang jika kau memohon sembari menangis." Serena meraih ujung rambut panjang Claudette yang menutupi wajah pucatnya.

Claudette berhenti memberontak. "Kau masih saja pengecut." ujarnya.

Plak!

Satu tamparan mendarat di atas wajah Claudette sehingga meninggalkan bekas kemerahan di sana. Ini bukan pertama kalinya ia diperlukan seperti ini, rasa sakit itu tidak ada apa-apanya dibandingkan harga dirinya yang akan terluka jika ia memohon pada anak perempuan jahat itu. Claudette tidak tahu berapa banyak tamparan yang dihadiahkan Serena siang itu, yang jelas tamparan tersebut cukup untuk membuat wajahnya kebas dan merobek sudut bibirnya.

"Sekarang habiskan makan siangmu." Serena mendorong tubuh Claudette hingga ia jatuh tersungkur di antara makan siangnya yang malang. Rasanya sakit dan memalukan.

"Abaikan saja." Ellios merangkul pundak George saat keduanya melewati pinggir lapangan. "Kau hanya akan memperburuk keadaan jika mencoba untuk menolongnya."

George menjauhkan tangan Ellios. "Siapa juga yang ingin menolongnya?"

George yakin ia sungguh tidak peduli sekalipun Claudette sekarat. Ya, sharusnya begitu dan ia tidak mengerti mengapa ia justru ikut melangkah dengan lambat di belakang Claudette saat anak itu pulang menuju kediaman Margaret dengan tertatih-tatih.

George sedikit terusik dengan wajah dingin anak perempuan itu, menyembunyikan perasaanya hanya membuatnya semakin terlihat menyedihkan.

"Sebaiknya kau bergegas jika tidak ingin membuat Margaret memberimu upah dengan sia-sia." George bicara sembari membuka pagar di depannya, suaranya ketus.

Claudette hanya meliriknya sebelum pergi menuju belakang rumah Maragaret untuk mengurusi hewan ternak.

Claudette menjatuhkan tubuhnya ke atas tumpukan jerami, ia lapar sekaligus lega karena hari itu Margaret pergi ke pusat desa untuk membuat beberapa pakaian musim dingin. Ia tidak perlu repot menjelaskan pada wanita itu bagaimana ia mendapat luka pada wajahnya. Margaret pasti akan curiga jika ia berbohong dengan alasan terjatuh karena tidak berhati-hati seperti beberapa waktu lalu.

Claudette mengikat tinggi-tinggi rambut yang menutupi wajahnya dan mulai memberi makan kawanan hewan ternak. Ia ingin menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan pulang ke rumahnya sebelum margaret kembali. Ia juga berencana untuk mencari jamur di perjalan pulang untuk menu makan malam nanti, karena Margaret tidak di rumah George kemungkinan tidak akan menawarinya untuk duduk bergabung di meja makan.

"Hari yang melelahkan ini akan berakhir setelah anak itu menyelesaikan makan malamnya." Claudette bergumam sembari memanaskan sup labu untuk George seperti yang Margaret pesankan pagi ini.

Claudette menata isi meja makan dengan sabar sebelum menaiki anak tangga untuk memanggil George di dalam kamarnya, ia sesekali meringis dan memegangi lututnya. Claudette belum mengobati lututnya yang terluka setelah Serena membuatnya jatuh tersungkur di tanah, luka itu tidak terlalu terlihat jadi ia berpikir untuk mengesampingkannya. Lagipula luka itu tidak akan membuatnya mati.

"Aku sudah menyiapkan makan malam." Claudette bicara setelah beberapa kali mengetuk pintu kamar George. "Sebaiknya kau makan selagi hangat." imbuhnya.

"Kau berisik." George membuka pintu kamarnya dengan wajah sinis dan ia mendadak terdiam begitu melihat betapa kacaunya anak perempuan yang bediri di depan pintu kamarnya tersebut.

Pakaiannya yang lusuh terlihat kotor dan beberapa helai anak rambutnya yang tidak diikat dengan benar jatuh menutupi memar di pipinya.

"Minggir."

Claudette menyingkir dan membiarkan George berjalan di depannya. Ia terus menunduk hingga tidak menyadari George berhenti melangkah pada anak tangga terakhir dan berbalik menghadapnya. Claudette berdiri pada satu anak tangga di atas George dan itu membuat wajah keduanya menjadi sejajar.

"Kau membuatku kesal." George mengeluarkan perban dari dalam saku celananya dan melemparkan benda tersebut pada Claudette yang kebingungan. "Aku benci sup labu, jadi sebaiknya kau menghabiskan bagianku agar Margaret tidak memarahiku karena tidak makan dengan benar." imbuhnya.

George duduk di meja makan dan menatap Claudette yang masih terdiam di tangga. "Apa berdiri di sana membuatmu kenyang? Cepat kemari dan makan." perintahnya lagi.

Aroma selai yang manis memenuhi dapur saat George mulai memgolesi roti miliknya dan Claudette duduk di depan anak laki-laki itu dengan canggung. Claudette sudah mengenal George setidaknya hampir satu minggu dan ini adalah kali pertama ia duduk hanya berduaan dengan anak itu.

"Apa biasanya kau memang seangkuh itu?" George bicara sembari memulai makan malamnya.

Claudette manaikan sebelah alisnya. "Apa yang sedang kau bicarakan?"

"Kau tidak akan terluka seandainya siang ini memohon pada anak perempuan itu."

"Kau bisa melakukannya?" Claudette berhenti memakan sup labu miliknya. "Satu-satunya yang tersisa dariku hanyalah harga diriku. Jika aku memohon padanya maka tidak ada lagi yang kumiliki. Lagipula luka-luka ini akan sembuh dalam beberapa hari."

Claudette, ia berani, kuat dan tegas. Claudette pendiam dan gemar menyendiri, ia pintar dan tidak memilih-milih makanan. Ia gemar duduk sendirian di bawah pohon saat jam makan siang karena tidak memiliki teman dan ada kalanya tertidur di sana. Ia selalu menghabiskan setiap menu makan malam yang Margaret hidangkan dan selalu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. George mengakui kalau Claudete sebenarnya bukan anak yang bermasalah seandainya anak-anak di sekolah tidak mengganggunya.

"Pastikan saja kau tidak terluka lagi." George pergi membawa piring kotor miliknya." Jangan membuat Margaret pusing memikirkan urusan anak-anak."

"Aku tahu."

Claudette memandangi mangkuk supnya yang nyaris kosong. Sekalipun anak-anak jahat itu tidak merundungnya, tidak ada jaminan ia tidak akan terluka karena luka yang Serena berikan siang ini tidak ada artinya dibanding luka-luka yang diberikan ibunya.

Luka yang diberikan oleh ibunya tidak hanya membekas pada kulitnya, luka-luka itu mengering di dalam hatinya.

***

tbc

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

tbc

the lost boy / lee haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang