17. ending page

8 1 0
                                    

Siang itu suara serangga pada pohon besar di lapangan terdengar tumpang tindih dengan suara tawa anak-anak dari dalam kelas. Matahari bersinar semakin terik setiap harinya dan udara yang kering terasa begitu menyiksa.

Serena, ia tidak pernah menganggu Claudette lagi setelah hari itu. Serena juga mulai dengan terang-terangan membela Claudette saat ada beberapa anak laki-laki yang menganggunya. Semuanya terasa begitu damai, satu-satunya hal yang kini menganggu Claudette hanyalah panasnya musim panas.

Josephine menarik Serena menghampiri Claudette, senyumnya secerah cuaca hari itu. "Serena mengadakan pesta minum teh, kau mau pergi bersama kami?" tanyanya.

Claudette melirik Serena. "Aku punya sesuatu yang harus kulakukan bersama seseorang."

"Ah, kau pasti cukup sibuk. Semoga sisa harimu menyenangkan, Clau." ujar Josephine lesu.

"Selamat bersenang-senang." Claudette melewati kedua anak perempuan itu namun ia berbalik ketika tiba di ambang pintu. "Apa kalian bisa mengundangku lagi pada pesta minum teh berikutnya?" tanyanya kikuk sementara Josephine mengangguk dengan semangat.

Claudette pergi meninggalkan kelas sembari tersenyum, langkah kakinya terasa begitu ringan. Ia lalu menghampiri George yang menungguinya di bawah pohon.

"Margaret memberitahuku jika hari ini ia akan memenuhi meja makan dengan makanan yang lezat." ujar George.

"Kenapa?"

"Karena ini hari ulang tahunmu." Balas George sembari mengimbangi langkah anak perempuan itu. "Aku punya sesuatu yang ingin kuberikan padamu nanti." imbuhnya.

Tuan Barry kemudian menghentikan kereta kudanya yang penuh dengan apel di sebelah kedua anak tersebut. "Oh, Claudette. Kebetulan sekali, apa ada kerabatmu yang datang berkunjung, aku melihat seorang pria dengan pakaian bagus di depan rumahku ketika aku lewat tadi. Sudah lama kalian tidak menerima tamu." ujarnya.

"Aku akan kembali setelah memeriksa siapa yang datang." ujar Claudette.

"Ayo pergi bersama."

Claudette mengangguk, perasaannya mendadak kacau. Ia merasa bahwa hari ini akan menjadi hari yang buruk. Ia terus berlari dan langkah kakinya melambat begitu melihat ibunya membawa tas jinjingnya yang besar dan berdiri di sebelah pria dewasa yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Hari itu ibunya terlihat berbeda, ibunya tidak lagi terlihat bingung.

"Ibu."

"Kau pasti Claudette." Pria dewasa itu menghampiri Claudette dan berlutut untuk menyamakan tingginya dengan anak perempuan itu.

"Apa yang terjadi, kenapa ibu membawa tas itu?" tanya Claudette, ibunya akan pergi meninggalkannya.

"Biarkan aku membawa ibumu, aku akan merawatnya dengan baik." Pria itu menyentuh pundak Claudette. "Kau akan membiarkannya pergi, kan?" tanyanya lembut.

"Kau akan meninggalkanku?"

"Ibu minta maaf."

"Kau tahu ini hari apa, bu? Kau memilih hari ini diantara banyaknya hari." Claudette menatap lirih wanita itu. "Pergi saja, pada akhirnya kita hanya akan tetap saling menyakiti jika tetap bersama. Aku akan terluka karena mendambakan kasih sayang seorang ibu dan kau akan terluka karena terkurung di bawah atap yang sama dengan seseorang yang kau inginkan untuk mati." Imbuhnya.

Claudette lalu melewati ibunya tanpa melihat wanita itu, ia pergi dengan pandangan kosong.

"Kenapa kau membiarkan ibumu pergi?" George menahan lengan anak perempuan itu.

"Lalu aku harus apa?" Claudette membasahi bibirnya. "Ia pergi dengan sukarela. Ia terlihat begitu normal ketika bersama laki-laki itu, tidak ada lagi yang bisa kulakukan selain membiarkannya. Ia akan tetap pergi sekalipun aku berlutut padanya."

the lost boy / lee haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang