"Kau bisa melewati hari ini, sama seperti hari-hari sebelumnya."
Claudette memandangi pantulan dirinya sendiri di dalam cermin. Rambutnya dikepang dua dan luka pada sudut bibirnya nyaris mengering. Udara pagi itu dingin dan matahari masih belum tinggi. Tidak banyak hal yang bisa Claudette lakukan di pagi hari, ia sengaja melewatkan sarapan dan menggunakan roti yang tersisa untuk makan siang.
"Jangan pergi ke luar, udaranya semakin dingin. Aku akan pulang sedikit terlambat hari ini." Claudette bicara sembari mengambil seperempat roti yang tersisa di meja makan sementara wanita dewasa yang ia ajak bicara hanya duduk melamun di sebelah jendela.
"Aku akan membawa roti dan mentega ketika pulang." Claudette melirik kembali wanita itu setelah memakai sepatunya, asap putih keluar dari mulutnya saat ia menghela napas. "Aku pergi." imbuhnya kemudian.
Claudette pergi sedikit lebih awal pagi itu. Suasananya sunyi dan kabut tebal membuat pohon-pohon di ujung jalan tidak terlihat. Orang-orang mulai enggan meninggalkan rumah dan melakukan aktivitas di luar akibat suhu udara yang menurun. Lagipula, itu adalah waktu di mana orang-orang masih duduk di meja makan bersama anggota keluarga dan menghabiskan secangkir minuman hangat.
Ya, seharusnya begitu. Lalu mengapa George Chester bersender pada pagar kayu milik Margaret saat Claudette melewati rumah itu untuk pergi ke sekolah di pagi buta?
"Kau mengabaikanku?"
Claudette berbalik. "Kau adalah orang yang memintaku untuk berpura-pura tidak mengenalmu." Ujarnya.
George menghampiri anak perempuan itu dan melemparkan mantel di tangannya dengan sedikit kasar. "Pakai itu. Margaret membelinya saat ia pergi membuat pakaian musim dingin miliknya."
"Aku tidak bisa menerima barang semahal ini." ujar Claudette, ia berencana menghampiri Margaret ke dalam rumah dan mengembalikan mantel tersebut.
George menahan pergelang tangan Claudette, raut wajahnya terlihat tidak senang. "Cukup ucapkan terima kasih saja, lagipula kau akan mati kedinginan jika melewati musim dingin dengan mantel tipis milikmu." Ujarnya sembari menarik kembali tangannya.
"Terima kasih."
George berjalan meninggalkan Claudette. "Kau mengatakan sesuatu?" tanyanya.
"Terima kasih."
"Apa? Aku tidak bisa mendengarmu."
"Kubilang terima kasih!"
George tidak menyahut, namun pada pagi hari yang dingin itu ia diam-diam tersenyum tipis. Sepertinya George menemukan kegemaran baru, menggoda Claudette mungkin akan menyenangkan saat ia sedang bosan melewati hari-harinya yang hampa dan sunyi.
Claudette lalu ikut berjalan di belakang George sembari memadangi daun-daun kering yang hancur terinjak anak laki-laki itu.
"Kenapa kau selalu makan di luar kelas?" George bertanya tanpa menoleh.
"Kau sungguh tidak tahu jawabannya?" Claudette balik bertanya, suaranya pelan.
"Karena anak-anak yang menganggumu?"
"Mereka tidak selalu mengangguku, ada kalanya mereka tidak peduli pada kehadiranku. Aku hanya ingin menghindar sebisa mungkin, seperti katamu, aku tidak boleh membuat Margaret ikut pusing karena masalahku."
"Sebentar lagi musim dingin, sebaiknya kau tidak berencana makan di atas tumpukan salju."
Claudette berhenti melangkah. "Apa kau sedang mencemaskanku?"
"Kenapa aku harus mencemaskanmu?" George memutar kepalanya ke belakang sembari tersenyum miring. "Aku berkata seperti itu karena pekerjaan Margaret akan menumpuk jika kau sakit." Imbuhnya.
Claudette mendesah pelan sebelum meninggalkan anak itu menuju ruang kelasnya yang nyaris kosong. Hanya ada Josephine dan gurunya di sana. Keduanya tampak terkejut dengan kehadiran Claudette yang tiba-tiba sementara Claudette masih terdiam mematung di ambang pintu.
"Apa yang Anda lakukan pada Josephine?" Claudette memandangi laki-laki dewasa yang kini beranjak dari kursi tersebut. "Kenapa Anda menciumnya?" tanyanya mendesak.
"Ayo bicara di tempat lain, Claudette." William, laki-laki itu meyentuh pundak Claudette saat melewatinya.
Claudette memegangi kepalanya yang mendadak pusing. "Aku akan bicara padamu setelah bicara pada tuan William." Ujarnya pada Josephine yang terus menundukan wajahnya.
William membawa Claudette ke dalam ruangannya, ia memandangi Claudette sembari mengisap cerutunya. "Apa yang akan kau lakukan setelah ini? Memberitahu semua orang tentang apa yang kau lihat?"
"Itu bukan sesuatu yang bisa dilakulan seorang guru terhadap muridnya."
"Kami melakukannya tanpa paksaan." William menyilangkan kedua kakinya. "Bisa kau bayangkan bagaimana Josephine akan menghadapi masalah ini seandainya ayahnya yang tegas mengetahui apa yang terjadi?"
"Lalu kenapa Anda melakukannya?"
"Apa?"
"Kenapa Anda melakukan hal tersebut di saat Anda tahu bagaimana ia dididik dengan keras oleh ayahnya." Claudette menaikan nada bicaranya dan suaranya terdengar bergetar. "Josephine, ia seharusnya menjalani kehidupan yang damai sebagai anak perempuan berusia 10 tahun tapi Anda mencurinya."
William meletakan cerutunya ke atas meja kayu, ia tidak mengira jika Claudette akan sesulit ini untuk diajak bicara. "Kalau begitu beritahu ayahnya dan aku akan memberitahu bagaimana kehidupan sekolahmu pada Margaret, bukankah ia yang bertanggung jawab terhadapmu?"
"Apa Anda sedang mengancam?"
"Kau yang mendesakku lebih dulu, Claudette." William beranjak dari kursinya. "Jika kau tidak ingin hal buruk terjadi pada Josephine, maka sebaiknya kau menutup mulutmu. Ayahnya bisa saja membunuhnya saat mendengar masalah ini, kau tidak akan mengerti bagaimana rasanya karena kau dibesarkan tanpa orang tua. Jalani saja hidupmu seperti sebelumnya, teruslah tidak terlihat dan jangan mencoba untuk muncul ke permukaan." imbuhnya.
Claudette kembali ke ruang kelas dengan perasaan sesak yang memenuhi dada. Ia kemudian berhenti di depan pintu karena Josephine berdiri menunggunya di sana, suasana mulai ramai dan beberapa Anak berlarian di belakang Claudette.
"Josephine,"
Plak!
Claudette mengigit bibirnya. Josephine nyaris tidak pernah menanganggu Claudette, ia tidak pernah menyentuh Claudette sekalipun ia berteman baik dengan Serena yang jahat. Lalu pagi itu ia tiba-tiba menampar wajah Claudette yang bahkan belum sembuh.
"Jangan pernah menyebut namaku dengan mulutmu dan jangan mencampuri hidupku."
"Kau tahu apa yang sedang terjadi?" Claudette menahan tangan Josephine saat anak itu akan menamparnya lagi. "Kau sedang menghancurkan hidupmu sendiri."
"Apa yang kau tahu tentangku?!" Josephine menarik paksa tangannya dan menyerang Claudette sembari terus berteriak.
Claudette mencoba melindungi dirinya dan ia sungguh tidak berniat mendorong Josephine sampai anak itu jatuh terduduk. Ellios yang melihat hal tersebut lalu mendadak kehilangan kesabaran, ia tidak suka melihat Claudette memperlukakan saudara perempuannya seperti itu. Ellios memukul Claudette tanpa ampun dan Claudette tahu bahwa semua ini akan menjadi masalah yang sangat panjang.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
the lost boy / lee haechan
FanfictionGeorge Chester adalah kerabat jauh pemilik rumah tempat Claudette menerima pekerjaan sebagai pengurus hewan ternak. Usia George baru 13 tahun saat itu, ia datang dari kota. Ia angkuh dan ia benci Claudette-anak ringkih yang ditugaskan untuk membant...