Keduanya berjalan beriringin.
Jalanan setapak itu masih sepi dan asap tebal mengepul dari cerobong rumah-rumah bata sederhana di tepi jalan yang berdempatan, ini adalah waktu di mana orang-orang masih sibuk duduk di meja makan bersama dengan roti dan minuman hangat.
"Kau yakin memilih jalan yang benar?"
George mendadak sinis begitu Claudette membawanya berbelok melewati pohon-pohon besar yang sudah nyaris kehiangan seluruh daun-daun hijaunya.
"Perjalan menuju sekolah cukup panjang dan ini adalah jalan tercepat yang aku ketahui." Claudette melirik George melalui ekor matanya, anak itu tampak kesal dan Claudette tahu jika ia benci pergi bersamanya.
George berjalan di sebelah Claudette dengan tangan yang disembunyikan ke dalam saku mantel tempat ia menyimpan kunci cadangan. Syal yang melingkar pada leher anak laki-laki itu menutupi sebagian wajahnya yang memerah akibat udara dingin, ia melihat Cladette dengan sebelah alis terangkat, ia penasaran apa anak itu tidak merasa dingin? Claudette pergi ke sekolah dengan gaun dan mantel tipisnya yang terlihat tidak berguna di tengah-tengah pagi yang berangin itu, George yakin anak itu akan mati kedinginan sebentar lagi.
George sungguh tidak berniat mengajak Claudette untuk bicara dan anak perempuan itu juga sepertinya cukup tahu diri, George Chester bukan orang yang bisa ia jadikan sebagai teman. Satu-satunya hal yang mengisi kecanggungan di antara keduanya hanyalah suara daun-daun kering yang beradu dengan sol sepatu kulit.
"Aku akan berjalan sendiri mulai dari sini." George berjalan mendahului Claudette setelah anak perempuan itu memberitahu sekolah mereka, hanya memerlukan satu belokan lagi untuk sampai di sana. "Sebaiknya kau berpura-pura tidak mengenalku selama di sekolah." imbuhnya.
Punggung George Chester semakin menjauh, ia berjalan dengan penuh percaya diri dan hal tersebut membutanya terkesan sedikit angkuh sehingga beberapa anak yang berlarian di lapangan berhenti dan menoleh ke arahnya. Ia menarik cukup banyak perhatian.
"Kelasmu ada di lantai atas." Claudette bergumam pelan sembari melewati George, ia memasuki kelasnya sendiri dan menuju kursi paling ujung di dalam ruangan tersebut.
Ruang kelas terasa lembab dan berisik. Anak-anak perempuan dengan gaun cantik yang penuh dengan renda sibuk membicarakan pesta minum teh dengan gaya berlebihan sembari tertawa. Sementara Claudette memilih melihat keluar jendela kelas yang berembun, seorang anak laki-laki dengan rambut emas merangkul Geroge melewati lapangan, anak itu mendapat teman pertamanya dan sepertinya tidak ada yang perlu dicemaskan tentang kehidupan sekolahnya.
"Ia akan baik-baik saja." Claudette bergumam sembari membuka buku miliknya.
Kelas pagi itu berlalu dengan damai dan lambat. Phillip, anak laki-laki yang gemar membuat onar di dalam kelas terus menguap dan beberapa kali nyaris tertidur, anak itu terus begitu hingga jam makan siang. Phillip ditakuti oleh anak-anak di dalam kelas dan satu-satunya orang yang bisa mengatasinya hanyalah Irina, anak perempuan paling cantik sekaligus paling pendiam di dalam kelas.
Ruang kelas kembali sibuk dan berisik di jam makan siang. Beberapa anak perempuan membentuk gerombol kecil untuk memulai makan siang mereka dan pembicaraan mereka hanya berputar-putar tentang pita rambut dan anak laki-laki. Claudette pergi meninggalkan kelas bersama dengan keranjang makan siangnya, semua orang melewatinya begitu saja. Makan sendirian adalah hal terbaik yang bisa Claudette dapatkan sebab semua selalu berakhir buruk setiap kali ada anak lain yang menghampirinya.
Claudette duduk sendirian di atas tumpukan daun kering yang menutupi tanah. Ia menjejalkan makan siangnya sembari bersandar pada batang pohon besar di belakangnya dan pohon itu cukup untuk menyembunyikan tubuh kecilnya dari anak-anak yang gemar mengganggunya. Claudette tidak punya cukup tenaga untuk terlibat dalam kekacauan.
Di dalam kelas George Chester tidak menyentuh makan siangnya dan satu-satunya hal yang ia lakukan hanyalah terus memandang keluar jendela kelas yang dibiarkan terbuka lebar, ia terus melakukan itu sejak Claudette tiba di sana. George penasaran kenapa anak itu makan di luar padahal udara semakin bertambah dingin.
"Anak itu selalu terlihat murung dan gemar menyendiri." Ellios, anak laki-laki yang tadi pagi mengajak George berkenalan berdiri di depan meja sembari ikut melihat keluar jendela.
George menaikan sebalah alisnya. "Siapa yang sedang kau bicarakan?" tanyanya.
"Orang yang sudah membuatmu melupakan makan siangmu." Ellios menarik sudut bibirnya. "Adik perempuanku berada di kelas yang sama dengannya. Ia banyak membicarakan anak itu. Claudette, ia anak paling pintar di dalam kelas tapi seperti yang kau lihat ia tidak punya teman. Ia sering mendapat perlakuan yang tidak baik akibat latar belakang keluarganya yang buruk. Ibunya gila dan ayahnya gemar minum-minum. Ibuku melarang kami berteman dengannya." imbuhnya.
"Kenapa mengatakan itu padaku?"
Ellios mengangkat kedua pundaknya. "Kukira kau penasaran." ujarnya acuh.
"Sebaiknya kau juga tidak terlibat dengannya, anak-anak di dalam kelas kita juga gemar mengganggunya ketika bosan."
"Aku tidak peduli dengan apa yang terjadi padanya." balas George.
Hari itu George tidak memakan makan siangnya hingga kelas selesai, ia mendadak kehilangan selera makan tanpa sebab. Langit terlihat mendung dan angin semakin berhembus kencang, George berdiri di tengah lapangan sembari melihat ke dalam kelas Claudette yang kosong, anak itu pulang meninggalkannya.
George kembali ke rumah sembari mengingat kembali jalan yang pagi ini ia lewati, ia harus tiba di kediaman Margaret sebelum hujan turun. Lalu saat George mulai meragukan ingatannya sendiri, Claudette ada di sana, berdiri sendirian di bawah pohon oak besar sembari menunduk memainkan daun kering.
"Aku cemas kau melupakan jalan pulang." Ujarnya, suaranya terdengar serak.
"Aku sudah mengingatkanmu untuk berpura-pura tidak mengenalku."
"Karena itulah aku menunggumu di sini." Cludette membalas sembari berjalan mendahului George.
George terus memandangi punggung ringkih Claudette yang berjalan di depannya sembari memikirkan banyak hal.
"Jangan menungguku lagi, besok dan seterusnya."
"Aku mengerti." Claudette menyahut tanpa menoleh.
Claudette juga tidak ingin ada yang mengetahui jika George pulang bersamanya. Ia menunggu George hanya karena ia takut anak itu akan tersesat sementara hujan akan turun. Kemudian setelah melihat wajah George yang angkuh Claudette mulai sedikit menyesal sudah mencemaskannya.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
the lost boy / lee haechan
Hayran KurguGeorge Chester adalah kerabat jauh pemilik rumah tempat Claudette menerima pekerjaan sebagai pengurus hewan ternak. Usia George baru 13 tahun saat itu, ia datang dari kota. Ia angkuh dan ia benci Claudette-anak ringkih yang ditugaskan untuk membant...