08. first snow

10 2 0
                                    

Salju pertama turun bersamaan dengan seorang guru baru yang masuk ke dalam kelas.

Wanita itu masuk sembari membawa beberapa buku tebal dalam dekapan dan ia terus tersenyum ketika bicara. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Griselda, ia cantik dan ramah.

Jospehine tidak datang ke sekolah selama beberapa waktu setelah William berhenti dari pekerjaannya dan anak-anak di dalam kelas terus menebak-nebak apa alasan yang membuat pria tersebut berhenti.

Claudette tidak lagi pergi meninggalkan kelas ketika jam istirahat. Serena masih mengganggu Claudette dengan perkataannya namun ia dan teman-temannya berhenti memukul anak perempuan itu.

George dan Ellios kembali berbaikan dengan cepat. George mulai pulang dan pergi ke sekolah bersama anak laki-laki dari kelasnya sehingga Claudette hanya melihatnya ketika makan malam.

Sebentar lagi natal dan Griselda memberitahukan bahwa akan ada drama natal yang akan dilakukan bersama dengan anak-anak dari kelas lain.

"Cerita apa yang akan kita tampilkan?"

"Kita akan membahasnya dengan anak-anak yang lain. Jadi beritahukan aku jika kalian terpikir judul yang bagus." Griselda membuka bukunya. "Baiklah, sekarang mari mulai kelas hari ini dan lanjutkan pembicaraan tentang drama natal sepulang sekolah."

Ruang kelas selalu berubah menjadi berisik ketika jam makan siang. Claudette memperhatikan seisi kelas dari tempat duduknya sembari memakan rotinya, anak-anak perempuan sibuk membicarakan tentang judul drama natal dan menebak siapa yang akan menjadi pemeran utama wanita.

"Kau senang karena bisa makan dengan tenang?" Serena mengisi kursi kosong di hadapan Claudette, ia memainkan manisan chesnut di atas meja. "Apa hanya ini makanan yang bisa diberikan oleh ibumu? Oh, maaf aku lupa kalau ia gila."

"Apa menu makan siangmu hari ini?" tanya Claudette sembari meraih botol susunya.

"Apa?"

"Aku bertanya apa menu makan siangmu hari ini sampai kau tidak memakannya dan lebih memilih menggangguku." Claudette menarik sudut bibirnya. "Apa makan siangmu lebih buruk dari makan siang yang diberikan oleh ibuku?"

Serena beranjak dari kursinya, wajahnya berubah merah padam. "Kau yang memaksaku melakukan ini." Serena memukul sisi kepala Claudette dan meraih rambut panjangnya untuk membuat anak perempuan itu kembali mendongak.

"Kau menjadi semakin kurang ajar karena akhir-akhir ini aku mengabaikanmu." ujar Serena sembari menyiram wajah Claudette menggunakan susu.

Claudette mengulurkan tangannya untuk meraih kerah gaun Serena dan tangannya terhenti di udara ketika ia teringat Margaret, wanita itu pasti akan kecewa jika Claudette kembali ikut terseret dalam kekacauan.

"Aku minta maaf. Aku salah." ujar Claudette. "Tolong berhenti." imbuhnya.

Serena mundur beberapa langkah ke belakang. "Kau harus belajar bagaimana caranya memohon, lain kali aku tidak akan melepaskanmu jika kau memohon dengan nada angkuh seperti ini." ujarnya sembari menendang kaki meja perempuan itu.

"Berhenti mencari perhatian di dalam kelas, kau sangat menyebalkan." ujar Phillip yang terbangun akibat kekacauan siang itu.

"Pikirmu aku senang melakuka hal semacam ini?" Claudette menyimpan makan siangnya yang hancur. "Kau tidak akan mengerti sampai kau sendiri yang mengalaminya." imbuhnya sembari pergi meninggakan kelas dan satu-satunya tepat yang ingin ia datangi adalah sungai kecil di belakang sekolah.

Claudette melepaskan mantelnya yang kebesaran, mantel yang diberikan Margaret untuknya. Ia membasuh wajahnya yang lengket akibat susu menggunakan air sungai yang dingin hingga bibirnya membiru. Dadanya sesak dan matanya memanas. Apa semuanya akan berbeda jika ia terlahir dari keluarga yang sempurna? Apa orang-oramg akan memperlakukannya dengan baik jika ia terlahir secantik Irina?

"Apa kau akan mati jika tidak berususan dengan anak perempuan itu?"

Claudette berbalik untuk melihat George yang berdiri beberapa langkah di belakangnya sebelum kembali membasuh wajahnya dengan kasar.

"Aku bicara padamu, Claudette." George meraih satu tangan anak perempuan itu hingga ia berdiri. Wajahnya pucat dan salju mulai menghiasi rambutnya.

"Sudah kuperingatkan untuk tidak terlibat dalam hal semacam ini lagi. Apa peringatanku terdengar main-main bagimu?" tanya George dan ia tanpa sadar menaikan nada bicaranya.

Claudette mengigit bibirnya dan air matanya jatuh membasahi wajahnya. "Kenapa kau peduli dengan apa yang terjadi padaku? Padahal kau mengabaikanku selama ini."

"Apa hanya ini yang bisa kau katakan padaku?" George menguatkan genggaman tangannya pada pergelangan tangan anak perempuan itu.

"Kenapa kau memarahiku? Kenapa semua orang menyalahkanku padahal aku yang terluka?" Claudette bertanya dengan suaranya yang bergetar. "Kenapa kau tidak mendatangi Serena dan memarahinya, kenapa hanya aku?"

"Berhenti menangis dan jangan bertingkah kekanak-kanakan, Claudette."

Claudette tersenyum getir. "Aku yang bodoh karena lagi-lagi berharap orang sepertimu akan membelaku." ujarnya.

"Salju yang turun semakin banyak, cepat kembali ke kelasmu." George melepaskan tangan Claudette yang dingin.

"Tolong tinggalkan aku sendirian."

"Kenapa kau tidak bisa berhenti menangis? Karena ia memukulmu?" desak George.

"Karena ia menyinggung soal ibuku, karena ia menyebut ibuku gila.

"Ibuku tidak gila, ia hanya bingung." lirihnya.

"Aku mengerti." George mengambil mantel Claudette dan memakaikanya kembali. "Sekarang berhenti menangis dan kembali ke kelasmu, ya? Kau benar-benar akan terserang flu jika terus berada di sini." ujarnya dan suaranya perlahan melembut.

Sore itu Claudette tidak pergi ke rumah Margaret dan George merangarang alasan bahwa barangkali anak itu kelelahan mempersiapkan drama natal.

Claudette kembali ke rumah dengan matanya yang sembab. Ia menggigil akibat pakaianya yang basah dan salju yang terus turun sepanjang perjalanan pulang. Ia masuk ke dapur setelah mengganti pakaiannya, di atas meja makan terdapat sekeranjang penuh buah aprikot dan roti yang tidak berkurang sejak tadi pagi. Ibunya pasti mengurung diri lagi dan melewatkan waktu makannya. Tidak ada yang berjalan dengan baik hari itu.

Claudette menghampiri kamar ibunya sembari membawa roti dan mentega. Wanita itu duduk menghadap jendela, ia tidak menyadari kehadiran Claudette.

"Ibu." panggilnya lembut.

Wanita itu menoleh, raut wajahnya berubah menjadi sendu. "Apa kau melihat bayiku?" tanyanya.

Claudette menghampiri ibunya dan meraih tangan hangat wanita itu. "Kenapa ibu selalu melewatkan waktu makan? Lihat betapa kurusnya ibu." lirihnya.

Wanita itu kemudian dengan tiba-tiba menghempaskan piring yang Claudette bawa dan menarik rambutnya sembari berteriak. "Bawa bayiku kemari." ujarnya sembari menguncang tubuh kurus putrinya. "Aku akan membunuhmu jika kau tidak membawanya sekarang!"

"Ibu...tolong berhenti...sakit." Claudette menangis sembari menyentuh tangan hangat ibunya yang kini berubah mencengkram lehernya hingga ia kesusahan untuk bernapas.

Claudette terbatuk ketika ia berhasil melepaskan diri. Ia mundur beberapa langkah ke belakang dan menginjak pecahan piring di lantai. "Tidak bisakah ibu menyadari keberadaanku?"

tbc

the lost boy / lee haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang