04 - Jodoh Si Pengamat

275 34 0
                                    

"Halo, earth to," jentikan jari Leya yang berjarak beberapa senti dari wajahnya sedikit mengagetkan Karin. "Lo udah berapa jam jadi FBI gitu? Gak bosen?"

Bosan.

Karin Ayudisa Thamadi.

Mereka adalah teman baik yang sulit lepas. Ibunya juga sempat protes dengan sifat Karin yang mudah bosan. Selama seminggu dengan giat menjalani hobi barunya, budi daya tanaman. Membeli segala jenis pot dengan berbagai ukuran, beberapa pupuk yang katanya bisa berguna dan menjadi alat dasar untuk memulai hobi barunya. Belum lagi 3 tanaman baru yang selalu ia bawa pulang setiap harinya.

Tapi itu semua hanya bertahan di minggu pertama perjalanannya menemukan hobi baru, di minggu kedua Karin mulai sering lupa menyemprotkan tanaman sebagai asupan air tiap pagi karena jam bangunnya sangat mepet dengan jam berangkat ke kantor. Sehingga, mau tidak mau tugas itu diambil alih oleh sang Ibu.

Daun yang mulai menguning pun di minggu ketiga mulai tidak Karin hiraukan karena sibuknya ia mengejar target KPI perusahaan. Maklum, sudah menjelang akhir tahun. Jadi semua pekerjaannya serba ngebut.

Sampai akhirnya tiba di minggu kelima dan keenam, Karin yang sering menginap di Kantor mulai lupa dengan hobi barunya bahkan anak-anak hijaunya. Dan tentu saja yang paling vokal menyuarakan protes adalah Ibunya karena beliau yang kena imbasnya.

Sejak saat itu, setiap Karin terlihat memiliki hobi baru, entah itu menyulam, membuat roti, atau yang paling terbaru tertarik untuk memelihara kura-kura—karena secara aneh seluruh media sosialnya dipenuhi dengan postingan mereka yang tengah mengoleksi kura-kura dari segala jenis—Ibunya yang tidak akan kenal lelah untuk memperingatkan Karin untuk tidak impulsif.

Karin Ayudisa dengan ke-impulsifan yang ia miliki, akan berakhir cepat karena dirinya mudah bosan.

Dan biasanya, jarinya hanya akan bertahan 30 menit untuk terus menggulir layar ponselnya atau memencet tulisan tebal berwarna mencolok yang akan membuat ponselnya menampilkan informasi-informasi baru.

Tapi kali ini, sudah 3 jam Karin habiskan untuk mencari tahu tentang orang yang untuk pertama kalinya kemarin malam, namanya muncul pada bar notifikasi ponselnya setelah Sang Ibu menjualnya pada lelaki itu.

"Seru banget, Le. Dia aktif di Organisasi Kemanusiaan dan Anak-Anak ternyata,"

Melihat senyum Karin yang mengembang, Leya ikut tertular. "Oh, ya?"

Karin mengangguk dan meletakkan ponselnya pada meja ruang tamu di depannya. Ia meregangkan tubuhnya yang tanpa sadar setia pada satu posisi selama 3 jam itu. Membuat Karin mulai merasa sedikit pegal.

"Terus ternyata cukup aktif di sosial medianya untuk sharing, kasih awareness tentang itu juga kesehatan. Dan cara dia nyampein enak banget, bahasanya gak terlalu tinggi. Jadi gue yang awam banget ini juga cukup ngerti."

Leya bergabung di sofa dan duduk di sebelah Karin, ia mengambil satu bantal sofa dan memeluknya. "Kata Tante Rissa, Dokter ya, Rin?"

Oh, ekspresi wajah itu!

Karin yang sudah mengenalnya sejak SMP tahu betul apa maksudnya. Leya sudah siap masuk ke mode Ibu-Ibu Gosip.

"Iye," dengan malas Karin menjawab. Ia menyenderkan kepalanya pada punggung sofa yang empuk. Pandangannya tertuju pada langit-langit ruang tamu rumahnya.

Hari sabtu. Waktunya yang pas untuk bersantai dan..

bergosip?

"Ih, keren banget. Dokter apa, Rin?"

Normalnya, Ini Tidak Normal.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang