03 - Dua Minggu

334 43 0
                                    

"Saya Aburi Ramen ya, Mas."

Karin mengerutkan hidungnya sambil memandangi foto semangkuk ramen pada buku menu yang ia pegang. Ia baru saja membaca nama makanan tersebut dalam hati, berencana memesannya. Tapi Adjie melakukannya lebih dulu.

"Kamu mau apa, Rin?" Tanya Adjie sesaat setelah ia selesai memesan dan Karin masih belum bersuara juga padahal pandangannya terlihat seperti sudah tertuju pada satu menu yang akan dipilihnya.

Gadis itu tidak menjawab, ia membalik halaman berikutnya. Matanya memindai menu apa saja yang tersedia dan secara otomatis berhenti pada gambar semangkuk Ramen dengan kuah berwarna merah.

"Pedes banget gak, Mas?" tanya Karin sambil menunjuk menu yang ia maksud dan mengalihkan pandangan pada pramusaji yang sedang berdiri di sebelahnya.

"Dari satu sampai sepuluh, tujuh sih, Kak."

Karin mengangguk. Isi kepalanya sedang menimbang keputusan apa yang sebaiknya ia ambil.

Masalah makan dan minum, Karin memang cenderung penuh pertimbangan. Baginya, apa yang masuk ke dalam perutnya haruslah sesuatu yang tidak akan ia sesali dan akan membuat perutnya, juga suasana hatinya menjadi puas. Selain itu, alasan kenapa ia bisa lama memilih satu menu makanan untuk disantap, seringkali keinginan hati dan pikiran tidak sejalan.

Seperti sekarang, ia ingin sekali memakan sesuatu yang berkuah pedas. Beruntungnya, Resto Ramen yang mereka datangi memiliki menu itu.

Tapi, ia baru ingat kalau beberapa hari lalu Karin sempat bergumul dengan Diare karena makan pedas.

Jadi, harus pesan apa, dong?

"Bingung," ucapnya dengan helaan napas. Kali ini ia belum berhasil menjadi moderator untuk hati dan pikirannya. Jadi, Karin membutuhkan bantuan.

Call a friend.

"Rekomendasi kamu apa?" Tanya Karin pada lelaki yang pandangannya sedang terfokus padanya itu.

Adjie kembali membolak-balik halaman buku menunya. "Jushi Ramen looks yum."

"Salah satu favorit, Kak," sahut pramusaji sebagai konfirmasi kalau feeling Adjie tidak salah.

Akhirnya, Karin menentukan pilihan sesuai rekomendasi Adjie. Mereka juga memesan minum dan dua makanan pendamping. Diakhiri dengan pramusaji yang membacakan kembali pesanan yang dibuat.

"Yup, thank you, Mas." Adjie memberikan buku menu yang dipegangnya. Karin mengikuti gerakan dan ucapan Adjie.

Setelah pramusaji itu meninggalkan meja mereka untuk menyampaikan pesanan yang baru saja dibuat. Adjie segera mengantongi ponselnya. Pandangannya kembali terfokus pada Karin. Gadis yang sedang melihat sekelilingnya.

Bagi Karin, ini kali pertamanya berkunjung. Sedangkan Adjie beberapa kali sering mampir untuk menikmati Ramen yang terhidang bersama teman-teman kerjanya.

"Seru ya suasananya," komentar Karin setelah ia merasa puas menikmati interior yang ada disekitarnya juga beberapa tamu yang mengisi meja kosong.

Adjie mengangguk setuju. "Salah satu yang sering aku datengin sih."

"Oh, iya?" Karin merespon dengan nada bertanya. Memancing supaya Adjie melanjutkan kalimatnya.

Seperti, apa makanan yang sering dipesan? Darimana ia tahu tempat ini? Alasan apalagi yang membuatnya sering datang. Yang paling penting, dengan siapa ia sering datang?

"Anyways, kepikiran," Adjie memperbaiki posisi duduknya. Mencari posisi ternyaman dan berakhir dengan menyandarkan punggungnya pada kursi yang ia duduki. "Kamu tipe yang kalau sering dateng ke satu resto, selalu pesen yang sama? Kayak menu jagoanmu yang udah pasti enak. Atau nyoba menu lainnya sampe semua menu udah kamu cobain?"

Normalnya, Ini Tidak Normal.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang