"Tolong tahan!"
Seruan yang didengar Karin membuatnya dengan sigap menekan tombol untuk menahan pintu lift agar tetap terbuka.
"Terima kasih, Rin," ucap lelaki yang berhasil masuk ke dalam lift. Kali ini ia mengambil bagiannya untuk menekan tombol supaya pintu tertutup dan menuju tujuan yang sama, lobi. "Baru pulang? At this hour?"
Karin mengangguk sambil tersenyum ramah. "Biasa, Pak. Menuju akhir bulan, ngejar tutup buku. Bapak?"
"Baru kelar nyiapin dokumen buat proyek di Bali."
Karin mengangguk mengerti karena proyek itu juga yang membuat Karin lembur hingga jam 9 malam dan menyebabkan satu lift dengan atasannya secara struktural walaupun beda divisi.
"Gak balik sendiri, kan?"
"Enggak, Pak. Udah dijemput," balasnya menambahkan kekehan pelan. Membuat Derry sadar kalau ada maksud lain.
"Pacar?"
"Kind of."
"Kok kind of? Baru pendekatan?"
Karin menggeleng, "gak juga sih, Pak. Leya belum cerita, ya?"
Mendengar nama gadis itu disebut, Derry menggeleng dan menunduk sambil menghela napasnya. "Leya lagi, Rin. Saya juga heran, kadang sangat tertutup tapi bisa jadi paling overshare."
Karin memang satu-satunya pegawai di kantor yang mengetahui kisah antara Derry dan Leya. Tentu saja dia mendapat akses spesial karena Leya adalah sahabatnya. Tapi yang Karin tidak tahu, Leya sempat meminta izin dari Derry terlebih dahulu apakah kisah mereka bisa Leya bagikan pada Karin--secara eksplisit. Mendapatkan persetujuan dari Derry maka Leya dapat menceritakan pada Karin dengan perasaan lebih lega dan tanpa beban karena sebenarnya pun kalau Derry tidak setuju, Leya akan tetap bercerita.
Dan untuk pernyataan Derry barusan, tentu saja Karin setuju.
"Saya gak tau ini lancang atau enggak, Pak. Tapi, apakah sudah jelas, Pak? Hubungan kalian?"
Rasanya Karin harus sedikit campur tangan untuk hal ini. Karin paling tahu kalau Leya juga mengharapkan hubungannya dengan Derry berada di tahap selanjutnya. Tapi gadis itu memang wanita paling keras kepala dan gengsi bahkan terkadang melebihi Karin pada hal tertentu, salah satunya dalam hal komitmen.
"Tapi kalo tidak berkenan menjawab juga gak mas-"
"Belum."
"But, how you feel towards her, Pak? Again, saya gak bermaksud lancang tapi jujur deh saya juga greget, Pak. And if i can help with anything, please let me know."
Pintu lift terbuka dan telah sampailah mereka berdua di lobi. Baik Karin maupun Derry, mereka segera berjalan keluar lift menuju pintu keluar lobi. Dari tempatnya berjalan sekarang, Karin bisa melihat mobil hitam yang berhenti di depan lobi.
Mobil Adjie.
Karena sudah selarut ini, satpam gedung pun memberikan kelonggaran peraturan sehingga mobil Adjie bisa berhenti cukup lama di depan lobi mengingat sudah tidak ada lagi antrean mobil keluar ataupun hendak menjemput. Jadi tidak perlu bergantian.
"Pokoknya kalau Bapak perlu bantuan, saya siap bantu. Yang jemput saya sudah di depan, duluan ya Pak!" Pamit Karin lalu sedikit berlari menuju mobil Adjie terparkir.
"Gak mau ngenalin ke saya dulu, Rin?" Ledek Derry sambil tersenyum ramah.
Karin yang sedang berlari kecil menoleh ke belakang, "makanya resmi dulu ya, Pak? Biar bisa double date." Canda Karin lalu melambaikan tangannya pada Derry dan memutar badannya sesuai arah larinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Normalnya, Ini Tidak Normal.
RomanceNormalnya, perjodohan adalah hal yang paling dihindari. Siapa juga yang suka diatur hidupnya? Terlebih dalam hal memilih pasangan hidup. Seseorang yang akan menemani kita seumur hidup. Maka dari itu, harus teliti dalam hal menyeleksi. Tapi bagi Kari...