17 - Salah Begadangnya

148 20 0
                                    

"Gak mau udahan aja?"

"Mas! Pemilihan kalimatnya yang bener!" Protes Karin sambil mengeratkan pelukannya dengan guling kesayangannya.

Di hadapannya ia letakkan laptop dengan wajah Adjie yang memenuhi layar. Waktu hampir menunjukkan pukul 1 pagi, namun rasanya Karin masih rindu karena dalam sehari, ia hanya bisa melihat wajah Adjie di tengah malam itu pun paling lama hanya sejam. Mengingat Adjie yang harus buru-buru kembali mengikuti seminar.

Tapi hari ini, Adjie sudah menyelesaikan sesi terakhir seminarnya tiga jam yang lalu. Maka dari itu, Karin mengambil kesempatan ini untuk bisa lebih lama melakukan panggilan video dengan kekasihnya itu.

"Maksudnya, gak mau udahan aja callnya? Kamu emang gak mau tidur? Walaupun besok sabtu, tapi kan harus istirahat. Jangan begadang terus." Tanya Adjie lalu ia menghilang sejenak dari kamera.

"Mau."

"Tapi?" Wujudnya belum terlihat namun suaranya masih jelas terdengar oleh Karin.

"Masih kangen," sahut Karin membalas.

Karin memang terkenal dengan gengsinya, ia juga terkenal dengan kemampuan buruknya dalam basa-basi, namun sekarang ketika itu berkaitan dengan perasaan dan hubungannya dengan Adjie, gadis itu belajar untuk jujur menyampaikan apa yang ia rasakan. Selain karena mengingat nasihat dari Ibunya, Karin juga ingin mempermudah Adjie dalam memperlakukannya dengan baik. Karin tidak mau membiarkan Adjie menebak apa yang ia rasakan atau pikirkan lalu jika respon Adjie tidak sesuai maka Karin akan makin kesal.

Oleh karena itu, untuk mengurangi masalah baru terjadi, Karin bertekad untuk terus terang saja dengan apa yang ia rasakan dan pikirkan kepada Adjie.

"Kalo gitu Mas mau liat muka orang kalo lagi kangen," ledek Adjie yang kali ini sudah kembali memunculkan wujudnya dengan sebuah roti lapis di tangan kanannya.

"Lagi jauh pun masih nyebelin," komentar Karin sambil memberikan tatapan sinis pada Adjie. "Mas baru mau sarapan? Gak mungkin makan siangnya sandwich doang, kan?"

Adjie menggeleng sambil menggigit roti lapisnya itu dengan lahap, "nyemil."

Karin tertawa pelan, Adjie dan selera makannya memang selalu berhasil membuat Karin takjub.

"Kalo Mas udah selesai seminarnya, kenapa gak pulangnya hari ini aja? Kenapa musti besok?"

Adjie menjeda sejenak jawabannya, ia sedang sibuk menghabiskan roti lapis yang baru ia gigit. "Kan malem nanti mau visite."

Karin mengangguk mengerti, sebelum ia bisa menuju pertanyaan selanjutnya, ia merasakan dorongan pada lambungnya yang meminta untuk keluar melalui tenggorokannya. Karin mencoba menahannya sehingga ia batuk beberapa kali.

"Nah, kan. Masih sakit? Kamu tuh udah minum obat belum, sih?"

Karin beringus, sambil mengangguk menjawab pertanyaan Adjie, ia dengan segera mengambil tisu yang sudah siap sedia berada di dekatnya.

"Gak keliatan lebih baik," komentar Adjie kembali. "Ke Dokter, ya? Besok. Gak usah tunggu aku pulang dulu."

"Gak mau, besok udah sembuh kok." Sahut Karin. "Ini aku meler karena habis batuk sama bersin aja."

"Pusing sama mualnya masih?" Tanya Adjie memastikan. Ia terlihat cukup kuatir dengan kondisi Karin. Terlebih tidak dapat melakukan apapun karena saat ini jaraknya sedang puluhan ribu kilometer jauhnya dari Karin.

"Batuknya tuh muncul karena aku nahan mualnya, Mas. Jadi bukan batuk karena flu."

Adjie terlihat sedang memikirkan sesuatu, pandangannya tertuju ke atas nampak seperti sedang menerawang. "Berarti mual dan pusing aja? Makanmu teratur gak?"

Normalnya, Ini Tidak Normal.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang