07 - Kecupan Pertama

387 36 6
                                    

Selepas mereka pulang kencan dari Mal yang berada di pusat kota, Adjie menyarankan untuk Karin mengunjungi rumahnya terlebih dahulu. Supaya Aki Maman tidak perlu bekerja lembur terlalu lama dan bisa kembali menikmati hari liburnya.

Dengan rasa empati yang ia miliki, Karin tentu saja setuju karena dalam pikirannya mereka hanya akan mengantarkan Aki Maman setelah itu Adjie akan lanjut mengantar Karin pulang.

Namun, rupanya itu hanya asumsi yang ada di pikirannya. Kenyataannya, ia sekarang sedang duduk di teras halaman belakang rumah Adjie dengan suguhan Teh Jahe juga beberapa toples kaca berisi camilan. Di pangkuannya ada dua buku album foto dengan ukuran yang cukup besar.

"Kamu pasti berasa keren banget ya, Mas?" Tanya Karin sambil menunjuk foto yang menampilkan Adjie dengan salah satu sepupunya.

Pada foto itu, Adjie dan sepupunya itu memiliki potongan rambut yang mirip. Rambut panjang sampai bawah telinga dan bandana biru yang melilit kepala Adjie. Dengan kaos lekbong dan celana jeans ketat berwarna biru muda.

"Jelas," jawab Adjie singkat dan penuh kepercayaan diri.

Karin hanya terkekeh sebagai respon. Tangannya terus membalik setiap halaman. Tidak terlalu banyak foto yang bisa ia jadikan bahan untuk meledek Adjie. Karena sepertinya ini hanya buku album foto berisi kenangan bersama keluarga terdekat dan beberapa saat mereka sedang pergi berlibur di dalam negeri juga di luar negeri.

Senyum Karin sesekali terulas saat melihat beberapa foto yang hanya ada Adjie dan kedua orangtuanya. Entahlah, tapi Karin dapat merasakan kehangatan yang terpancar dari momen yang diabadikan tersebut. Melihat pemandangan langka tersebut, Adjie juga tidak mau kehilangan momen. Tangannya dengan sigap mengeluarkan ponsel miliknya dan segera memotret Karin yang tengah tersenyum manis.

Merasa satu saja kurang cukup, jempol Adjie secara liar terus menekan tombol capture. Ia bahkan ikut tersenyum. Dan saat Karin secara tiba-tiba mengerutkan dahinya, Adjie kembali mengikuti ekspresi tersebut.

"Kok?"

Adjie yang bingung ketika melihat ekspresi merengut Karin pada layar ponselnya segera menatap Karin langsung untuk mengecek bahwa apa yang diperlihatkan kamera ponselnya bukan ilusi.

"Ken-" pertanyaan Adjie terhenti ketika pandangannya mendarat pada foto yang baru saja Karin tunjuk dan membuatnya sadar mengapa ekspresi Karin tiba-tiba berubah drastis. "Bukan aku yang taruh."

Nada kepanikan pada pernyataan Adjie barusan disertai dengan gerakan cepat untuk merebut buku album foto tersebut dari pangkuan Karin. Tanpa dipikirkan lagi, Adjie segera mengeluarkan foto kramat tersebut.

Momen Adjie yang berpose di depan logo kampus setelah acara wisudanya dengan seorang wanita yang ia rangkul di sebelahnya.

Sebenarnya Karin hanya menanyakan kenapa pose mereka cukup intim. Apakah perempuan di sebelahnya adalah saudaranya juga? Atau hanya teman kampus? Tapi melihat respon Adjie yang berlebihan, Karin rasa peran wanita itu lebih dari sekedar saudara dan teman.

"Oh, itu mantan isteri kamu itu?" Kali ini pertanyaan yang terlontar dari bibir Karin cukup tidak memberika nada yang berarti. Terdengar datar.

"Loh? Tadi kamu bete liat foto ini kenapa? Kamu gak tau?"

Karin hanya mengangkat kedua bahunya acuh, "posenya emang intim banget. Tapi aku kira saudara atau temen. Bukan, ya?"

Jadi, buat apa Adjie sepanik tadi? Harusnya ia baru panik sekarang.

Rasa gatal secara tiba-tiba menyelimuti kulit kepalanya. Adjie menggaruk kasar kepalanya dan segera menyingkirkan foto tersebut untuk ia sembunyikan di belakang punggungnya.

Normalnya, Ini Tidak Normal.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang