Arsa dengan segala perhatiannya jelas menjemput para sahabatnya satu persatu menggunakan mobil milik ayah Pelita. Mereka bertetangga, rumah yang Arsa sewa bersama ibunya berdekatan dengan rumah milik Pelita, jadi, tidak heran jika ayah gadis itu mempercayakan mobilnya kepada Arsa untuk di bawa satu minggu penuh.
Tiga gadis berhasil Arsa kumpulkan di dalam mobil, tinggal satu lagi yang memang arah rumahnya sejalan dengan arah keluar kota menuju Desa Woso. Mengingat hal itu, Arsa hanya mampu berdoa di dalam hatinya agar tidak ada apapun yang terjadi.
Mobil hitam itu berhenti di depan sebuah rumah bernuansa putih gading dengan desain minimalis yang elegan. Mereka turun dari mobil saat melihat ibu dari Ona tengah berdiri di ambang pintu.
Dengan sopan mereka mencium tangan wanita itu yang di balas dengan sapaan tak kalah hangat.
"Duh, kalian ini liburan kok malah pergi ke desa terpencil, sih?" tanya Mira sambil menggelengkan kepala, butuh waktu berjam-jam agar hatinya mengizinkan anak sulungnya untuk pergi berlibur ke tempat itu. Cerita dan segala mitos di sana terlalu mengerikan.
"Arsa juga udah bilang gitu, Tan, mereka ngeyel," jawab Arsa yang langsung mendapatkan pukulan pelan dari Fiela.
Kedatangan Ona yang menyeret satu koper berwarna hitam memutus pembicaraan mereka. Tak tertinggal sebuah tas sandang berwarna hitam dengan gantungan penuh wajah dari idol kpop kesayangan gadis itu juga tersampir apik di bahunya.
"Lo masih jualan gantungan kunci, Na?" tanya Lavia saat melihat koleksi gantungan kunci milik Ona semakin bertambah banyak.
Ona jelas melirik sinis kemudian menepis jemari Lavia yang ingin menyentuh gantungan kunci miliknya, "Jangan sentuh Jihoon gue!"
Mereka yang melihat hal itu hanya menggeleng prihatin. Arsa dengan sigap mengangkat koper besar milik Ona untuk di simpan ke bagasi kemudian berpamitan dengan Mira.
"Arsa, tolong jaga mereka, ya. Tante khawatir banget," ucap Mira yang langsung di angguki oleh Arsa.
"Arsa pasti jagain, Tante. Selama ini dia yang selalu jagain kami berempat, jagain yang kali ini juga bukan apa-apa buat Arsa," ujar Lavia sambil tersenyum menatap Mira. Tidak ada yang tau jika ucapan Lavia memiliki ribuan harapan agar Arsa benar-benar menjaga mereka.
Arsa sendiri hanya mampu mengangguk lalu meminta mereka semua untuk masuk ke dalam mobil dengan Pelita yang duduk di samping kemudi dan tiga lainnya berada di bangku penumpang.
"Gue mau di dekat kaca," ucap Lavia seraya meminta Fiela dan Ona untuk naik lebih dulu.
Fiela naik duluan sambil mendengus sebal, "Sekalian aja duduk di atap mobil, La. Lebih luas jarak pandang lo."
"Ona tuh katanya mau," balas Lavia kemudian menutup pintu mobil, gadis itu menyempatkan diri untuk melambaikan tangan kepada Mira sebelum menutup penuh kaca mobil, "siapa tau halunya lebih lancar."
"Nggak di atas aja halunya udah di luar nalar," celetuk Pelita lalu terkekeh pelan
"Bacot, ah."
Arsa menghela nafas pelan, pemuda itu melirik kearah kaca untuk menatap tiga gadis di belakang sana kemudian menoleh kearah Pelita yang masih tertawa.
"Berdoa dulu sebelum berangkat."
"BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM! Semoga selamat sampai tujuan!" teriak tiga gadis itu secara bersamaan, dengan itu Arsa melajukan mobilnya dalam kecepatan sedang.
Fiela yang merupakan satu-satunya non muslim di sana hanya bersorak ria sambil menggenggam kalung salib miliknya.
"Kalian izinnya gimana, kok bisa di izinin?" tanya Arsa penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Woso Tanah Neraka [END]
HorrorKeputusan untuk berlibur setelah kelulusan sebelum berpisah menuju impian masing-masing menjadi sebuah malapetaka untuk lima remaja tersebut. Bukannya menghirup udara segar khas pedesaan yang masih asri, mereka malah menemukan fakta-fakta mengerika...