6. Kunjungan Dari Mereka

2.5K 155 36
                                    

Matahari sudah benar-benar tenggelam, menyisakan sedikit cahaya yang agak memantulkan awan-awan mendung di langit yang mulai menghitam.

Kelima remaja itu sudah kembali sejak tiga jam yang lalu, hari pertama liburan jelas sudah terlewati dengan cukup melelahkan. Saat kembali tadi, suasana desa masih sepi, namun, pintu-pintu rumah yang tadi tertutup rata-rata sudah terbuka lebar.

"Fiela tidur?" tanya Pelita seraya mendudukkan diri di sebelah Ona yang tengah melihat-lihat hasil foto mereka tadi.

Setelah pulang dari sungai, mereka langsung bergantian membersihkan diri kemudian mengisi tenaga dengan masakan seadanya.

"Katanya capek, jadi, pamit tidur duluan," jawab Ona tanpa mengalihkan pandangannya dari kamera.

Agak terdengar aneh ketika sosok Fiela yang biasanya aktif dan cerewet tiba-tiba mengeluh lelah hanya karena habis berjalan-jalan ke sungai yang tidak terlalu jauh.

"Aneh, ya, Ta?" tanya Lavia saat melihat Pelita yang tampak agak melamun. Gadis itu terlihat mengangguk pelan saat mendengar pertanyaan Lavia tadi.

Pelita merenggangkan tubuhnya, "Orang kayak El tiba-tiba tidur cepet, tuh, bikin khawatir. Apa dia sakit, ya?"

Dua gadis lainnya menggeleng tanda tak tau. Mereka juga merasa khawatir, namun, Fiela tadi benar-benar tidak menunjukkan ciri-ciri sedang sakit, hanya saja gadis itu terlihat lebih pendiam dari biasanya.

Tiga pasang mata itu kemudian beralih menatap seseorang yang baru keluar dari kamar. Hingga membuat seseorang di sana mengernyitkan dahinya kebingungan.

"Apa?" tanya Arsa seraya mengangkat sebelah alisnya.

Mereka menggeleng serentak, membuat Arsa memasang heran. Pelita berdiri saat Arsa sudah berada di dekat mereka, "Aku liat El dulu, deh."

"El kenapa?"

Bersamaan dengan itu, pintu rumah di ketuk dengan tempo yang sangat pelan. Mereka bertiga saling bertukar pandang sebelum dua gadis yang tersisa meminta Arsa untuk membuka pintu.

Arsa dengan langkah penuh kekhawatiran perlahan berjalan mendekati pintu, menyempatkan diri untuk menghirup nafas panjang kemudian membuka pintu rumah.

Pemuda itu seketika menatap tajam tamunya yang merupakan seorang pria paruh baya. Arsa memutar pandangannya, menatap sekeliling rumah yang terlihat sangat sepi.

"Hanya saya sendiri," bisik pria itu kemudian menyeringai tipis, "boleh bertamu?" tanyanya sembari berusaha menatap ke dalam rumah.

Arsa sempat berpikir sejenak, pria ini hanya sendirian, lagipula lebih berbahaya jika Arsa menolak. Mereka bisa saja nekat memasuki rumahnya tanpa izin.

Pintu di buka lebar, sehingga membuat pria itu mampu menatap Ona dan Lavia yang masih duduk diam di kursi ruang tamu. Arsa dengan segala keterpaksaannya mempersilahkan pria itu untuk masuk.

Terlihat pria itu menenteng sebuah plastik hitam di tangan kanannya, ada juga sesisir pisang di tangan kiri pria itu. Dua gadis di sana mengangguk sopan sambil mempersilahkan tamu mereka untuk duduk.

"Saya buatkan minum, Pak," ucap Ona menawarkan, gadis itu hendak berdiri kemudian terhenti karena si pria tertawa serak. Agak mengerikan karena terdengar seperti suara sapi yang tengah di gorok.

"Tidak usah repot-repot," ujar pria itu sembari tersenyum lebar, dirinya yang masih berdiri menyodorkan buah tangannya kearah Lavia yang masih duduk di kursi.

Lavia sempat menatap Arsa yang juga masih berdiri, saat pemuda itu mengangguk barulah Lavia mengambil pemberian si pria kemudian meletakkannya di atas meja.

Woso Tanah Neraka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang