Pelita terjaga saat merasakan sebuah tangan mendarat di wajahnya. Gadis itu menggeleng pelan kemudian meletakan tangan Lavia untuk kembali ke posisi yang benar.
Dirinya mengambil ponsel yang berada di atas kepala, waktu baru menunjukkan pukul dua pagi, hampir setengah tiga sebenarnya.
"Sholat tahajud, deh," ucap Pelita seraya berusaha turun dari ranjang tanpa membangunkan teman-temannya.
Jemari gadis itu menggenggam ponsel, mengarahkan senter ponsel untuk membantunya keluar kamar.
Sejak menginjakkan kaki di sini, Pelita tanpa sadar meninggalkan kewajibannya itu. Agak aneh saat Pelita tidak merasa heran ketika tidak mendengar adzan yang berkumandang di tempat ini.
Jangankan suara adzan, bangunan seperti masjid dan musholla saja tidak terlihat di persekitaran desa.
"Mungkin karna ini kemarin aku di tunjukin penampakan."
Bulu kuduknya seketika meremang saat mengingat insiden tangan kemarin. Padahal ketika matanya terbuka tadi, Pelita sama sekali tidak mengingat hal itu.
Pelita menatap ruang tamu yang tampak gelap walaupun lampu minyak selalu di nyalakan. Gadis itu kemudian melanjutkan langkah menuju satu-satunya kamar mandi yang terletak di dekat dapur.
"Astagfirullahaldzim," gumam Pelita saat tengkuknya terasa di tiup pelan, secepatnya gadis itu mengambil wudhu. Berusaha tidak memikirkan hal buruk yang melintas di kepalanya.
Setelah selesai Pelita lantas kembali ke kamar agak berlari tanpa menatap apapun di sekitarnya. Gadis itu menutup pintu kamar dengan kepala menunduk lalu melangkah menuju koper miliknya.
Mengambil mukenah yang belum pernah tersentuh sejak datang kemari. Gadis itu membentang sajadah kemudian memulai sholatnya.
"Allahu Akbar."
Saat rukuk pertama, Pelita merasa kegelisahan memenuhi hatinya. Untuk pertama kalinya gadis itu merasa gelisah dalam ibadahnya.
Itu berlangsung cukup lama, entah kenapa waktu rasanya berjalan sangat lambat. Kamar ini pun mendadak lebih sunyi dari sebelumnya.
Tanpa di sadari, Pelita sampai di sujud terakhirnya. Telunjuknya bergetar saat membacakan tahiyat akhir. Gadis itu menarik nafas panjang sebelum menoleh ke kanan untuk mengucapkan salam.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu."
Nafas Pelita tercekat, merasa tak sanggup untuk menggerakkan kepala saat sudut matanya tak sengaja melihat warna merah yang menyala terang di sudut kamar.
Sebuah wajah dengan sekelebat seringai kejam seolah menatapnya sejak tadi. Dengan perasaan tertekan, Pelita menyelesaikan sholatnya kemudian melangkah menuju ranjang dengan keadaan mata tertutup.
Tak ingin melihat wajah bengis yang terus menatap empat gadis di atas ranjang. Wajah itu tidak memiliki tubuh ataupun kepala, hanya seperti suatu hal yang tumbuh memalui dinding.
Pelita merasakan ketakutan yang teramat besar, bahkan tanpa sadar menangis tanpa suara saat bisa merasakan jika wajah itu masih berada di sana.
Mengamatinya tanpa berpaling sedikitpun.
...
Ona berkedip beberapa kali saat merasakan hawa dingin menusuk sampai ke tulang. Gadis itu perlahan bangun saat merasakan kasur sempit ini terasa lebih luas, agak mengernyit terkejut ketika melihat Pelita yang tertidur berbalut mukenah.
"Bikin kaget aja."
Gadis itu turun dari ranjang tanpa berniat membangunkan Pelita. Dirinya sempat menghampiri jendela hanya untuk menemukan awan mendung yang melingkupi langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Woso Tanah Neraka [END]
HorrorKeputusan untuk berlibur setelah kelulusan sebelum berpisah menuju impian masing-masing menjadi sebuah malapetaka untuk lima remaja tersebut. Bukannya menghirup udara segar khas pedesaan yang masih asri, mereka malah menemukan fakta-fakta mengerika...