Part 3~Valeska Marah

284 59 26
                                    

Sesampainya di rumah, Gio segera membantu Valeska menaiki tangga dengan penuh kehati-hatian. Langkah mereka pelan, seolah setiap gerakan mengandung makna kasih dan perlindungan. Saat mereka hampir sampai di atas, Bi Sari keluar dari kamarnya dan melihat pemandangan itu dengan kekhawatiran yang langsung membuncah di wajahnya.

"Loh! Non cantik kenapa?" seru Bi Sari dengan sedikit teriakan panik, penuh perhatian yang sudah tertanam selama bertahun-tahun.

Gio menoleh, matanya bertemu dengan Bi Sari yang kini berdiri di anak tangga terakhir. "Valeska sakit, Bi. Bisa tolong bikinin teh hangat?" tanyanya lembut.

Bi Sari segera menjawab dengan semangat khasnya, "Boleh, Den, boleh. Bibi langsung bikinin sekarang juga, dengan cinta dan kasih sayang Bibi buat Non cantik!" ujarnya penuh kehangatan. Bi Sari, yang telah menjadi bagian dari keluarga ini selama lima tahun, segera melesat ke dapur.

Setelah sampai di dapur, Bi Sari segera menyiapkan teh. Sambil menunggu air mendidih, ia bergumam sambil tersenyum, "Bibi kasih jampi-jampi biar sakitnya kabur sejauh mungkin... Fwing." Dengan lembut, ia meniup teh hangat yang sudah ia siapkan, seolah tiupan itu membawa keajaiban.

***

Di kamar, Gio bersiap untuk pergi bekerja. Ia duduk di tepi tempat tidur dan menatap Valeska yang masih terlihat lemah. "Sayang, aku harus meeting. Nggak apa-apa aku tinggal ya?" tanyanya dengan nada lembut, penuh perhatian.

Valeska mengangguk pelan, "Pulang jam berapa?" tanyanya sambil menatapnya dengan sorot lelah.

"Jam empat udah sampai rumah," jawab Gio dengan senyum meyakinkan.

Valeska mengangguk lagi, kali ini dengan senyum tipis di wajahnya yang masih pucat. Gio mengusap lembut puncak kepalanya, "Cepet sehat ya," ucapnya sebelum memberikan ciuman sayang di rambut istrinya.

Tak lama, Bi Sari muncul di depan pintu dengan gaya khasnya, "Permisi bos muda yang cantik dan ganteng. Bibi bawa teh hangat pesanan bos ganteng!" serunya dengan nada yang mengundang tawa kecil dari Gio dan Valeska.

Gio berdiri dan berjalan ke arah pintu untuk membukakan pintunya "Ini, Den, teh hangatnya," ucap Bi Sari sambil menyerahkan teh itu dengan senyum tulus.

"Terima kasih ya, Bi," jawab Gio.

"Sama-sama, Den," sahut Bi Sari sebelum ia kembali menuruni tangga menuju dapur, menyiapkan makan siang untuk Valeska.

Gio kembali ke Valeska, mendekatkan cangkir teh hangat itu ke arahnya. "Nih, diminum, biar enakan," bujuknya lembut.

Valeska menggeleng lemah, "Nggak mau... aku mual," jawabnya dengan lirih.

"Justru karena mual, kamu minum ini,Valeska, biar perut kamu enakan" desak Gio dengan lembut, suaranya penuh perhatian. Valeska menatapnya dengan ragu, takut rasa mual itu kembali menyerang. Namun, tatapan lembut Gio memancingnya untuk mencoba.

"Minum ya," Gio membujuk lagi, kali ini lebih pelan, penuh kasih.

Akhirnya, dengan usaha besar, Valeska merubah posisinya menjadi duduk. Gio dengan hati-hati memegang cangkir teh hangat itu, membantu Valeska untuk meminumnya sedikit demi sedikit. Namun, sebelum setetes teh sempat masuk ke tenggorokannya, rasa mual itu kembali menyeruak. Dengan cepat, Valeska menutup mulutnya rapat-rapat, menyibak selimut, dan berlari ke wastafel.

"Tuh kan, aku mual lagi, ka Giooo...Huek..." Suara muntahannya memenuhi ruangan. Valeska memuntahkan semua yang masih ada di perutnya.

Gio menghampirinya, kini kekhawatirannya semakin besar. "Mending kita ke dokter aja" katanya dengan nada cemas, sambil mengusap punggung Valeska dengan penuh kasih sayang.

GIOVA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang