Di sisi lain, Valeska menghentikan mobilnya tepat di depan apotek. Dengan langkah tergesa-gesa, ia memasuki ruangan yang didominasi warna putih dan biru.
"Ada yang bisa saya bantu?"
Valeska menoleh ke arah apoteker yang berdiri di belakang meja kasir. Dengan sedikit ragu, ia mendekat, mencoba menenangkan debaran di dadanya.
"Saya… mau beli tespek," ucapnya dengan suara hampir berbisik.
Apoteker itu tersenyum ramah dan mengangguk. "Baik, silakan ke rak sebelah kanan, ada beberapa pilihan di sana."
Valeska segera menuju rak yang dimaksud. Matanya menyapu deretan alat tes kehamilan yang berjejer rapi. "Anjir banyak banget, ini gue harus ngambil yang mana" fikirnya, "Ini aja deh" Tangannya sedikit gemetar saat ia mengambil salah satu kotak dari rak. Sekilas, ia memeriksa labelnya, meski pikirannya masih melayang.
Setelah membayar di kasir, Valeska bergegas keluar, langkahnya semakin cepat seolah ingin segera menyelesaikan ketidakpastian ini. Sesampainya di mobil, ia duduk diam sejenak, memandangi kotak kecil di genggamannya. Hatinya campur aduk, antara cemas dan penasaran.
"Dah lah. Gue pasrah" bisiknya pada dirinya sendiri, sebelum menyalakan mesin mobil dan melaju pulang.
Sesampainya di rumah, Gio sudah menunggu Valeska di teras depan. "Beli apa?" tanya Gio melihat plastik hitam di tangan Valeska. Valeska melirik sekilas sebelum melanjutkan jalannya dan meninggalkan Gio.
"Beneran hamil kali ya. Sensi amat" gumam Gio.
Valeska langsung memakai alat tes kehamilan tersebut di dalam kamar mandi. benda pipih itu ia celupkan, dada Valeska berdebar lebih cepat, matanya tidak bisa beralih dari tatapannya ke tespek itu, menunggu hasil yang belum pasti.
Di rasa cukup lama, Valeska mempertahankan penglihatannya begitu alat tersebut mengeluarkan reaksi.
satu...
dua...
tiga...
"What?" Valeska tidak menyangka, benda itu menunjukkan dua garis berwarna merah. Badan Valeska merosot kebawah, kepalanya bersembunyi di lipatan kakinya, air mata turun begitu saja. "Kuliah gue gimana anjir" fikirnya.
"Sayang? kamu kenapa? kamu nangis?" Gio berteriak di depan kamar mandi.
"Val? keluar cepet" bujuk Gio. Valeska mengusap air matanya, perlahan valeska menegakkan tubuhnya, mengambil benda pipih tersebut. Dengan tangan gemetar, Valeska memegang benda tersebut dengan ibu jari dan jari telunjuknya.
Valeska membuka pintu kamar mandi, Gio menatap Valeska dengan raut kebingungan, "Kenapa?" tanya Gio.
Valeska mengangkat benda tersebut, "Aku hamil" ucapnya. Mulut Gio terbuka lebar, matanya berbinar.
"Hamil?" Gio mengambil tespek dari tangan Valeska.
"Sayang, selamat." baru saja Gio akan memeluk Valeska, namun Valeska menahannya.
"Jangan peluk aku" Valeska berjalan ke kasur, merebahkan tubuhnya, menyembunyikan kepalanya di balik selimut.
Gio menghampiri, duduk di atas kasur "Kamu ngga seneng?" tanya Gio memegang bahu Valeska. Bahu Valeska bergetar, menandakan dia tengah memangis.
"Val"
Valeska menyibak selimutnya, "Aku bilang juga apa. Jangan buru-buru. Kalau udah kaya gini, nanti gimana kuliah aku" ucap Valeska.
"Jadi kamu ngga seneng?" tanya Gio.
"Bukan ngga seneng ka Gio. Tapi ini bukan waktu yang tepat" ucap Valeska.

KAMU SEDANG MEMBACA
GIOVA 2
JugendliteraturEND! 08 Desember 2024 Lima tahun setelah menikah, kehidupan Gio dan Valeska dihadapkan pada ujian besar. Valeska, yang hampir menyelesaikan kuliahnya, terpaksa harus mengambil cuti karena sebuah keadaan darurat yang tak terduga. Meskipun Gio semaki...