Part 6~Dia?

479 77 16
                                    

Jam menunjukkan pukul satu dini hari, ketika Valeska menggeliat pelan di samping Gio. Matanya yang masih setengah mengantuk menatap jam dinding di sudut ruangan.

"Kaka suami..." gumamnya sambil menggoyang tubuh Gio perlahan, berharap sentuhan lembut itu akan membangunkan suaminya.

"Hmmm..." sahut Gio, suaranya berat dan malas.

"Mau rujak," ucap Valeska tiba-tiba, suaranya setengah manja, setengah ragu.

Mata Gio masih terpejam ketika ia bertanya dengan nada malas, "Sekarang jam berapa?"

"Jam satu lewat dikit," jawab Valeska polos. Seketika Gio membuka matanya lebar, menatap langit-langit kamar seperti mencoba memahami kenyataan.

"Astaga, Val... Masih malem, loh! Serius mau rujak sekarang?" Nada heran dan bingung melingkupi suaranya.

Valeska menoleh dan menatap Gio dengan tatapan memohon. "Ya gimana lagi? Orang maunya sekarang."

Gio menghela napas panjang, matanya kembali setengah tertutup oleh rasa kantuk yang berat. "Bisa ditunda besok, nggak? Aku ngantuk banget, sayang."

Valeska mendesah kecil. "Yaudah," balasnya lirih sebelum merebahkan tubuhnya kembali.

Gio, merasa lega, kembali membiarkan tubuhnya tenggelam dalam bantal, berharap bisa melanjutkan tidur yang terputus. Namun hanya beberapa saat berlalu, Valeska tiba-tiba bangkit dengan cepat, berlari menuju wastafel. Suara muntah terdengar, membuat Gio tersentak dari tidurnya.

"Muntah lagi?" serunya dari atas tempat tidur, namun tak ada jawaban dari Valeska. Khawatir, Gio segera turun dan menghampiri istrinya yang tampak lemah di dekat wastafel.

"Lengah dikit, emaknya yang nanggung beban," ucap Gio, suaranya penuh pengertian meski diselimuti kelelahan. Ia tahu, permintaan mendadak Valeska tadi bukan tanpa sebab. Itu bukan hanya keinginannya, melainkan keinginan anak mereka di dalam kandungan.

Gio membantu Valeska berdiri dan membersihkan mulutnya yang masih basah. "Udah selesai, kan?" tanyanya lembut, khawatir sekaligus cemas.

"Jangan 'yaudah yaudah' kalau bikin kamu kayak gini," lanjut Gio, sambil menuntunnya kembali ke tempat tidur dengan hati-hati.

Valeska mengerucutkan bibirnya. "Orang Ka Gionya yang ngga mau," ucapnya, terdengar seolah menyesali semuanya.

Gio menghela napas, mencoba menenangkan dirinya. "Bukan nggak mau, Valeska. Tapi ini masih malam. Kamu aneh-aneh aja, minta rujak jam segini." Nadanya penuh perhatian, meski ia berusaha keras menahan rasa heran.

Valeska mengerling padanya, lalu menjawab dengan bibir yang tetap cemberut. "Nggak usah marah," ucapnya dengan nada yang menyiratkan ketidakpastian.

Mata Gio membelalak, heran dengan tanggapan istrinya. "Prasaan gue ngomong selembut sutra begini, tapi masih dibilang marah? Letak marahnya dimana anjir?" gumamnya dalam hati, mencoba mencari jawabannya.

Dia akhirnya mengalah dan menyetujui. "Yaudah, sekarang kita cari rujaknya," ucapnya, menyerah pada permintaan Valeska.

Valeska menoleh dengan tatapan bingung. "Katanya besok aja," katanya pelan, seolah menantang keputusannya.

"Nanti kamu mual lagi. Udahlah, ayo sekarang aja," jawab Gio dengan napas berat, mengajak Valeska untuk segera bersiap.

"Tuh kan, pake kata 'lah'. Itu artinya kamu terpaksa, Ka," ucap Valeska, matanya tajam meneliti ekspresi suaminya.

Gio tersenyum masam, merasa kalah lagi. "Astaga, salah lagi?" gumamnya pelan, merasa situasi semakin rumit.

Dia kemudian menatap Valeska dengan tatapan penuh kasih sayang, meski tak bisa menahan sedikit keluhan. "Nggak terpaksa, Valeskaaa..." jawabnya dengan nada yang sedikit geram, namun tetap berusaha menenangkan istrinya yang manja itu.

GIOVA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang