HILANG HARAPAN

6 1 0
                                    

BAB 22 


"Pengecut!!!.."

Davina berteriak keras. Menggaungkan suaranya di rumah kos itu yang sebagian besar penghuninya sedang tidak di tempat. Amarahnya tak dapat di tahan. Gadis itu meninggalkan Pram yang menatap lesu dirinya. Lalu mengejarnya. "Vin tunggu vin". Pram menarik tangan Davina. Gadis itu menghalaunya. Dan terus berjalan ke lantai bawah.

Pram mengejarnya ketika Davina mulai berlari meninggalkannya. Keluar rumah kos. "Vin maksud aku bukan seperti itu Vin". Pram mengikutinya. "Tunggu Vin", pemuda ganteng itu mensejajarkan langkahnya. Karena Davina tidak mau berhenti, Pram dengan terpaksa menarik tangannya. Untuk kedua kalinya. Kali ini menggenggamnya erat.

"Kamu kenapa sih mas. Kamu sudah mengecewakan aku mas", ucapnya tegas sambil memegang ponsel dengan satu tangannya.

"Aku minta maaf Vin", ucapnya dengan nada menyesal. Davina melepaskan genggaman erat tangan Pram. "Kamu tahu mas. Ada berapa banyak keluarga yang mencari keberadaan anaknya. Kamu ngga sadar itu!!". Davina menghela tangan Pram ketika ingin kembali meraih tangannya. "Kenapa kamu ngga jujur sama kepolisian soal cctv itu. Jadi aku yang dibilang membuat laporan palsu!!"

Pram ragu menjawab. Bibirnya terkatup rapat. Hanya getaran tipis saja. Ada sesuatu yang ingin diucapkannya. Namun tertahan oleh larangan hatinya.

"Terus kemana sapu tangan yang berbau memabukkan itu?, yang kamu bilang udah ditaburi obat bius. Apa kamu buang mas?". Pram tak berani memandang wajah Davina yang tengah meluapkan kemarahannya. "Kamu hilangkan juga bukti itu?". Mata Davina tidak lepas dari laki-laki itu. Tak habis pikirnya, Davina sudah berjuang membuka tabir tetapi Pram menggagalkannya.

"Vin..". Lirih memanggil nama gadis itu yang melepaskan gengaman erat tangan Pram. Lalu berjalan meninggalkannya. Tukang ojek pangkalan sudah menunggunya. Davina sempat memesan ojek saat keluar rumah kos. Pram kembali memanggil Davina tetapi tidak digubrisnya. Gadis itu tetap berjalan lalu menaiki motor tukang ojek tersebut.

"Vin.. aku cinta kamu Vin". Mengungkapkan isi hatinya bagaikan lirik menyayat dirinya sendiri. Namun lirih tak terdengar oleh gadis itu. Pergi begitu saja menjauh dari laki-laki yang telah mengecewakannya. "Kalau seandainya kamu tahu Vin, aku melakukan itu untuk kamu". Pram tahu betul bagaimana perasaan Davina yang merasa sendirian saat ini. Tapi ini dilakukannya untuk gadis itu. Ya, untuk gadis itu. Berjanji pada penjagalnya untuk tidak mengungkap apa yang terjadi di rumah kos ini kala dirinya diikat dan dibaringkan di salah satu meja di rumah kecil itu. Pram mendapatkan ancaman dari orang yang belum diketahuinya. Penjagal yang menggunakan topeng itu mengancamnya akan membunuh dan memutilasi Davina. Demi keselamatannya, Pram menyetujui perjanjian tak tertulis tetapi memberatkannya. Dan nyawanya pun terselamatkan. Hingga hari ini, ia mengecewakan Davina karena harus berbohong pada gadis yang dicintainya itu.

*

Davina memilih kembali ke kantornya. Untuk saat ini, tidak ada keinginan berada di dekat Pram. Dalam dirinya menyimpan kekecewaan yang sangat dalam. Laki-laki yang di pujanya justru mengacaukan semua rencananya. Rencana mereka berdua pada awalnya. Membongkar kejahatan besar yang terjadi di rumah kos. Namun kini ia merasa sendiri. Tidak ada tumpuan lagi. Mungkin sudah saatnya pindah dari rumah kos itu. mencari yang aman bagi dirinya. Karena setelah kejadian pagi ini, dia akan menjadi target nomor satu para penjagal tak punya hati.

Banyak tanya dari rekan-rekannya mengapa ia kembali, karena gadis itu sudah mendapatkan izin untuk beristirahat. Davina hanya menjawab keadaannya sudah membaik setelah sekembalinya dari dokter. Lalu ia duduk malas di kursi belakang meja kerjanya. Malas melakukan apa-apa. Ia menelungkupkan kepalanya bersandar ke atas meja beralaskan kedua tangannya. Memasrahkan pikirannya. Tenggelam dalam keputusasaan. Davina teringat dua sahabat remajanya, Santi dan Nova.

LINGKARAN KEMATIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang