6. Cello si anak kuat

427 28 0
                                    

Haloooo

Semoga kalian suka sama cerita ini...

Genre nya angst loh...

Semoga nggak kecewa yaaa

Happy reading!

(Maap kalo ceritanya gaje, ini beneran berasal dari pikiran author sendiri)

Saat ini Cello memasuki usia delapan tahun, perubahan dalam kondisi fisiknya kini semakin nyata. Kakinya semakin sering mati rasa, membuatnya sulit untuk berdiri, apalagi berjalan. Ia sering merasakan kejang yang menyakitkan, yang membuatnya terjatuh atau harus berpegangan pada sesuatu agar tidak kehilangan keseimbangan. Dalam waktu singkat, bermain futsal dan berlari di taman menjadi kenangan indah yang sulit ia capai.

Setelah diskusi panjang dan penuh emosi, Lynne dan Geraldo memutuskan untuk tidak mengizinkan Cello kembali ke sekolah umum. Mereka merasa bahwa lingkungan yang penuh aktivitas dan tuntutan akan sulit bagi Cello, yang semakin kesulitan untuk bergerak.

Sebagai gantinya, mereka memutuskan untuk homeschooling. Mereka berharap dengan metode ini, Cello bisa belajar dengan nyaman tanpa tekanan, sambil memastikan bahwa ia tetap mendapatkan perhatian yang dibutuhkannya.

Hari-hari di rumah menjadi lebih terstruktur. Mommy menjadi guru yang penuh kasih, mengajarkan Cello pelajaran di ruang belajar yang sudah disiapkan. Mereka bermain sambil belajar, menggunakan permainan edukatif dan buku cerita. Meskipun Cello tampak ceria di luar, di dalam hatinya, ia merindukan teman-temannya dan kesenangan yang didapat saat berinteraksi dengan mereka di sekolah.

Suatu sore, setelah sesi belajar yang menyenangkan, Cello duduk di teras, melihat anak-anak lain bermain di luar. Ia merasa sepi, dan dalam hatinya, ada kerinduan yang mendalam untuk kembali bersekolah. Melihat betapa bahagianya teman-temannya berlari dan tertawa membuat hatinya hancur. "Kenapa aku tidak bisa seperti mereka?" gumamnya pelan.

Lynne yang kini mulai memasuki kamar Cello dengan segelas susu di tangannya tak sengaja mendengar desah napas putranya dan segera menghampirinya. "Cello, sayang, kenapa kamu terlihat sedih?" tanyanya dengan lembut.

"Aku ingin bermain dengan teman-temanku, Mommy. Aku ingin sekolah lagi," jawab Cello, suaranya bergetar.

Lynne mengangguk, air mata menggenang di matanya. Ia duduk di sebelah Cello dan memeluknya erat. "Mommy tahu, sayang. Kami juga merindukan saat-saat itu. Tapi kamu tahu, kami melakukan ini karena kami mencintaimu. Kami ingin memastikan kamu aman dan nyaman," jelasnya, berusaha menenangkan putranya.

Cello mencoba memahami, tetapi rasa kesepian dan kehilangan semakin menyakitkan. "Tapi aku merasa berbeda, Mommy. Aku ingin merasa normal lagi," ungkapnya, suaranya mulai terisak.

Melihat putranya yang penuh harapan dan rasa ingin tahu itu, Lynne merasa hatinya hancur. Dia tahu Cello berjuang dengan lebih dari sekadar penyakit fisik; dia berjuang melawan rasa identitas dan perasaannya yang terasing. "Kita bisa mencoba mencari cara untuk terhubung dengan teman-temanmu. Mungkin kita bisa mengatur waktu bermain di rumah, atau Mommy dan Daddy bisa mengundang mereka untuk belajar bersama di sini," usul Lynne.

Wajah Cello sedikit cerah, meskipun masih ada bayangan kesedihan. "Itu akan menyenangkan, Mommy. Aku ingin mereka datang," balasnya, sedikit tersenyum.

Lynne bertekad untuk membuat rencana agar Cello bisa bersosialisasi, dan mulai menghubungi beberapa orang tua dari teman-teman Cello. Ia berharap dengan cara ini, Cello bisa merasa lebih terhubung dan tidak merasa sendirian.

Namun, dalam diam, Gerald dan Lynne terus berjuang dengan kenyataan. Mereka mengawasi perubahan di tubuh Cello, merasakannya semakin melemah. Mereka tahu waktu mungkin tidak berpihak pada mereka, tetapi mereka tidak ingin Cello merasakan beban berat dari penyakit yang ia derita. Dengan penuh kasih, mereka berusaha memberikan kehidupan yang penuh cinta dan kebahagiaan meski ada tantangan yang harus dihadapi.

Seiring berjalannya waktu, Cello mulai mendapatkan kunjungan dari teman-temannya. Mereka bermain, belajar, dan tertawa bersama di rumah, menciptakan kenangan baru yang manis. Meskipun langkahnya semakin lambat, semangatnya tetap menyala, dan di dalam hatinya, Cello tahu bahwa cinta dari Mommy dan Daddy-nya adalah kekuatan terbesarnya untuk terus berjuang.

Little Cutie Baby [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang