Lanjutttttttttt
Semoga banyak pembacanya yaa....
Apa perlu di iklan in di ceritaku yang lain ya? Wkwkwk...
Kalian jangan bosan bosan ya.. Baca cerita ini..
Waktu terus berlalu, dan perlahan, kondisi Cello memburuk. Beberapa bulan setelah percakapan terakhir antara Lynne dan Cello, kenyataan yang menyakitkan akhirnya tiba. Kaki Cello benar-benar tidak bisa lagi digerakkan. Setiap pagi menjadi semakin sulit, dan kursi roda kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-harinya. Anak yang dulu penuh semangat dan suka berlarian di lapangan futsal, kini harus menerima kenyataan bahwa ia tidak lagi bisa berjalan.Cello, meskipun menyadari perubahan besar ini, tetap menunjukkan sikap yang luar biasa tabah. Ia masih sering tersenyum, mencoba menghibur orang tuanya meski diam-diam ia merasakan kekecewaan yang mendalam.
Lynne dan Gerald terus berada di sisinya, memastikan bahwa Cello tidak pernah merasa sendirian. Mereka memperlakukan putra mereka dengan cinta yang tak terbatas, meskipun di balik senyuman mereka tersembunyi kesedihan yang sulit diungkapkan.
Suatu sore, Cello sedang duduk di ruang tamu, memandangi kursi rodanya yang terparkir di samping. Lynne duduk di dekatnya, mengamati wajah putranya yang kini semakin sering tenggelam dalam pikirannya sendiri.
“Mommy,” panggil Cello pelan.
Lynne segera mendekat, berlutut di sampingnya. “Ya, sayang?”
“Apakah aku akan bisa berjalan lagi suatu hari nanti?” Cello bertanya dengan mata polos, tapi ada harapan di sana—seberkas kecil yang masih tersisa.
Lynne merasakan hatinya mencelos. Pertanyaan itu adalah salah satu yang paling ia takutkan. Bagaimana ia bisa memberitahu Cello kenyataan yang sesungguhnya tanpa menghancurkan harapan kecilnya?
Lynne menarik napas dalam, lalu tersenyum lembut. “Kita tidak tahu pasti, sayang. Tapi yang pasti, Mommy dan Daddy akan terus melakukan yang terbaik untuk kamu.”
Cello menatap ibunya sejenak, lalu tersenyum kecil. “It’s okay, Mommy. Aku tidak marah. Mungkin aku tidak akan bisa berjalan lagi, tapi aku masih bisa melakukan hal-hal lain, kan?”
Lynne menahan air mata yang sudah mulai membasahi matanya. “Iya, kamu bisa melakukan banyak hal luar biasa, sayang. Kamu tetap anak yang hebat.”
Hari-hari berlalu, dan meski mobilitasnya semakin terbatas, Cello tetap berusaha menjaga semangatnya. Ia mengisi waktunya dengan bermain game, menggambar, dan menonton video tentang mobil balap—salah satu impiannya yang belum pernah sirna. Ia juga masih belajar dari rumah, dengan guru khusus yang datang untuk memberikan pelajaran.
Meskipun tantangannya bertambah, ia tidak pernah menyerah untuk tetap menjadi anak yang pintar dan berbakat, persis seperti yang selalu ia impikan.
Namun, di balik semua itu, ada malam-malam di mana Lynne dan Geraldo sering mendapati Cello terjaga di kamarnya, menatap keluar jendela dengan pandangan kosong. Mereka tahu, meskipun Cello mencoba tegar, ada banyak rasa frustrasi yang terpendam di dalam hatinya.
Suatu malam, ketika Lynne datang untuk memeriksa Cello sebelum tidur, ia menemukan putranya terisak pelan di tempat tidurnya.
“Cello sayang... Kenapa menangis? Hmm? Ada yang sakit? Atau..ada yang mengganggu pikiranmu? "Lynne bertanya lembut, menghampiri dan duduk di sampingnya.
Cello menghapus air matanya cepat-cepat, mencoba tersenyum seperti biasa. “Aku baik-baik saja, Mommy.”
Lynne tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya memeluk Cello dengan erat, membiarkan putranya merasakan kasih sayang yang penuh, tanpa perlu berkata-kata.
“Aku hanya... merindukan futsal,” bisik Cello di tengah pelukan Lynne. “Aku ingin lari lagi seperti dulu.”
Lynne merasakan hatinya hancur mendengar kalimat itu, namun ia tetap memeluk putranya erat-erat. “Mommy tahu, sayang. Mommy juga merindukan melihat kamu berlari di lapangan. Tapi kamu masih bisa melakukan hal-hal lain yang kamu sukai, dan kita akan selalu ada untukmu.”
Tangisan Cello akhirnya pecah. Ia benar-benar berusaha untuk kuat, namun yang namanya manusia pasti akan merasakan yang namanya sakit, dan rapuh.
"Hiks.. Mommy.. Cello.. Masih bisa sembuh, kan? "
"Mommy yakin.. Cello pasti kuat.. Kita berdoa ya, nak? "
Malam itu, Lynne terjaga di samping tempat tidur Cello, memandangi wajah putranya yang tertidur dengan damai setelah tangisnya reda. Ia tahu, tantangan ini belum selesai. Tapi bersama dengan Gerald, mereka akan terus berjuang, memberikan cinta dan dukungan tanpa batas untuk anak mereka, apapun yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Cutie Baby [END]
FanfictionGeraldo dan Lynne adalah sepasang suami istri yang sudah tiga tahun menikah, namun masih belum dikaruniai seorang buah hati. mereka selalu mendambakan buah hati, hingga suatu hari, mereka menemukan bayi menggemaskan di pinggir jalan dalam keranjang...