Lynne duduk di pinggir tempat tidur, menggenggam erat foto kecil dalam bingkai kayu. Di dalamnya, wajah anak laki-lakinya, Cello, tersenyum ceria, pipinya yang chubby dan rambut cokelatnya yang sedikit berantakan membawa kenangan indah sekaligus pahit.
Cello yang mereka cintai dan banggakan kini sudah tiada, kalah melawan penyakit yang merenggutnya terlalu cepat—ALS, penyakit yang membuat tubuh mungilnya perlahan lumpuh hingga tak bisa lagi merasakan dunia di sekelilingnya.
Air mata Lynne tak bisa dibendung lagi, mengalir deras, membasahi fotonya. "Cello... Mommy merindukanmu," bisiknya lirih.
Gerald yang baru saja memasuki kamar, langsung menghampiri Lynne. Dia tahu betul, hari ini adalah hari yang selalu menjadi cobaan bagi mereka berdua—hari di mana mereka harus merelakan Cello pergi.
Sebagai suami, Gerald selalu berusaha kuat di depan istrinya, meskipun di balik ketenangan wajahnya, hatinya juga remuk redam. Cello adalah segala-galanya bagi mereka. Namun, ALS yang kejam telah merebut tawa dan kehidupan ceria anak mereka, menyisakan kehampaan yang tiada tara.
Gerald berlutut di depan Lynne, menggenggam tangannya. "Kita akan selalu mengingat Cello, sayang. Dia selalu hidup di hati kita," ucapnya lembut, mencoba menguatkan Lynne seperti yang sudah sering ia lakukan selama dua tahun terakhir sejak kepergian putra mereka.
Lynne hanya mengangguk pelan, tapi kali ini ada sedikit senyum di wajahnya. “Aku tahu, dan aku merasa Cello selalu bersama kita.” Ia meletakkan tangan di perutnya yang mulai membuncit. “Apalagi sekarang, Gerald… Kita diberkati sekali lagi.”
Mata Gerald melembut, hatinya dipenuhi rasa syukur yang mendalam. Setelah bertahun-tahun merasakan kehilangan, kini kehidupan kembali tersenyum pada mereka. Lynne hamil lima bulan, dan mereka akan segera dikaruniai seorang anak lagi. Selama kehamilan ini, ada harapan baru yang tumbuh, meski bayangan Cello tetap melekat di hati mereka.
"Dia akan membawa kebahagiaan yang selama ini hilang dari hidup kita," kata Geraldo, menatap Lynne dengan penuh cinta. “Aku yakin, anak ini juga akan membawa keceriaan seperti Cello dulu.”
---
Lima bulan kemudian, di ruang bersalin rumah sakit, tangisan bayi menggema. Bayi itu lahir sehat dan kuat, dan tangisnya membawa kebahagiaan yang tak terbendung bagi Lynne dan Gerald. Mereka berdua tak bisa menahan air mata haru ketika bidan meletakkan bayi mereka di dada Lynne.
“Dia sempurna,” kata Lynne dengan suara gemetar, memandangi wajah bayi yang baru saja lahir itu. Matanya yang masih tertutup rapat, pipi gempalnya yang bersemu merah, dan bibir mungilnya membuat Lynne teringat pada Cello.
Gerald, yang berdiri di sampingnya, tersenyum lebar. “Dia benar-benar mirip Cello,” bisiknya dengan penuh rasa haru.
Lynne terdiam, menatap bayinya dengan penuh perasaan. Ya, bayi mereka ini memang mengingatkannya pada Cello. Setiap detail wajahnya, senyum kecil yang tergurat di bibir mungilnya saat tidur, semuanya sangat mirip. Namun, di balik semua itu, ada rasa syukur dan kebahagiaan baru yang mulai meresap di hatinya. Mereka tidak kehilangan Cello; mereka hanya diberikan kesempatan untuk mencintai lagi.
Beberapa hari kemudian, setelah mereka pulang ke rumah, Lynne duduk di kamar bayi sambil menggendong putranya yang baru lahir. Gerald masuk ke kamar dengan senyum yang masih belum luntur dari wajahnya.
"Bagaimana kalau kita memberinya nama 'Marcellona'?" Geraldo mengusulkan, memecah keheningan yang hangat.
Lynne mengangkat alis, lalu tersenyum kecil. "Marcellona? Kau ingin kita memanggilnya Cello juga?"
Gerald duduk di sampingnya, meletakkan tangan di atas bahu Lynne. "Aku ingin kita mengingat Cello, tapi aku juga ingin kita memberikan kesempatan bagi anak ini untuk punya hidupnya sendiri. Nama ini bukan hanya untuk mengenang Cello, tapi juga sebagai harapan baru untuk masa depan."
Lynne menatap putranya, merasakan cinta yang begitu dalam. "Marcellona... Cello kecil kita yang baru," gumamnya, mencium lembut kepala bayi yang kini terlelap dalam pelukannya.
Hari-hari berikutnya dipenuhi dengan tawa dan tangis bayi, mengisi rumah mereka dengan suara-suara yang dulu begitu mereka rindukan. Setiap kali melihat Marcellona, Lynne dan Gerald tak hanya melihat wajah yang mirip dengan Cello, tapi mereka juga melihat kehidupan baru yang membawa harapan.
Marcellona mungkin akan tumbuh dengan kemiripan fisik dengan kakaknya, tetapi dia adalah dirinya sendiri—anugerah baru yang Tuhan kirimkan untuk menyembuhkan luka mereka. Dan setiap kali Marcellona tersenyum, di mata Lynne dan Gerald, mereka merasa Cello juga ikut tersenyum bersama mereka, dari tempat yang jauh.
The End
Sesuai keinginan kalian, ku kasih extra chapter lagi nih...
Semoga suka.. Hehe
Babai
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Cutie Baby [END]
FanfictionGeraldo dan Lynne adalah sepasang suami istri yang sudah tiga tahun menikah, namun masih belum dikaruniai seorang buah hati. mereka selalu mendambakan buah hati, hingga suatu hari, mereka menemukan bayi menggemaskan di pinggir jalan dalam keranjang...