17. End

450 25 2
                                    

Kondisi Cello semakin memburuk, dan keputusan yang berat harus diambil. Lynne dan Geraldo akhirnya membawa Cello ke rumah sakit untuk dirawat intensif.

  Napas Cello semakin pendek, setiap tarikan napasnya terasa berat dan menyakitkan. Ia tak lagi bisa berbicara dengan normal, hanya terdengar desahan lemah setiap kali ia mencoba mengucapkan sesuatu.

Di ruang perawatan, tubuh Cello terbaring dikelilingi oleh alat bantu pernapasan yang bekerja keras untuk membantunya bertahan. Wajah kecilnya tampak pucat, dan matanya setengah terpejam. Dokter William telah mempersiapkan mereka untuk situasi ini, namun tidak ada yang benar-benar siap untuk melihat putra mereka yang dulu begitu ceria kini terperangkap dalam tubuh yang tidak bisa bergerak.

Lynne duduk di samping tempat tidur Cello, memegang tangan putranya yang dingin dan kaku. "Mommy di sini, sayang. Daddy juga di sini," ucapnya dengan suara serak, air mata terus mengalir tanpa henti di pipinya.

Gerald berdiri di dekat jendela, berusaha menahan tangis. Baginya, melihat putranya di kondisi ini adalah mimpi buruk yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi. Ia mencoba bersikap tegar, namun di dalam hatinya, ia merasakan kepedihan yang luar biasa.

Cello mencoba membuka matanya sedikit, menatap kedua orang tuanya yang selalu berada di sisinya. Bibirnya bergetar, seolah ingin mengatakan sesuatu, namun suara itu tak keluar.

   Hanya gerakan kecil dari bibirnya yang memberi isyarat bahwa ia ingin berbicara. Lynne mendekatkan wajahnya, mencoba menangkap apapun yang ingin disampaikan Cello.

Namun, yang terdengar hanyalah napas pendek dan berat, semakin lemah dari detik ke detik. Dokter William masuk ke ruangan dengan wajah serius.

  "Kondisinya sudah sangat kritis. Kita harus memberikan dukungan pernapasan penuh, tapi... Anda berdua harus bersiap untuk kemungkinan terburuk," ucapnya dengan hati-hati.

Lynne terisak, menggenggam tangan kecil Cello lebih erat. Gerald akhirnya tak mampu menahan tangisnya lagi, ia mendekat dan duduk di sisi yang lain, memegang tangan Cello yang satunya. "Kami di sini, Cello. Kami sayang kamu... sangat sayang," kata Gerald dengan suara yang bergetar.

Waktu terasa begitu lambat, namun sekaligus terlalu cepat. Dalam hening, dengan hanya suara mesin yang membantu Cello bernapas, keduanya tahu bahwa mereka hanya bisa menunggu. Mereka tetap berada di sana, mendampingi putra mereka yang semakin jauh terlelap dalam keheningan yang menyayat hati.

Di detik-detik terakhir, Lynne membelai wajah Cello dengan lembut. "Kamu anak yang hebat, sayang. Kami sangat bangga padamu. Kamu sudah berjuang dengan sangat kuat."

  "Daddy sangat menyayangimu, Cello.. Terima kasih.. Terima kasih telah hadir di kehidupan Daddy.. Daddy menyayangimu.. Selalu.. " Gerald mengecup dahi Cello, air mata masih mengalir deras di kedua pipinya.

Cello perlahan menutup matanya, dengan senyum tipis yang seakan menyiratkan rasa damai. Napasnya semakin pelan, hingga akhirnya berhenti.

  Suara mesin pendeteksi detak jantung Cello berbunyi nyaring, layar monitor menunjukkan garis lurus, menyatakan bahwa anak sekecil itu benar-benar telah pergi dari dunia ini.

  Lynne menangis terisak, dalam dekapan sang suami.

Suasana yang mencekam menyelimuti ruangan itu. Lynne dan Gerald hanya bisa terisak, merasakan kepergian putra mereka yang begitu mereka cintai. Mereka tahu bahwa meski tubuh kecil Cello tak lagi bergerak, cintanya akan selalu hidup di dalam hati mereka.

 

Little Cutie Baby [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang