Marcellona tumbuh menjadi anak yang ceria, penuh tawa dan keceriaan yang selalu menghiasi rumah Lynne dan Gerald. Di usia lima tahun, Marcellona adalah pusat kebahagiaan di rumah mereka. Setiap harinya, ia selalu berlari kesana-kemari, memainkan imajinasinya, dan selalu menemukan hal-hal baru yang membuatnya tak henti-hentinya tertawa.
Suatu sore, Lynne sedang duduk di taman belakang rumah, menikmati angin sepoi-sepoi, ketika ia mendengar suara langkah kaki kecil yang berlari mendekat.
"Mommy, lihat aku!" seru Marcellona dengan penuh semangat, memamerkan gambar yang baru saja ia buat. Di kertas itu, terlihat gambar keluarga kecil yang sederhana, dengan seorang ayah, ibu, dan anak yang berdiri di samping rumah mereka yang penuh bunga.
Lynne tersenyum bangga, mengusap rambut Marcellona yang kecokelatan, mirip sekali dengan Cello. "Wow, itu luar biasa, sayang. Kamu menggambar dengan sangat baik!"
Marcellona tersenyum lebar, matanya berbinar penuh kebahagiaan. "Aku menggambar kita! Ini Daddy, ini Mommy, dan ini aku!" ia menunjuk gambar tiga sosok itu. “Dan lihat, ini taman tempat aku suka bermain!”
Lynne menatap gambar itu dengan hati yang hangat. Setiap kali melihat tawa ceria dan kebahagiaan Marcellona, ia merasa ada bagian dari Cello yang tetap hidup dalam diri anak keduanya.
Namun, Marcellon juga memiliki caranya sendiri untuk mengisi hidup mereka, dengan tawa yang berbeda, dengan kepribadian yang berbeda—lebih berani, lebih penuh rasa ingin tahu.
“Mommy, bisakah kita main di taman sekarang?” Marcellona bertanya, menarik tangan Lynne sambil melompat-lompat.
"Baiklah, ayo kita main!" jawab Lynne, tertawa kecil.
Mereka berdua menuju ayunan di taman belakang. Marcellona duduk di ayunan, kakinya yang mungil terayun-ayun dengan riang, sementara Lynne berdiri di belakang, mendorong pelan ayunan itu. Suara tawa Marcellona menggema di udara sore yang sejuk, menciptakan melodi yang tak pernah gagal membuat Lynne tersenyum.
Tak lama kemudian, Gerald pulang dari kantornya, langsung disambut dengan pelukan hangat dari Marcellona. "Daddy!" seru Marcellona, memeluk kaki Gerald yang tinggi. “Kita main di taman, Daddy!”
Gerald tertawa, membungkuk untuk menggendong Marcellona. "Wah, sepertinya kalian bersenang-senang tanpa Daddy, ya?"
Marcellona menggeleng kuat. "Tidak, Daddy, kita akan bersenang-senang lebih banyak kalau Daddy ikut!"
Hari-hari mereka selalu dipenuhi dengan kebahagiaan seperti ini. Marcellona yang ceria tak hanya membawa keceriaan bagi kedua orang tuanya, tapi juga menjadi teman bermain yang menyenangkan bagi anak-anak di lingkungan sekitar. Dia selalu menjadi pusat perhatian, dengan tawa yang menular dan senyum yang memikat.
Namun, di balik semua itu, Lynne dan Gerald tahu bahwa Marcellona akan tumbuh dengan kepribadian yang berbeda dari Cello. Meski ia memiliki wajah yang hampir mirip dengan kakaknya yang sudah tiada, Marcellona menunjukkan keberanian dan sifat yang penuh rasa ingin tahu yang membuatnya unik.
Suatu hari, ketika Marcellona sedang bermain di halaman depan, Lynne dan Gerald memperhatikannya dari kejauhan. Marcellona sedang asyik bermain dengan bola, lalu berhenti dan menatap langit. Ia menengadahkan tangan ke arah matahari, seolah-olah mencoba meraih cahaya yang jatuh dari langit.
"Mommy, Daddy," panggilnya, memecah keheningan sore. "Apakah Kak Cello ada di langit?"
Lynne dan Gerald saling bertukar pandang. Pertanyaan itu mungkin suatu hari akan muncul, tapi mereka tak pernah membayangkan akan secepat ini. Lynne menelan ludahnya, lalu berjalan mendekati Marcellona, berlutut di hadapannya.
"Ya, sayang. Kak Cello ada di langit," jawab Lynne lembut, matanya berkaca-kaca. "Dia ada di sana, selalu melihat kita, dan sangat mencintaimu."
Marcellona mengangguk pelan, seolah mengerti meskipun masih terlalu muda untuk memahami makna kehilangan. "Apakah Kak Cello bahagia di sana?" tanyanya polos.
Gerald, yang kini berdiri di samping mereka, tersenyum penuh kesedihan. "Ya, sayang. Kak Cello sangat bahagia, karena dia tahu kita bahagia di sini bersamamu."
Marcellona memandang langit lagi, lalu tersenyum lebar. "Aku akan membuat Kak Cello bangga, Daddy," katanya dengan keyakinan yang mengejutkan. "Aku akan selalu bermain dan tertawa, supaya dia tahu aku juga bahagia."
Lynne memeluk putranya erat, merasa kehangatan memenuhi hatinya. Di balik kehilangan yang pernah mereka alami, hidup memberikan mereka kesempatan kedua untuk merasakan kebahagiaan. Marcellona adalah anugerah yang membangkitkan cinta dan harapan baru dalam hidup mereka.
Dan mereka tahu, selama mereka bersama, Cello akan selalu menjadi bagian dari keluarga mereka—tidak hanya dalam ingatan, tapi juga dalam setiap tawa dan kebahagiaan yang mereka nikmati bersama Marcellona.
Beneran end :)
Semoga suka..
Nantiin cerita terbaruku lain kali.. HeheMakasih bagi yang udah ngikutin semua ceritaku dari awal..
Salting aku.. Ang ang ang
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Cutie Baby [END]
FanficGeraldo dan Lynne adalah sepasang suami istri yang sudah tiga tahun menikah, namun masih belum dikaruniai seorang buah hati. mereka selalu mendambakan buah hati, hingga suatu hari, mereka menemukan bayi menggemaskan di pinggir jalan dalam keranjang...