14. Takut

142 13 0
                                    

Waktu terus berjalan, dan kini tangan kanan Cello mulai menunjukkan gejala yang sama seperti kakinya. Pada awalnya, hanya terasa lemas saat ia mencoba menggenggam benda, tapi perlahan, kemampuan itu hilang. Suatu pagi ketika Lynne membantunya menyuap sarapan, Cello menatap sendok di tangannya, berusaha keras menggerakkannya, namun tidak bisa.

"Mommy... kenapa tangan kananku sekarang juga nggak bisa gerak?" tanya Cello dengan suara lirih, matanya berkaca-kaca.

Lynne berusaha tetap tenang meskipun hatinya bergetar melihat perjuangan putranya. "Kadang, otot-otot kita bisa jadi lelah, sayang. Mungkin tanganmu butuh istirahat sebentar."

Cello hanya menunduk, menyerahkan sendok itu kembali ke tangan ibunya. "Aku benci ini, Mommy. Aku benci nggak bisa ngapa-ngapain."

Lynne tidak mampu menahan air matanya lebih lama. Ia berlutut di depan Cello, meraih tangannya yang lemah, dan menggenggamnya erat-erat.

  "Mommy juga benci kamu harus melalui semua ini, sayang. Tapi kita akan tetap di sini bersamamu, apapun yang terjadi."

Gerald yang berada di ambang pintu, menyaksikan percakapan itu dengan dada sesak. Ia tidak tahu harus berbuat apa selain menahan perasaan hancur melihat anaknya yang dulu begitu aktif kini semakin terbatas. Perlahan, ia menghampiri dan berlutut di samping Lynne, ikut menggenggam tangan kecil Cello.

"Kamu anak yang kuat, Cello," ucap Gerald pelan. "Lebih kuat dari Daddy. Aku tahu ini berat, tapi Daddy dan Mommy akan selalu ada di sini untuk kamu."

Cello mengangguk, menahan tangisnya. Meski ia masih merasa marah dan frustrasi, kehangatan dari kedua orang tuanya sedikit banyak membantu mengurangi rasa takutnya.

Setelah beberapa saat, Lynne dengan lembut membantu Cello menyelesaikan sarapannya. Namun, suasana pagi itu terasa begitu berbeda. Keheningan melingkupi mereka, dan Lynne serta Gerald tak bisa berhenti saling menatap penuh kekhawatiran.

Hari-hari berikutnya, Cello harus beradaptasi dengan kenyataan bahwa tangan kanannya kini tidak bisa lagi digunakan. Saat melakukan aktivitas sehari-hari, ia mulai bergantung pada tangan kirinya yang juga mulai melemah.

  Terkadang ia mencoba menyembunyikan rasa frustrasinya dengan senyum tipis, tapi baik Lynne maupun Gerald bisa melihat bahwa putra mereka semakin merasa terjebak dalam tubuhnya sendiri.

Suatu hari, saat sesi fisioterapi, Cello menatap Dokter Stevan dengan pandangan yang penuh kebingungan. "Kenapa aku nggak bisa main seperti dulu, Dokter?"

Dokter Stevan berhenti sejenak, lalu mendekati Cello dengan wajah serius namun penuh empati.

  "Terkadang, tubuh kita mengalami hal-hal yang sulit dijelaskan, Cello. Kamu sedang melalui masa yang berat, tapi yang terpenting adalah kamu tetap kuat. Kamu masih bisa melakukan banyak hal meskipun kondisinya berbeda."

Cello terdiam, matanya tampak jauh seperti merenungkan sesuatu. "Aku hanya ingin semuanya kembali seperti dulu. Aku ingin lari lagi... main lagi..."

Lynne, yang duduk di sampingnya, langsung menggenggam tangan Cello yang lemah. "Sayang, meskipun sekarang kamu nggak bisa lari, kita akan menemukan cara untuk tetap bersenang-senang bersama. Kita masih punya banyak hal yang bisa kita lakukan."

Tapi Cello hanya menggeleng. "Tapi aku nggak mau cuma nonton atau duduk. Aku mau ikut main." Suaranya terdengar getir, dan air mata mulai menggenang di matanya.

Lynne menarik Cello ke dalam pelukannya, memeluk erat putranya yang kini terisak di pundaknya. "Kamu boleh merasa sedih, sayang. Mommy juga kadang merasa seperti itu. Tapi kamu nggak sendirian."

Fisioterapi hari itu berjalan lebih singkat dari biasanya. Cello tampak kelelahan baik secara fisik maupun emosional. Lynne dan Gerald membawanya pulang lebih awal, memberinya waktu untuk beristirahat.

  Malam itu, setelah Cello tertidur, Lynne dan Gerald duduk di ruang tamu, kelelahan baik secara mental maupun fisik.

"Kita harus terus kuat untuk Cello," kata Gerald pelan, menatap ke arah kamar putranya. "Aku hanya... aku nggak tahu sampai kapan dia bisa bertahan."

Lynne mengangguk, air mata jatuh tanpa suara di pipinya. "Aku juga nggak tahu, tapi kita harus ada di sana setiap langkahnya. Dia butuh kita lebih dari sebelumnya."

Hari demi hari, mereka bertiga berusaha menjalani kehidupan baru ini dengan sebaik mungkin, meski tantangan terus datang tanpa henti. Cello mungkin kehilangan kemampuan untuk bergerak seperti dulu, tapi cintanya pada kedua orang tuanya, dan dukungan tak tergoyahkan dari Lynne serta Gerald, adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa hilang.

 Cello mungkin kehilangan kemampuan untuk bergerak seperti dulu, tapi cintanya pada kedua orang tuanya, dan dukungan tak tergoyahkan dari Lynne serta Gerald, adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa hilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Little Cutie Baby [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang