Lanjut terossssss!
Vote dongg!
Biar makin semangat lanjutinnya!
Happy Reading gezz!
Hari ini, Cello dijadwalkan untuk menjalani sesi fisioterapi lagi. Biasanya, meski merasa lelah, ia mencoba untuk tetap bersikap kooperatif. Namun kali ini, sejak awal sesi, mood-nya sudah buruk. Wajah Cello tampak kusut, dan ia lebih sering menolak arahan Dokter Stevan daripada mengikuti instruksi dengan benar. Gerakan kecil yang biasanya bisa ia lakukan dengan mudah kini terasa lebih sulit, membuat frustrasinya bertambah.
Dokter Stevan mencoba membujuknya dengan lembut. “Ayo, Cello. Sedikit lagi, kamu pasti bisa,” ucapnya sambil menunjukkan senyum sabarnya.
Namun, Cello sudah mencapai batasnya. Air mata mulai mengalir di pipinya, dan ia tiba-tiba berhenti bergerak. “Aku capek! Aku nggak mau lagi!” Cello berteriak, menarik napas tersengal-sengal.
Stevan mencoba mendekati, tapi Cello menggeleng keras dan memukul-mukul tempat duduknya dengan kepalan tangan kecilnya.
“Nggak mau! Aku mau Mommy sama Daddy!” tangisnya semakin kencang, napasnya tersendat-sendat dalam isak yang tak tertahankan.
Di luar ruangan, Lynne dan Gerald mendengar jeritan putra mereka. Wajah Lynne langsung pucat, dan tanpa berpikir panjang, ia bergegas masuk ke dalam ruangan, diikuti oleh Gerald. Mereka menemukan Cello yang sedang menangis terisak, wajahnya merah dan basah oleh air mata.
“Cello, sayang!” Lynne menghampirinya, berlutut di depannya, dan langsung memeluk anak itu. “Mommy di sini, Mommy di sini.”
Gerald berlutut di samping mereka, membelai rambut Cello yang berantakan. “Kamu capek, ya? Kita bisa istirahat dulu kalau kamu mau,” katanya dengan suara tenang.
Cello menggenggam erat tangan ibunya, tubuhnya bergetar karena tangis yang belum juga reda. “Aku nggak mau ini lagi, Mommy. Aku lelah. Aku benci harus terus latihan, tapi nggak ada yang berubah. Aku nggak akan bisa jalan lagi, kan?” ucapnya dengan nada putus asa.
Lynne menahan napas, hatinya kembali terasa berat mendengar pertanyaan itu. Ia menatap Geraldo yang juga tampak terpukul oleh ucapan putra mereka. “Sayang, kita lakukan ini karena kita ingin kamu tetap kuat,” jawabnya lembut, mencoba menjaga ketenangan meskipun air matanya sendiri hampir tumpah. “Fisioterapi ini bukan supaya kamu bisa jalan lagi, tapi supaya otot-ototmu tetap kuat, supaya kamu nggak semakin kesulitan untuk bergerak.”
Cello menggeleng keras, air matanya masih terus mengalir. “Tapi aku capek, Mommy. Aku capek banget…”
Lynne menarik napas dalam, kemudian memeluk putranya erat-erat. “Mommy ngerti. Kalau kamu mau istirahat dulu, kita bisa berhenti sekarang. Tapi ingat, Mommy dan Daddy selalu ada untuk kamu. Kamu nggak sendiri, sayang.”
Gerald menambahkan dengan suara lembut, “Apa yang kamu rasakan itu wajar, Cello. Semua ini memang berat, tapi kamu anak yang kuat, dan kita akan lewati ini bersama-sama.”
Dokter Stevan berdiri di sudut ruangan, memberikan ruang bagi keluarga itu untuk menenangkan Cello. Ia tahu bahwa menghadapi kondisi seperti ini tidak mudah, terutama untuk anak sekecil Cello yang harus menanggung beban besar di usia yang masih sangat muda.
Setelah beberapa menit, Cello mulai tenang dalam pelukan ibunya. Lynne dan Gerald membantunya keluar dari ruangan terapi, membiarkannya beristirahat dari sesi yang melelahkan itu. Meskipun Cello masih tampak lelah dan sedih, ada sedikit ketenangan di wajahnya, terutama setelah merasakan dukungan penuh dari orang tuanya.
"Aku mau pulang.. " Ucap Cello lirih.
"Oke, sayang.. Kita pulang.. " Lynne menggendong tubuh mungil putranya.
"Dokter.. Mohon maaf.. Hari ini kami pulang lebih awal, ya? Sepertinya Cello kelelahan. Tidak masalah, kan? " Tanya Gerald merasa tidak enak.
Dokter Stevan mengangguk. "Tidak apa-apa, pak.. Kasian Cello.. Dia terlihat lelah sekali hari ini. Semoga Tuhan masih berbaik hati padanya.. "
"Kalau begitu kami permisi ya, Dok.. " Pamit Lynne, dengan Cello di gendongannya.
.
.
.
.
Setelah kembali ke rumah, Lynne dan Gerald duduk bersama Cello di ruang tamu. Mereka menyalakan film favorit Cello, berharap itu bisa sedikit mengalihkan pikirannya. Sambil duduk di antara Mommy dan Daddy-nya, Cello menyandarkan kepala di bahu Lynne, masih terdiam, tetapi perlahan merasa lebih tenang.
"Maaf Mommy.. Daddy.. Cello tadi.. Nggak bisa ngendaliin emosi Cello.. Cello cuma.. Capek.. " Ucap Cello pelan.
"It's okay, baby.. Kami memahami apa yang kau rasakan.. " Gerald mengecup puncak kepala Cello.
"Cello sayang Mommy Daddy.. "
"Kami juga menyayangimu.. "
Hari itu, Cello tidak hanya belajar tentang batasan fisiknya, tetapi juga tentang betapa besar cinta dan dukungan yang selalu mengelilinginya. Meski masa depan masih penuh tantangan, ia tahu bahwa dengan Mommy dan Daddy di sampingnya, ia tidak akan pernah menghadapi semuanya sendirian.
Semangatin ya, baby Cello nya....
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Cutie Baby [END]
Fiksi PenggemarGeraldo dan Lynne adalah sepasang suami istri yang sudah tiga tahun menikah, namun masih belum dikaruniai seorang buah hati. mereka selalu mendambakan buah hati, hingga suatu hari, mereka menemukan bayi menggemaskan di pinggir jalan dalam keranjang...