Jam istirahat baru saja berbunyi, semua orang berhamburan keluar kelas ada yang pergi ke kantin ataupun duduk ngegosip di kelas begitu pula dengan Liane dan Zelin mereka berdua pergi ke kantin untuk mengisi perutnya.
Di perjalanan Liane terus tersenyum sendiri, salah tingkah kala mengingat mimpi semalam. "Apaan sih." Gumamnya menyadarkan dirinya, namun setelahnya ia tersenyum lagi.
Sedangkan Zelin hanya menyeringit aneh, apa yang temannya makan hingga tersenyum seperti orang gila ini.
"Kenapa lo? Kering gigi lo tuh senyum terus." Ucap Zelin menggelengkan kepalanya.
"Ih Zelin jahat mana ada gigi kering." Jawab Liane.
"Ada noh gigi lo, dari tadi senyum terus, kayak orang ngeborax tau gak." Ucap Zelin.
"Gigi aku gak kering, anggap aja aku lagi bahagia makanya senyum terus." Ucap Liane tersenyum kembali.
"Kenapa sih? Seneng banget kayaknya." Tanya Zelin ikut tersenyum.
"Zelin tau gak? Akhir-akhir ini aku mimpi aneh." Ucap Liane membuat Zelin tanda tanya besar.
"Mimpi apaan? Wah jangan-jangan mimpi cabul ya." Liane menggeleng cepat.
"Bukan! Tapi aku mimpi sama cowok ganteng." Jawabnya cekikikan.
"Ah elah ngomong dulu yang bener jangan cengengesan terus." Ucap Zelin geram sendiri.
"Oke aku ceritain tapi nanti aja di kantin sambil makan, aku lapar." Jawab Liane menarik tangan Zelin agar bisa cepat sampai di kantin.
Tak lama setelahnya mereka berdua sudah berada di kantin dengan menu makanan yang mereka pesan tadi.
"Tadi lo mau ngomong apaan?" Tanya Zelin penasaran.
Liane melirik kanan kiri takut ada orang yang mendengar ucapannya. "Akhir-akhir ini aku mimpi cowok ganteng, badannya tinggi,terus bicaranya juga lembut, dia bilang kalau dia suka sama aku." Jawab Liane sedikit berbisik.
Raut muka Zelin langsung berubah masam. "Terus lo baper gitu? Makanya senyum-senyum sendiri?" Tanyanya lagi.
Liane menggeleng. "Bukan! Cowok itu cium aku, pokonya mimpinya aneh Zelin. Aku bahkan bisa nyentuh dia dan aku juga bisa berinteraksi sama dia." Jawabnya lagi menjelaskan berharap kali ini temannya percaya.
"Cium? Terus lo gak ngelawan gitu? Bahkan di mimpi aja lo biarin orang itu cium lo? Wah parah Lin!" Ucap Zelin menatap nyalang Elina.
Mendengar itu Elina langsung tersentak apa yang di ucapkan Zelin memang benar, ia mungkin terlihat seperti murahan karena membiarkan orang asing menciumnya.
"T-tapi itu cuma mimpi Zelin." Ujarnya membuat pembelaan diri.
"Itu lo tahu cuma mimpi kan? Terus apanya yang nyata? Kalau lo ngerasa nyata berarti waktu di cium juga nyata dong?" Jawab Zelin cepat.
Lagi-lagi otak Liane memutar keras, yang di ucapkan Zelin lebih masuk akal daripada mimpinya yang tabu.
"Kamu gak bakal ngerti, aku juga gak bisa jelasin detailnya tapi aku bukan wanita gampangan yang bisa di cium sembarangan, itu cuma di mimpi! Mungkin tadi aku terlalu larut makanya ketawa sendiri." Ucap Liane tersenyum kikuk.
Pasti akan menyinggung jika ia tertawa di depan Liane karena itu Zelin menahan tawanya.
"Lo kayaknya jadi gila semenjak putus sama Remon ya Lin? Lo, aduh! Fiks lo harus ke psikiater." Ucap Zelin menggaruk kepalanya.
Liane mencabik kesal. "Aku gak bohong Zelin, aku beneran mimpi dia belakangan ini." Jawabnya memelas.
Zelin kelimpungan baru kali ini menghadapi masalah yang lebih rumit dari perselingkuhan, mimpi! Ia bukan dukun yang bisa menafsirkan arti mimpi.
"Yaudah deh apapun itu asal lo gak gila, gue dukung lo Lian." Ucap Zelin final.
"Tapi Zelin percaya kan?" Tanya Liane hati-hati.
Zelin melirik. "Kagak! Mimpi lo aneh, kebanyakan sugesti lo." Jawabnya skakmat.
"Yaudah kalau gak percaya aku juga gak maksa." Ucap Liane kesal lalu memakan sotonya cepat. Perutnya lebih penting daripada beradu argumen dengan Zelin yang menyebalkan.
Zelin yang melihat itu hanya tersenyum tipis, demi apapun dia sayang sama Liane sebagai seorang sahabat, ia akan memastikan kalau sekarang Liane akan lebih bahagia bahkan tanpa adanya si Remon tukang selingkuh itu.
"Makan yang banyak lo butuh tenaga buat move on dari si Remon tolol." Ucap Zelin dan hanya mendapat dengusan dari Liane.
***
Sebatang ganja ia hisap dengan nikmat di temani beberapa botol Whisky yang berjajar di meja kacanya. Pandangannya terus tertuju kepada sesosok pemuda jangkung yang duduk di depannya.
"Kepala sekolah tadi telpon papah, katanya kamu positif narkoba," Ucap Lio Adios Sasro selaku ayah kandung Setra.
"Sebenarnya apa yang kamu lakukan son? Apa belajar di sekolah sesulit itu?" Lanjutnya bertanya.
"Papah cuma minta kamu jadi anak yang baik, sekolah yang bener Setra, kamu gak perlu mikirin apapun yang harus kamu lakukan jadi anak baik!"
Sedangkan Setra hanya diam enggan untuk menjawabnya.
PRANG..
Satu botol Whisky itu Lio lempar ke dinding hingga menimbulkan suara pecah, namun Setra tetap teguh dan diam.
"Jawab bocah sialan!" Ucap Lio menahan segala gejolak amarahnya.
Kali ini Setra menatap tajam papahnya, ia tersenyum sinis lalu menyilangkan kakinya. "Apa yang papah harapkan dari orang sepertiku?"
"Ini semua ajaran papah." Lanjutnya langsung membuat Lio terdiam.
"Papah gak pernah ngajarin kamu jadi lelaki gak bener!" Jawab Lio marah.
Setra terkekeh sinis. "Orang tua yang sering menikahi jalang hanya untuk kepuasan nafsunya? Orang tua mana yang pake ganja dan mabok di depan anaknya?"
"Apa yang papah harapin dari Setra? Sedangkan papah sendiri gak bisa nyontohin hal baik sama anaknya." Lanjutnya mencoba menahan amukannya, perlu di ketahui kalau Setra bisa lebih kejam dari Lio namun ia tidak ingin sepertinya.
"Kurang ajar kamu Setra!" Sentak Lio menginjak ganja yang tadi ia hisap itu.
"Papah begini karena papah sayang sama kamu!" Ucapnya menunjuk.
Setra tertawa lebar. "Sayang? Sibuk gonta-ganti lacur, tiap hari mabok sama narkoba. Itu sayang yang di maksud papah?"
"Are you fucking kidding me?" Lanjutnya tak habis pikir dengan pola pikir papahnya itu.
"Beresin aja semuanya pakai uang, toh papah juga gak bakal rugi." Ucap Setra enteng lalu setelahnya ia melengos pergi.
Dalam hati sebenarnya Lio menyesali segala perbuatannya tetapi ia juga tidak bisa meninggalkannya, kecanduannya sudah berada di level akut.
Kalau saja bencana dulu tidak terjadi mungkin ia akan menjadi ayah dan suami yang baik, Setra juga tidak akan terjerumus kedalam dunia gelap ini.
"Maafin papah, papah gagal jadi seorang ayah." Ucapnya dalam hati sambil melihat Setra yang menjauh dari pandangannya.
"Maafin aku Irene, aku gak becus jagain anak kita." Batinnya masih merasakan pilu kala mengingat perempuan itu.
Kejadian itu masih teringat jelas di otak Lio, bayangan istrinya yang di bunuh secara brutal dan Setra yang saat itu masih kecil, membuatnya seperti kehilangan harapan hidup, sebagian jati dirinya sudah lenyap. Hanya dendam yang ia rasakan sekarang.
Bahkan dia sendiri tidak tahu kalau pola pikirnya menghancurkan masa depan anaknya. Fisik dan mentalnya ia hancurkan secara perlahan.
"Maafin aku Irene, aku gagal." Batinnya lagi merasa bersalah.
Lanjut part 7..
KAMU SEDANG MEMBACA
I FOUND YOU BABY!
Random"Tapi kita tidak nyata, ini cuma dunia mimpi." Ucap gadis itu menjauhi lelaki di depannya. "Persetan! All I want is you Lily!" Setra berjalan mendekat. "Kumohon lupakan aku." "Never! Sampai kapanpun aku tidak akan melepaskanmu, bahkan di dunia ini."...