Marshal berjalan cepat sambil fokusnya terus terarah pada berkas-berkas di tangannya. Ada sepuluh berkas portofolio lengkap dengan brief masing-masing project untuk kesepuluhnya. Joni sudah meminta data itu sejak tadi pagi, tapi Marshal baru berhasil melengkapinya sore ini. Siap-siap menghadapi sungutan Joni lagi. Marshal sudah dua tahun bekerja dengan sepupunya itu tapi sampai sekarang masih saja ada yang membuat abang sepupunya itu mengomel. Siapa suruh kasih kerjaan seperti tahu bulat yang digoreng dadakan?
"Ini, Bang. Andika photoshoot Jum'at ini. Nando photoshoot hari Sabtu. Pricil, Dinda sama Vey fashion show hari Minggu. Sisanya minggu depan," jelas Marshal sambil terengah-engah di depan meja Joni yang ternyata si pemimpin agensi itu masih sibuk di telepon.
Mulut Marshal terbuka lebar penjelasannya tidak didengarkan. Akhirnya dengan sabar lelaki itu menata berkas yang dibawanya di atas meja Joni supaya lebih mudah dibaca oleh atasannya itu.
Tak lama Joni menutup panggilan telepon lalu beralih pada Marshal. Hanya mendongak sekilas dan Joni pun mengalihkan fokusnya pada berkas di meja.
"Oke. Sebelum balik tolong cek di atas ada casting model baru, ya. Minta ke Ariska berkas-berkas kandidat yang oke. Besok pagi mau gue review."
Dan begitulah bekerja dengan Joni. Marshal harus siap ke sana ke mari mewakili abangnya itu. Ya setidaknya dia jadi pernah berhubungan dengan berbagai departemen dan orang. Kadang Marshal mewakili ketemu fotografer, kadang klien, kadang casting director, kadang koreografer, yang sering ya bertemu model-model di bawah naungan Neo Studio karena job desc Marshal yang utama adalah membantu Joni mengurus model-modelnya.
"Siap, Bang." Marshal pun pamit pergi.
Jarum jam masih menunjukkan pukul empat sore. Kira-kira masih ada waktu satu jam hingga proses casting selesai, biasanya. Marshal berpikir untuk membeli latte atau chocolate di cafe depan kantor sebelum menuju ruang latihan yang disulap menjadi ruang casting untuk hari ini.
Neo Studio mengadakan audisi rutin untuk mencari model-model baru yang akan dikontrak oleh mereka. Sebagai agensi model yang baru merintis, kebanyakan model yang bergabung masih amatir atau baru terjun ke dunia modelling. Mereka lebih banyak mencari talent di kampus dan sekolah daripada ke panggung-panggung fashion show.
Marshal berjalan santai, mengganti nafasnya yang diburu saat berlari ke kantor Joni tadi. Tapi ketenangannya tiba-tiba terusik saat seseorang yang baru masuk lewat pintu depan kantor menabraknya dan menumpahkan setengah gelas kopi yang dipegangnya ke tubuh Marshal. Dingin. Kopi itu bercampur dengan es batu.
"Aduh. Aduh. Maaf, Bang. Gue keburu-buru telat datang audisi. Aduh. Gimana nih," racau pemuda di hadapan Marshal panik.
Pemuda berambut coklat itu mencari sesuatu di tasnya lalu mengeluarkan sebuah notebook dan pena. Dia menuliskan sesuatu di kertas lalu merobeknya dan menyodorkannya ke tangan Marshal.
"Ini nomor gue. Ntar duit laundry gue ganti. Kalo lo mau beli baju baru juga gapapa. Nanti gue ganti. Gue udah telat. Gue duluan. Bye." Tanpa perkenalan, lelaki itu langsung pergi.
Setidaknya Marshal sempat melihat wajahnya. Wajah cantik yang cocok di fitur laki-lakinya, dengan bibir merona alami dan bulu mata yang lentik, jauh lebih lentik dari kebanyakan lelaki. Dan juga parfum segar yang menguar dari tubuhnya.
Marshal terdiam bukan karena bajunya basah dan kotor, apalagi marah.
Marshal terdiam karena dia terpana.
Dilihatnya kertas di tangannya. Nomor ponsel dan nama laki-laki yang tadi menabraknya.
Julius.
***
Marshal masuk ke ruang casting yang sudah hampir kosong. Bajunya yang terkena noda kopi hanya dibersihkan seadanya di kamar mandi kantor. Marshal menghampiri Ariska yang sedang mencoret-coret kertas di depannya lalu memilah-milah kertas-kertas itu.
"Ada yang oke gak, Mbak?" tanya Marshal.
"Lumayan ada satu. Tadi udah nyerah aja sampe mau selesai gak ada yang oke. Eh ada yang dateng telat. Bisa foto, bisa jalan, selebgram juga." Ariska menyerahkan satu berkas ke tangan Marshal. "Kasih Bang Joni, ya. Thanks."
Marshal melihat sekilas lalu senyumnya terbuka lebar.
Julius.
Mungkin itulah yang namanya takdir.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
A Story of Marshal & Julius - MarkMin AU
FanfictionJulius is a rising actor-model. He works. He loves. Marshal does his best to support Julius. He is the manager. But he falls hard for him. A collection of short alternate universe stories of Jaemin as Julius and Mark as Marshal. Setiap chapter...