New York dan Central Park - 2

108 11 0
                                    

Acara fashion week sudah usai beberapa jam lalu dengan lancar. Penampilan Julius mengundang senyuman puas dari brand yang bekerja sama dengannya dan mendatangkan brand maupun agensi lain yang ingin bekerja dengan aktor-model itu.

After party setelah fashion week menjadi ajang menambah relasi dan koneksi. Sudah dua jam Julius memaksa dirinya bersosialisasi dengan orang-orang penting di dunia fashion yang bisa membawa pengaruh bagus ke karir modeling nya. Sudah beberapa gelas sampanye diteguk lelaki itu untuk menjaga dirinya tetap waras untuk berhadapan dengan orang lain.

Marshal memperhatikan bahwa kesadaran Julius sudah mulai menurun. Dia melihat gelas Julius yang masih berkurang sedikit. Julius sudah menghabiskan gelas kelimanya berarti ini adalah gelas keenam. Bukan pertanda baik. Marshal meletakkan gelas sampanyenya sendiri yang hanya berkurang beberapa sisip lalu menghampiri Julius yang masih mengobrol dengan model yang lain.

"Mau pulang sekarang? Lo mulai gak bisa berdiri tegak," bisik Marshal di telinga Julius. Tangannya melingkar di pinggang ramping Julius untuk membantunya tetap tegak.

"Udah bisa ditinggal, nih? Kepala gue mulai berat," Julius balas berbisik.

"Ayo."

"Sorry, ladies and gentlemen. I need to go. We'll see each other another time, right. I'll wait for you guys going to Indonesia," sapa Julius ramah menutup pembicaraan dengan beberapa orang di sekitarnya itu.

"Aww, your boyfriend must be so proud of you today," celetuk salah satu model wanita yang mengenakan gaun berwarna hijau zamrud kepada Julius.

Perlu waktu beberapa detik untuk Julius memahami maksud wanita itu. Namun, sebelum dia menjawabnya, Marshal terlebih dahulu meenjawab.

"I am. I am so proud of him. This is his first US fashion week and he did great. Later, ladies and gentlemen," ucap Marshal santai.

Sementara di sisi lain Julius tertegun. Dia hanya bisa pasrah saat Marshal memandunya untuk menjauh dari kerumunan menuju pintu keluar ruangan pesta itu. Sebelum mereka keluar, Julius menghabiskan sisa sampanye yang masih banyak di gelasnya.

Keputusan yang salah. Sekarang kepalanya semakin berat dan pipinya semakin panas. Dia tidak tahu pipinya yang panas itu efek dari minuman beralkohol atau dari kata-kata Marshal di pesta tadi.

***

Taksi yang membawa Marshal dan Julius pulang sudah sampai di depan apartemen. Julius yang sudah mabuk kesusahan untuk sekedar mengangkat kepalanya sehingga Marshal harus menuntunnya dengan menggandeng pinggang Julius dan meletakkan tangan lelaki yang lebih muda itu di pundaknya.

Marshal bisa sedikit bernafas saat mereka sudah sampai di lift. Dibiarkannya Julius bersandar sepenuhnya ke bahu Marshal. Beberapa langkah dari lift, mereka sudah sampai di depan unit yang mereka sewa itu. Marshal segera membuka pintu dan membopong Julius dengan kedua tangannya, tidak sabar dan tidak tega jika harus menyeretnya lagi.

Marshal kembali untuk mengunci pintu apartemen sebelum menuju kamar Julius setelah menurunkan lelaki itu tadi. Julius sudah memejamkan matanya erat. Julius tertidur. Riasan masih ada di wajahnya yang membuat fitur cantik di wajah itu semakin terlihat jelas. Bulu mata yang lentik dan bibir tersapu lipstik natural pink. Pipi laki-laki itu memerah, bukan karena pemerah pipi tetapi karena alkohol yang sudah mengambil kesadarannya. Harusnya Marshal sudah menghentikan Julius di gelas ketiga.

Marshal melepaskan sepatu Julius lalu mengambil baju ganti untuk model itu. Baju yang dikenakan Julius untuk after party dari sponsor, tidak mungkin Marshal membiarkan Julius memakainya untuk tidur. Melihat Julius yang sudah tidak sadar, mau tidak mau Marshal harus membantunya untuk berganti pakaian.

Tidak butuh waktu lama Julius sudah ada di dalam seragam tidurnya, celana pendek dan kaos oversize. Marshal membersihkan riasan di muka Julius. Bahkan saat riasan itu hilang dan hanya menyisakan rona merah alami di pipinya, wajah cantik Julius tetap terpancar.

Saat Marshal akan beranjak dari kasur Julius untuk kembali ke kamarnya sendiri, lelaki yang lebih muda menarik tangannya keras hingga Marshal hampir terjatuh. Marshal berhasil menahan tubuhnya dengan tangan di kedua sisi Julius. Lelaki di bawahnya bergerak kecil.

"Kenapa gue gak suka sama lo aja ya, Bang," racau Julius masih dengan mata tertutup. Mabuk. Julius benar-benar mabuk.

"Lo baik banget sama gue. Lo yang ngurusi gue di mana pun dan ke mana pun. Kenapa gue harus sayang sama Mona yang kayak kuntilanak itu coba. Kenapa gue cintanya gak sama lo aja, Bang?"

Marshal menelan ludah. Jantungnya berdetak sangat keras hingga ia takut dadanya akan meledak.

"Julius, lo mabuk. Lo tidur aja ya."

"Lo suka gue gak, Bang? Kalo gue suka sama lo aja gimana, Bang?"

Marshal ingin menjawabnya tapi Julius tidak memberikan waktu untuk Marshal berkata apapun.

Karena sepersekian detik kemudian Julius mengangkat kepalanya untuk menempelkan bibirnya ke bibir Marshal.

***

A Story of Marshal & Julius - MarkMin AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang