Marshal mengencangkan sabuk pengaman dan menoleh ke Julius yang duduk di samping jendela. Julius sudah memejamkan mata dengan headphone terpasang di telinganya. Sabuk pengamannya masih menggantung di kursi. Marshal meraih sabuk pengaman Julius dan memasangnya.
Julius terkejut akan gerakan tiba-tiba di depannya. Napasnya tercekat saat menyadari Marshal ada tepat di atasnya.
"Seat belt dulu. Baru tidur." Marshal mengacak ringan rambut Julius yang memang berantakan tanpa ditata.
Sudah dua minggu sejak Julius memutuskan hubungannya dengan Mona. Hubungan yang sudah dia pertahankan selama dua tahun dalam diam tanpa diketahui publik. Setelah berita mengenai Mona dan lawan mainnya muncul di media, Julius perlu waktu hampir satu minggu sampai si wanita bisa bertemu dengannya hanya untuk bilang kalau berita itu benar dan bukan sekedar gosip buatan tim promo filmnya.
Selesai. Julius sudah selesai berjuang. Julius sudah selesai mempertahankan. Buat apa jika hanya dia yang ada di sana.
Sudah dua minggu juga hidup Julius seperti autopilot. Dia beraktivitas tanpa berpikir. Dia bekerja tanpa berpikir. Apa yang Marshal atur untuknya akan dia lakukan begitu saja. Julius masih profesional. Dia masih bisa memberikan usaha terbaiknya untuk semua jadwal pekerjaan. Tapi di balik kamera, dia kembali menjadi mayat hidup.
Setiap hari Marshal lah yang menjemput dan mengantar Julius dari apartemen ke lokasi syuting atau pemotretan. Hampir semua meeting pekerjaan diwakilkan oleh Marshal, atau Julius hanya ikut tanpa banyak berkata-kata. Sesekali Marshal menghabiskan waktu di apartemen Julius untuk sekedar memastikan aktor itu makan dan tidur.
"Julius lagi gak enak badan. Kecapekan dan banyak pikiran juga," begitu kata Marshal pada Bang Joni si pemilik agensi. Marshal mengatur jadwal Julius dari tawaran-tawaran yang sudah deal saja, tidak ada tawaran baru. Tidak tahu apakah itu ide bagus supaya Julius bisa beristirahat, atau ide buruk karena kurangnya kesibukan membuat Julius semakin overthinking.
Lalu di sini lah mereka berdua. Penerbangan Jakarta ke New York. Jadwal penampilan Julius di New York Fashion Week sudah direncanakan dari berbulan-bulan lalu. Dan sebagai salah satu bucket list nya, Julius tidak mau melewatkan kesempatan ini. Jadi meski kepalanya masih memilih untuk menyendiri di apartemen, laki-laki itu memaksa tubuhnya untuk berangkat ke New York ditemani oleh manager setianya, Marshal. Melewatkan NYFW adalah kebodohan, begitu kata Julius saat Marshal memintanya untuk mempertimbangkan keputusan itu berkali-kali.
Perjalanan delapan jam dari Jakarta ke Dubai hanya diisi dengan Julius yang memejamkan mata, sekali membukanya untuk makan dengan paksaan Marshal lalu ditutup lagi dengan telinga masih tersumpal headphone. Di lain sisi, Marshal menghabiskan waktunya untuk menonton film yang disediakan oleh maskapai. Sesekali menoleh untuk mengecek kondisi Julius. Mengingat kondisi Julius yang sempat mogok bekerja seharian, Marshal sangat bersyukur dia tidak perlu memaksanya untuk berangkat ke New York.
Sesampainya di Dubai, mereka berdua memilih untuk tidak keluar dari bandara. Mereka menghabiskan tiga jam waktu transit untuk makan dan sekedar berkeliling melihat berbagai toko.
Hingga waktu mereka untuk boarding kembali, tiba-tiba Marshal menemukan sebuah toko yang menarik perhatiannya.
"Lo boarding dulu aja. Gue ada urusan bentar. Ini paspor sama boarding pass nya," ujar Marshal sambil menyerahkan paspor dan boarding pass Julius. Julius yang memang tidak tertarik dengan apapun selain kembali memejamkan matanya di kursi pesawat langsung mengambilnya dan berjalan ke arah gate keberangkatan.
Marshal menyusul Julius saat laki-laki itu sudah duduk manis di bangkunya. Jaket hitamnya disampirkan tidak beraturan di sandaran tangan meninggalkan kaos pinknya terlihat.
Marshal terkekeh tanpa suara sambil membetulkan sabuk pengaman dan melipat jaket Julius lalu meletakkannya di tas Julius di bagasi kabin. Lelakinya dan warna pink yang ia suka. Marshal selalui menganggap itu menggemaskan.
***
Marshal dan Julius menggeletakkan tas dan koper mereka di ruang tengah begitu mereka masuk ke apartemen. Mereka menyewa sebuah apartemen dua kamar di kawasan padat di Manhattan untuk dua minggu ke depan. Jadwal untuk NYFW memang hanya tiga hari. Tapi Marshal ingin mengajak Julius menikmati suasana lain dengan harapan lelaki yang lebih muda itu tidak galau lagi.
"Istirahat dulu aja. Lo pasti masih jetlag. Besok baru ada jadwal fitting sama ketemu orang-orang brand," ujar Marshal. Julius mengangguk lalu masuk ke salah satu kamar.
Sepanjang dua puluh lima jam perjalanan, tidak lebih dari sepuluh kalimat yang keluar dari bibir Julius. Sudah dua minggu tapi masih saja seperti ini. Kadang Marshal ingin menyerah tapi tentu saja dia tidak bisa. Marshal tidak bisa meninggalkan dan kehilangan Juliusnya.
Marshal ingin tidur karena tentu saja jetlag juga mempengaruhi dirinya. Tapi perutnya yang berbunyi menandakan tidak mau diabaikan begitu saja. Marshal membuka kopernya dan mengambil dua bungkus Indomie Soto Spesial. Keputusan bagus untuk membawa beberapa bungkus mie instan ke negara orang. Tanpa menunggu lama, Marshal segera memasaknya dan melahap semangkuk mie instan porsi ganda itu di meja makan.
"Abaaang, itu apa? Baunya enak." Marshal mendongak dan melihat Julius keluar kamar. Marshal langsung tersedak melihat pemandangan di depannya. Baju yang dipakai Julius selama perjalanan sudah tertanggal. Berganti dengan celana pendek untuk tidur. Hanya itu. Tanpa atasan yang menutupi badan Julius yang terbentuk dari work out nya untuk mempersiapkan fashion week.
Julius menggosok matanya yang masih setengah terpejam. Rambutnya yang memang belum disisir sama sekali sejak di pesawat semakin berantakan setelah tidur. Marshal segera mengambil minum untuk menenangkan batuknya.
"Gue bikin Indomie. Mau? Masih ada beberapa bungkus di koper," tawar Marshal.
Julius menggeleng singkat. "Gak deh, Bang. Minta punya lo aja dikit, ya." Tanpa menunggu jawaban Marshal, Julius meraih mangkuk Marshal dari seberang meja. Mie yang sudah tinggal sedikit langsung dilahap oleh Julius. Tak lupa kuah yang masih hangat itu diseruputnya langsung dari mangkok. Julius yang makan berantakan karena nyawanya yang belum terkumpul sempurna menghasilkan beberapa tetes kuah tercecer ke leher dan dadanya.
Marshal menelan ludahnya lalu mengalihkan pandangan.
"Kalo udah langsung taruh di sink aja. Gue tidur dulu," ujarnya singkat lalu bergegas masuk ke kamar.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
A Story of Marshal & Julius - MarkMin AU
FanfictionJulius is a rising actor-model. He works. He loves. Marshal does his best to support Julius. He is the manager. But he falls hard for him. A collection of short alternate universe stories of Jaemin as Julius and Mark as Marshal. Setiap chapter...