Jarum jam di tangan Marshal menujukkan pukul sembilan lebih sepuluh. Niat Marshal dan Julius untuk langsung kembali ke hotel seusai menonton Raminten Cabaret Show sedikit tertunda karena lautan manusia yang keluar dari area pertunjukan dalam waktu yang sama dan tentu saja kemacetan mobil yang akan keluar dari area Malioboro.
"Mau cari warung kopi dulu buat nunggu agak sepi, Ju?" tanya Marshal. Saat tidak ada tanggapan Marshal menoleh dan menemukan Julius sibuk dengan ponselnya dengan ekspresi yang tidak bisa ditebak. Bingung? Marah? Frustasi?
"Julius? You okay?"
"Oh. Gak apa-apa, Bang. Langsung balik hotel aja, yok, biar cukup istirahat. Besok kita perjalanan jauh lagi." Dalam waktu sepersekian detik Julius sudah merubah raut wajahnya dan dia terlihat baik-baik saja seperti biasa.
"Mau cari snack dulu?" tawar Marshal masih dengan nada khawatir di suaranya.
Julius menggeleng sambil tersenyum tipis. "Gak usah. Mau tidur aja."
Marshal tidak bisa berkata lagi. Lelaki itu berjalan ke arah parkiran mobil, diikuti oleh Julius tepat di belakangnya.
Sepanjang perjalanan dari jalanan Malioboro ke arah parkir mobil, yang kebetulan mereka dapatkan agak jauh, hingga dari parkiran mobil ke arah hotel, Marshal menyadari bahwa Julius tidak bisa lepas dari ponselnya. Sesekali mengetik, sesekali menelepon yang tidak ada sahutan dari seberang. Marshal tidak bisa memeriksa apa yang terjadi karena dia harus fokus dengan jalanan. Ia juga tidak berani untuk bertanya.
Hingga sampai di depan kamar mereka pun Julius masih sibuk dengan ponselnya.
"Kalo ada apa-apa kabari gue aja ya, Ju," ujar Marshal sebelum Julius menghilang dari balik pintu kamarnya.
Julius lagi-lagi tersenyum tipis berusaha meyakinkan managernya, "Gue gak apa-apa, Bang."
Marshal berusaha meyakinkan dirinya sendiri juga untuk percaya perkataan Julius bahwa dia memang baik-baik saja. Setelah mandi dan bersiap untuk tidur, barulah Marshal membuka ponselnya. Saat itu Marshal menyadari kesalahan besar yang ia telah perbuat. Baru mengecek ponselnya dan membuka sosial media.
AKTRIS MONA ARISKA MENGKONFIRMASI BERPACARAN DENGAN DEWA ANGGA YANG MENJADI LAWAN MAINNYA DI FILM TERBARU
Tentu saja tidak ada keberisikan dari agensi mengingat tidak ada yang tahu hubungan Julius dan Mona selain Marshal.
Tentu saja Julius terlihat sangat terganggu. Siapa yang tidak jika kekasihnya diberitakan berpacaran dengan orang lain?
Marshal tidak bisa berpikir apa-apa lagi selain mengkhawatirkan lelakinya itu. Diambilnya access card dan segera berlari ke kamar Julius.
***
Sejak artikel pertama yang Julius baca saat masih di Malioboro, dan berpuluh-puluh artikel setelahnya muncul, Julius masih tidak bisa menghubungi Mona. Sejuta pesannya tak terbalas. Alih-alih terbalas, terbaca pun tidak. Panggilannya diarahkan ke voice mail. Dia ingin menghubungi manager Mona tapi tentu saja Mona tidak pernah membagikan kontak managernya ke Julius.
Berita seperti ini bukan pertama kalinya. Sebagai aktris yang berkali-kali bermain di film layar lebar bertema romansa, gosip cinta lokasi sudah erat dengan nama Mona Ariska. Semua gosip itu bagus untuk promosi film, begitu kata Mona saat pertama kali Julius menunjukkan keberatannya. Dan wanita itu selalu berhasil meyakinkan Julius bahwa dia satu-satunya.
Tapi kali ini berbeda. Belum pernah ada berita yang dikonfirmasi kebenarannya, seperti saat ini. Biasanya jika ada berita kencan seperti ini, foto-foto Mona dengan si lelaki yang digosipkan jadi pasangannya didapat dari acara film atau kegiatan bersama-sama yang diperbesar di bagian mereka berdua saja. Tidak seperti sekarang, foto eksklusif saat keduanya keluar dari gedung apartemen Mona.
Tidak ada yang ke apartemen Mona selain Julius dan managernya. Bahkan tidak orang tua perempuan itu. Tapi benarkah tidak ada orang lain?
Julius mulai meragukan dirinya sendiri. Apakah Mona selingkuh? Atau dirinya kah yang berlebihan? Bagaimana pun pacarnya adalah seorang aktris yang tidak akan luput dari berita seperti ini. Tapi kenapa Mona tidak memberi kabar?
Julius berusaha menenangkan diri selama perjalanan dari Malioboro kembali ke hotel. Sepertinya Marshal tidak tahu apa yang terjadi, dan Julius ingin tetap seperti itu. Sudah cukup dirinya merepotkan Marshal. Harusnya ini menjadi liburan mereka.
Tapi hingga dirinya sendirian di kamar hotel pun kepalanya masih berisik. Dia berusaha melepaskan diri dari ponselnya tapi tidak bisa. Julius perlu kejelasan akan apa yang sedang terjadi.
Julius masih bersandar di balik pintu sejak dia berpisah dengan Marshal setengah jam yang lalu. Mau melangkah pun rasanya berat. Kepalanya pening. Kakinya lemas.
Hingga seseorang menekan bel dan memanggilnya dari balik pintu.
Marshal datang.
***
Saat pintu kamar Julius dibuka, Marshal bisa merasakan betapa sakit hatinya melihat kondisi laki-laki itu. Helpless. Bahkan laki-laki itu masih memakai pakaiannya yang dipakai keliling Jogja seharian.
"Julius," bisiknya pelan sambil menutup pintu dibelakangnya.
"Bang...."
"Gue udah tahu berita soal Mona," sahut Marshal cepat saat Julius sekali lagi berusaha menunjukkan dirinya baik-baik saja.
Julius meletakkan kepalanya di pundak Marshal. Kepalanya masih berisik dengan semua pikiran buruk. Dia ingin meletakkannya di mana pun supaya rasa sakit di kepalanya hilang.
Perlahan Marshal mengambil ponsel dari tangan Julius dan meletakkannya di meja. Tak lupa dia mengaturnya supaya masuk ke mode senyap agar si pemilik tidak terganggu.
Marshal menuntun Julius ke arah kasur dan membantunya duduk.
"Mau mandi dulu?" Julius mengangguk. Marshal membantu melepaskan kemeja Julius, meninggalkan kaos dan celananya. Sepatu dan kaos kaki Julius sudah digantikannya dengan sandal. Marshal mengambil satu kaos dan satu celana pendek dari koper Julius untuk berganti.
"Lo mandi dulu biar seger. Bisa kan?" Julius mengangguk lalu melangkah gontai ke kamar mandi.
Sepuluh menit Marshal menunggu. Dia tak berani beranjak dari kamar Julius hingga laki-laki itu keluar dari kamar mandi.
"Lo tidur aja, ya. Besok kita langsung balik Jakarta. Kalo perlu mau naik pesawat langsung bilang gue. Now, rest." Marshal baru akan melangkahkan kaki untuk kembali ke kamarnya saat Julius menarik ujung baju Marshal.
"Temenin gue di sini, Bang." Lagi-lagi otak impulsif Julius bertindak lebih cepat daripada otak logisnya.
Marshal menarik nafas lalu membawa Julius ke kasur. Dibantunya laki-laki itu untuk berbaring sebelum ia sendiri mengambil tempat di ujung lain kasur, setidaknya masih memberi jarak untuk kewarasannya.
"You are not fine now but you'll be fine. Everything will be fine. You can tell me anything after if you want," ujar Marshal menenangkan.
Julius mendekatkan tubuhnya ke Marshal. Kepalanya di letakkan di samping pinggang Marshal yang masih duduk bersandar ke kepala tempat tidur. Tangannya yang menyangga kepala menempel ke tangan Marshal. Hanya sentuhan kecil yang menunjukkan bahwa managernya itu ada di sana.
"Thanks, Bang." Bisikan singkat keluar dari bibir Julius sebelum lelaki itu terlelap.
Andai saja dia selalu punya Marshal. Julius tidak tahu dia perlu kenyamanan dari Marshal saat hatinya kalut.
Dan malam itu terasa lebih panjang bagi Marshal dibanding perjalanan mereka.
***
End of Road Trip story.
Thank you for everyone who gimme ⭐
Really appreciate that 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
A Story of Marshal & Julius - MarkMin AU
FanfictionJulius is a rising actor-model. He works. He loves. Marshal does his best to support Julius. He is the manager. But he falls hard for him. A collection of short alternate universe stories of Jaemin as Julius and Mark as Marshal. Setiap chapter...