Tanpa Marshal

97 12 3
                                    

Julius sedikit mengernyitkan dahinya saat masuk ke mobil yang menjemputnya siang itu untuk menuju ke lokasi pemotretan. Seperti biasa, Jese duduk di kursi pengemudi. Biasanya Marshal ada di sebelahnya. Namun kali ini tidak ada siapapun di sebelah Jese.

"Bang Marshal ke mana?" tanya Julius yang membuat Jese langsung menangkap kekesalan dalam suaranya.

"Bang Marshal hari ini cuti. Gak bilang ke lo, Bang?"

Julius segera membuka ponselnya. Kosong. Tidak ada notifikasi dari Marshal. Julius coba memeriksa halaman obrolan mereka, berharap mungkin saja ada pesan yang terlewat ia baca. Tidak ada. Terakhir pesan yang masuk dari hari sebelumnya dan itupun membahas hal yang lain. Tidak ada kabar dari Marshal bahwa lelaki itu akan cuti hari ini.

"Gak ada," ujar Julius ketus, sinyal untuk Jese tidak menanyakan lebih lanjut dan segera menjalankan mobil.

Perjalanan ke lokasi pemotretan selama empat puluh lima menit hanya ditemani oleh suara musik yang diputar oleh Jese di mobil. Mereka mampir sejenak ke salah satu drive thru restoran cepat saji untuk membeli brunch untuk Julius. Biasanya di lokasi pemotretan pasti ada makan siang tapi jadwalnya sudah mepet dan Julius memilih mengganjal perutnya dulu agar bisa fokus.

Tepat pukul satu siang dan satu potong burger berukuran besar sudah masuk ke perut Julius, mereka berdua sudah sampai di lokasi pemotretan. Untungnya kali ini pemotretan dilakukan di studio. Julius tidak sanggup jika harus menjalani jadwalnya di bawah terik matahari Jakarta di siang bolong.

"Halo, Julius. Lo siap-siap dulu ya. MUA nya udah di dalem," sambut Kevin, person in charge yang mengatur pemotretan kali ini. "Eh, tumben gak sama Aa' Marshal ganteng?" tanya Kevin sambil melongok ke belakang Julius di mana hanya ada Jese yang berjalan sambil membawa kantong berisi makanan Julius.

Julius mendengus dan mengabaikan pertanyaan itu. Jese di belakangnya memberi sinyal pada Kevin untuk tidak membahas Marshal dengan menyilangkan kedua tangan di dadanya dan Kevin membalas dengan membuat gesture mengunci mulutnya, sadar bahwa terkadang ia tidak bisa mengontrol omongannya sendiri.

Tidak lama Julius sudah selesai mengenakan make up dan berganti pakaian. Kali ini pemotretan untuk majalah dengan mengenakan koleksi terbaru salah satu brand fahion terkenal.

Jese bisa melihat sejak Julius masuk ke mobil beberapa jam yang lalu mukanya sudah ditekuk. Tapi Jese selalu kagum atas profesionalitas Julius. Saat model itu berada di jangkauan kamera fotografer, ekspresi kesalnya sudah hilang. Berganti dengan pandangan tegas tetapi tetap elegan, mengkomplimen baju semi formal yang ia kenakan. Siapapun keluarga kaya yang melihat foto itu akan tertarik untuk membeli baju serupa. Siapapun orang biasa yang ingin terlihat naik kelas akan mencari baju seperti yang dibawakan oleh Julius.

"Good! Great expression! Look here!" seruan dari fotografer menunjukkan kepuasannya akan performa Julius. Dan tentu saja hal serupa dirasakan oleh perwakilan dari majalah maupun brand.

"Take a ten! Kita review dulu sebelum lanjut, ya," seru Kevin.

Julius menuju kursi yang disediakan untuknya dan menyeruput air mineral di depannya.

"Hp gue mana, Jese?" Julius mengulurkan tangannya pada Jese. Jese mengambil ponsel Julius di dalam tas yang ia pegang selama pemotretan tadi.

Kosong.

Masih tidak ada kabar dari Marshal. Julius mendengus keras.

***

Jese
Bang, lo gak kabari Bang Julius?
Ini orangnya marah-marah mulu daritadi.

A Story of Marshal & Julius - MarkMin AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang