Author's note :
Bagian ini terjadi sebelum First Fight alias sebelum malam tahun baru tapi sudah beberapa bulan setelah Liburan Tipis.CW // slight sexual harassement
***
Running a company sucks.
Marshal ingin mengeluarkan sumpah serapah karena untuk kesekian kalinya ia harus tetap tinggal di kantor saat semua karyawannya pulang.
Mungkin ayahnya benar. Marshal terlalu lama di zona nyaman menjadi manager model hinggal ia lupa tanggung jawab yang menunggunya jauh lebih berat dari itu. Meski dengan menjadi manager ia bisa belajar bagaimana industri itu bekerja tapi saat ini yang ia lakukan jauh berbeda dengan yang ia lakukan dulu. Tidak ada dealing dengan klien, tidak ada mengatur jadwal Julius, tidak ada memastikan kebutuhan Julius terpenuhi. Saat ini ia berkutat di mejanya dengan berkas-berkas laporan keuangan dan proposal project untuk menentukan mana yang akan ia setujui untuk dilanjutkan dan mana yang harus ia tolak. Semua angka-angka itu membuatnya muak.
Marshal menatap layar ponselnya dengan miris. Wajah ceria Julius menyambutnya saat ia membuka kunci layar ponselnya. Bahkan sudah berhari-hari ia tidak bisa bertemu Julius. Saat ia ada waktu luang, Julius sedang sibuk dengan jadwalnya. Saat Julius ada waktu luang, Marshal sedang sibuk dengan pekerjaannya.
Marshal benar-benar dimanjakan selama bertahun-tahun bekerja menjadi manager Julius.
Sepertinya satu panggilan telepon bisa membantunya untuk kembali fokus dengan kertas-kertas di depannya.
Julius mengangkat telepon pada deringan kedua.
"Iya, Bang Marshal?" sapa Julius dari seberang. Sepertinya Julius tidak sedang di apartemennya mendengar suara keramaian dan musik dari kejauhan.
"Lagi di luar?" tanya Marshal sambil memutar kursinya menghadap ke jendela yang ada di belakang mejanya.
"Iya. Tadi habis syuting ada ternyata ada wrapped up party. Perlu aku ke tempat kamu?" tanya Julius balik.
Marshal menghela nafas. Julius hanya bilang hari ini ada syuting terakhir untuk salah satu filmnya dan harusnya sudah selesai sebelum matahari terbenam. Tidak ada pembicaraan mengenai wrapped up party hingga larut malam.
Ini salah satu hal yang Marshal benci. Mereka terbiasa bersama selama bertahun-tahun. Tanpa Julius bilang pun Marshal lebih tahu jadwalnya dibanding lelaki yang lebih muda itu sendiri. Tapi sekarang Marshal harus tanya dulu ke Julius. Julius yang tidak terbiasa pun jarang sekali langsung mengabari Marshal apa yang akan dia lakukan sehari-harinya.
Marshal bukannya posesif. Ia hanya tidak tenang. Ia tahu bagaimana industri itu bekerja. Kadang Marshal heran Julius itu baik atau naif. Julius itu sadar atau tidak banyak sekali orang yang berusaha mencari kesempatan dengannya. Julius itu sadar atau tidak ada beberapa sutradara atau produser yang mencoba peruntungan dengan gerakan tangan mereka yang berbahaya saat Julius mengobrol dengan mereka. Julius itu sadar atau tidak ada model atau aktor lain — baik laki-laki maupun perempuan — yang berusaha mendekatinya.
Dulu Marshal bisa menjaganya, menjauhkan Julius dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi. Tapi saat ini ia tidak yakin Jese sebagai manager Julius setegas itu. Jelas Jese kalah jam terbang dan usia dibanding orang-orang yang sudah berlalu lalang di industri hiburan ini.
"I'm just missing you. Gak usah ke sini gak apa-apa. Toh aku juga masih di kantor. Hati-hati kalo pulang. Di sini hujan. Nanti kabari aja kalo udah balik, ya," jawab Marshal berusaha tetap tenang dan tidak mengeluarkan emosinya ke Julius. Ia hanya merindukan Julius. Mereka hanya butuh waktu mengobrol berdua untuk membicarakan hal-hal yang sensitif supaya tidak ada kesalahpahaman.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Story of Marshal & Julius - MarkMin AU
FanfictionJulius is a rising actor-model. He works. He loves. Marshal does his best to support Julius. He is the manager. But he falls hard for him. A collection of short alternate universe stories of Jaemin as Julius and Mark as Marshal. Setiap chapter...