What If - Marshal Cemburu

134 11 0
                                    

Author's note :

CW // slight 18+, mention of kiss and sex, be wise

***

Marshal meletakkan tasnya di sofa depan tv sebelum melangkah ke meja makan di mana Julius sudah meletakkan beberapa makanan di atasnya. Sebelum duduk, dipeluknya pacarnya itu, tidak lupa dengan kecupan ringan di pipi Julius.

"Mandi dulu sana. Aku belum selesai masak. Habis gitu makan bareng," ujar Julius sambil terus mengaduk sup di depannya.

Marshal mengerucutkan bibirnya atas respon acuh Julius, "Cium dulu," rajuknya.

Julius menoleh lalu terkekeh. Dikecupnya bibir lelaki yang lebih tua itu sebelum Julius kembali berfokus pada kompor di depannya. "Sana, Bang. Mandi dulu."

"Iya, Sayaaang."

Kurang dari sepuluh menit, Marshal sudah berganti dengan kaos dan celana pendek dan duduk manis di depan meja makan, menunggu Julius menyelesaikan masakannya.

"Kamu gak ke agensi tadi?" tanya Marshal sambil meraih naskah yang tergeletak di ujung meja makan. Rainbow Under The Rain. Ah, naskah film baru Julius.

"Tadi aku ke Neo Studio bentar ketemu sutradara sama penulis. Aku deal film nya Mas Bene, lho," jawab Julius riang. Bene adalah salah satu penulis naskah film besar yang sudah lama diidamkan Julius untuk bermain film karyanya.

Sejak proyek film pertamanya sebagai second lead actor, karir Julius di dunia film semakin berkembang. Awalnya Julius mengambil hampir seluruh tawaran film hingga jadwalnya satu tahun penuh dengan jadwal syuting. Hingga akhirnya Marshal memaksanya untuk rehat dan mengatur ulang proyek yang akan dia ambil. Banyaknya proyek film berarti berkurangnya waktu yang bisa ia sisihkan untuk kegiatan modelling nya.

Sudah satu tahun ini Julius berhasil menjadi aktor yang selektif dalam memilih film yang akan digarap. Apalagi dengan portofolio yang cukup memuaskan sebagai male lead actor atau second lead actor, dia tidak perlu kejar setoran lagi. Bahkan ia bisa mengambil waktu rehat tanpa kerjaan sama sekali selama satu bulan penuh tiap empat hingga lima bulan.

Dan tentu saja dengan tidak adanya Marshal yang bisa menemaninya 24/7, Julius lebih tidak rela menghabiskan waktunya di lokasi kerja. Jese adalah manager yang bagus. Tapi daripada menghabiskan waktu dengan Jese, Julius lebih memilih untuk pulang dan menghabiskan waktunya untuk bermesraan dengan Marshal yang sekarang jadi pacarnya.

Marshal membalik-balik naskah film di tangannya, sekilas membaca cerita dan adegan-adegan yang akan diperankan Julius. Tiba-tiba keningnya berkerut.

"Kok?" celetuk Marshal tanpa melengkapi kalimatnya.

Julius yang sudah menyelesaikan kegiatan memasak dan menyiapkan makanannya menoleh dan terheran dengan ekspresi Marshal. "Kenapa, Bang? Kan waktu itu udah aku ceritain sinopsisnya gimana."

"Kok ada adegan ciumannya?"

Deg. Julius melewatkan part itu saat bercerita ke Marshal dengan asumsi Marshal sudah bisa menduganya dengan cerita romantis seperti itu. Toh Marshal dulu sudah berkali-kali melihat Julius bermain di film romantis dan beberapa juga ada adegan ciuman.

"Kan film romance, Bang. Udah bisa ditebak, lah."

"Ceweknya siapa? Ah ralat. Aktris ceweknya siapa?"

Julius menelan ludah. Saat menerima tawaran film ini dia tidak berpikir panjang. Setelah selesai menandatangani kontrak, barulah Julius mengetahui siapa lawan mainnya dan sedikit menyesal tidak mencari tahu terlebih dahulu.

"Mona."

Marshal membanting naskahnya ke meja lalu berdiri dengan amarah di dadanya.

"Wah... Gini ya. Kerjaan Jese apaan sih? Gak bisa selektif milihin proyek buat kamu, ya? Aku punya saham ya di agensi kamu. Apa aku minta Bang Joni buat pecat Jese aja?"

"Bang. Bang. Tenang, Bang. Jese gak salah. Aku yang kesenengan dapet proyek sama Mas Bene jadi aku iyain sebelum tahu lawan mainnya." Julius mengurungkan niatnya untuk makan dan menghampiri Marshal yang masih berjalan mondar mandir di dapur kecil apartemen mereka.

"Jadi kamu? Kamu masih suka sama Mona? Kesenengan dapet proyek film cinta-cintaan sama Mona? Masih belum move on?"

Salah jawab. Julius ingin mengutuk dirinya sendiri.

Julius memeluk Marshal lalu mengecup bibirnya. Marshal sudah tidak bergerak. Tapi ekspresinya masih menunjukkan kemurkaannya.

Cup. Sekali lagi Julius mengecup bibir Marshal.

"Aku udah move on. Kalo belum, ngapain aku pacaran sama kamu dan mau kamu ajak tinggal bareng. Aku batalin aja, ya? Aku gak nyaman kalo kamu gak tenang gini."

Marshal menghela nafas untuk menenangkan dirinya sendiri.

"Beneran udah move on?"

Julius menempelkan bibirnya lagi di bibir Marshal. Kali ini bukan kecupan, melainkan ciuman lembut penuh rasa sayang. Tangannya bergerak ke surai coklat Marshal dan memberikan belaian lembut.

"Masih belum percaya? Aku batalin aja, ya. Aku telpon Jese sekarang buat ngurus," Julius melepaskan tangannya untuk meraih ponsel di meja. "Gak. aku langsung telpon produser aja. Kasian Jese kalo harus ngurusi kelabilanku."

Marshal memegang tangan Julius untuk menghentikan lelaki itu lalu memeluknya dari belakang.

"Maaf. Harusnya aku percaya kamu. Kamu juga udah lama pengen main di filmnya Mas Bene. Belum tentu bakal ada kesempatan lagi." Marshal mengecup ringan pundak Julius. "Janji gak baper sama Mona, ya? Kalo perlu nanti aku samperin terus ke lokasi."

Julius terkekeh. "Kamu kan juga harus kerja. Itu studiomu mau ditinggal? Masih untung keluar dari agensi dikasih modal sama Papa mu buat bikin studio. Jangan disia-siakan," tegur Julius.

"Iya, iya. Tapi kalo pas ada adegan yang aneh-aneh aku mau ke lokasi. Biar aku jaga baik-baik punyaku ini."

"Yakin gak makin panas di sana?" goda Julius yang disambut gelitikan dari Marshal dan ciuman bertubi-tubi lelaki itu di seluruh wajah Julius.

Awalnya hanya kecupan abstrak, hingga bibir Marshal mendarat di bibir Julius. Ciuman ringan mereka perlahan berubah. Marshal melumat bibir bawah Julius yang dibalas dengan lumatan lebih dalam dari lelaki berambut hitam itu. Perlahan ciuman Marshal turun ke leher Julius dan genggaman Julius di rambut Marshal semakin erat.

Akhirnya kegiatan makan malam mereka berubah menjadi santapan di atas ranjang.

***

A Story of Marshal & Julius - MarkMin AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang