16

13 11 1
                                    

TANDAI TYPO⚠️

Jangan lupa kasih 🌟 dan komennya 💬 biar aku nambah semangat nulisnya.

BUAT READERS, FOLLOW DULU AKUN AKU BIAR BISA DAPAT NOTIF :v

SELAMAT MEMBACA SEMOGA SUKA AMIN,,,,,

*
*
*

"zaa, ikut, ya."

"Iya, iya "

"Yes!"

Senin kemarin, guru mengumumkan bahwa sekolah kemarin kami akan melaksanakan kegiatan pameran dan bazaar. Konsepnya, setiap kelas membuat satu tema pameran yang nantinya akan dikunjungi oleh kakak-kakak dua belas, lalu setengah siswa ditugaskan menjaga pameran dan setengah lainnya membuat Bazaar di lapangan.

Sayangnya kami berlima tidak ditugaskan bersama. Clara, Vania, dan Alana bertugas untuk menjaga pameran, sedangkan aku dan azaa bertugas membuat Bazaar.

Kelas kami berencana membuat bazaar yang menjual lukisan dan gantungan kunci. Ketua kelas yang kebetulan ketua kelasnya sendiri adalah Vania sengaja memilih aku dan azaa karena ia tau aku pintar melukis dan azaa kreatif mendesain sesuatu.

"Pamerannya jam, berapa?"

"Kata Bu Ros, sih, jam empat sore."

"Di suruh isi data di ruangan guru, kan? Mau kapan?"

"Kalau gak istirahat, pas pulang sekolah aja."

"Istirahat? Sekarang, dong."

Aku mengangguk.

Akhirnya Kami berdua pergi menuju ruang guru di gedung depan. Ketika melewati kelas sebelah, pintunya tertutup rapat seperti sedang ada pembelajaran, tapi suara dari dalam terdengar bising.

"Kelas sebelah gak ada guru? Tapi kok tutupan, ya?" Tanya azaa yang ikut melirik ke kelas tersebut

"Gak tau, akhir-akhir ini mereka emang suka nutup pintu walaupun udah istirahat."

"Jadi gak bisa liat Karel, ya?"

"Nah tau!" Kemudian ku tertawa

Asik berbincang-bincang, tak lama kami sampai di ruangan guru.

Ku kira awalnya tak banyak yang minat untuk pergi ke galeri milik Bu ewi, tapi ternyata ketika kami melihat data pendaftaran, sudah ada puluhan siswa yang mendaftar sebelum kami.

"Lisa gercep banget." Gumamku ketika melihat nama Alissa putri ada di daftar paling atas.

Azaa mengangguk. "Gak nyangka juga ternyata kalian memiliki hobby yang sama."

Aku hanya tersenyum masam ketika mendengar perkataan azaa.

"Mau daftar pameran, ya?"

"Iya, Bu..." Ucap kami serentak ketika Bu ewi datang dari belakang. Tampaknya beliau baru saja selesai makan siang karena datang dengan menggenggam kotak makan juga botol minum.

"Isi aja namanya disitu." Tunjuknya pada buku pendaftaran yang dari tadi kami lihat-lihat.

Bu ewi berjalan duduk di kursinya, menjadi berhadapan dengan kami. Sedangkan aku mulai menulis namaku, juga nama azaa di buku tersebut.

"Itu di belakang?"

Aku mendongak, dan menatap Bu ewi yang menunjuk seseorang di belakang kami.

"Karel? Mau daftar juga?"

Mataku melebar. Tak berani menengok ke belakang, ku hanya melirik azaa dari samping yang juga menatapku seraya mengulum bibir dengan mata yang seakan berbicara bahwa benar ada Karel di belakang kami.

Aku yang mengerti kode itupun turut mengulum bibir. Tanganku yang belum selesai menulis nama azaa dengan lengkap entah mengapa jadi terasa sulit bergerak.

"Ayo, azell sudah selesai nulis namanya? Kalo sudah gantian, ya."

"Iya, Bu, sebentar.." cicitku kemudian fokus kembali ke tulisan.

Karena terlalu gugup dan buru-buru, nama tengah dan akhir azaa terlihat aneh dan jelek seperti bukan tulisanku yang biasanya. Ku dengar azaa seperti menahan tawa, lalu ku oleskan meliriknya dengan mulut bergerak meminta 'maaf' tanpa suara.

"Tulisin nama gue juga, boleh, gak?"

"Hah?"

"Nama gue."

Suaranya makin terdengar jelas, rasanya seperti ada yang berbisik tepat di belakang telingaku.
 
"Oke... nama panjangnya?"

Dalam hatiku menertawai diri sendiri karena pura-pura bodoh tak tau nama lengkapnya disaat aku mencari tahu tentangnya hampir setiap hari.

"Karel ivander aswangga!"

Sebisa mungkin ku tulis dengan rapih karena kesempatan ini tentu tak akan datang dua kali.

"Udah, zell?" Tegur azaa

Aku mengangguk, menyerahkan buku pendaftaran pada Bu ewi setelah itu ku balikan badan dengan posisi kepala menunduk agar tak langsung berpapasan dengan Karel.

Azaa melingkarkan tangannya di lenganku dan kami mulai melangkah meninggalkan ruang guru.

"Thanks."

Aku mengangkat kepala dan mengangguk kecil dengan senyum tertahan.

"Zaa..." Rengekku pada azaa ketika kami sudah jauh dari ruang guru.
"Sumpah.... Tadi aku keliatan aneh, gak sih??"

Azaa tertawa cekikikan seraya memegang perutnya. "Gak aneh sihh... Tapi keliatan banget saltingya."

"Kan.. " aku menghela nafas berat
"Susah banget nahan abisnya."

"Udah-udah gak papa, yang penting seneng kan di ajak ngomong." Azaa menunjukkan deretan giginya.
"Dimintai tolong pula."

Momen kecil seperti ini saja rasanya sudah membuatku merasa menjadi orang paling bahagia di dunia. Bagaimana bila suatu saat kami bisa jadi dekat dan mengobrol setiap hari?

"Malu tapi seneng."

"Tulisin, nama gue juga boleh gak??." Ledek azaa padaku. "Bolehhh gak zell??? Hahahaha"

"Udah, zaa.... "

Sampai di kelas azaa terus-menerus mengejekku sampai-sampai Clara, Alana dan Vania bertanya-tanya ada kejadian apa.

Gila memang Karel. Beruntung ia tak banyak tingkah dan banyak bicara. Entah akan sesusah apa aku menahan diri bila karakternya berbanding terbalik seperti sekarang.

"Langkah ku selalu menuju dirimu"
10-10-2024

*
*
*

Hallo,, gimana dengan part ini?

Jangan lupa kalau komen dan vote ya gayss!

      Span next disini 👉👉

Satu kata buat part ini?

Sekian dan terimakasih sudah berkenan membaca💚

Penasaran? Tunggu chapter selanjutnya yahh.

 



Satu kisah untuknya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang