23

35 15 16
                                    

TANDAI TYPO⚠️

Jangan lupa kasih 🌟 dan komennya 💬 biar aku nambah semangat nulisnya.

BUAT READERS, FOLLOW DULU AKUN AKU BIAR BISA DAPAT NOTIF :

SELAMAT MEMBACA SEMOGA SUKA AMIN,,,,,

*
*

"Karel kalo ngelukis kayak bocah."

"Yaudah, gue gak lanjutin."

"Dih, ambekan."

Selain imajinasi azaa, imajinasi ku juga. Rasanya aku seperti orang asing yang tengah melihat orang berpacaran tepat di depan mata karena posisinya aku duduk dibelakang mereka berdua.

"Lisa lukis apa?" Tanyaku basa-basi padahal kanvasnya terletak tepat di depan ku.

"Pemandangan sekitar sini aja, sih " Lisa menoleh. "Kamu sendiri?"

Hening sejenak aku tak langsung menjawab. Ku lirik Lisa, kemudian ku lirik Karel yang membelakangi ku.

"Rahasia." Ujarku seraya tersenyum simpul.

"Apapun itu, pasti lukisan mu bagus banget."

"Kamu juga pastinya."

"Kamu lebih-lebih."

"Ehem."

Karel berdehem kencang yang membuatku dan Lisa saling pandang.

"Lukisan gue paling bagus."

Sontak tawaku dan Lisa meledak bersamaan.

Lalu selama beberapa menit ke depan, kami kemb fokus pada lukisan masing-masing . Lisa selesai lebih dulu, lalu aku dan terakhir adalah Karel.

"Ini bisa dibawa pulang, kan?"

"Bisa, dong. Kan udah di beli." Jawabku pada Lisa

Setelah kami semua sudah selesai penjaga stand lukisan tersebut memberikan paperbag untuk lukisan kami yang sudah kami lukis.

"Gue ke toilet dulu." Karel pergi begitu saja setelah berpamitan.

"Disitu ada wastafel, Lis. Kita ganti-gantian aja. Kamu cuci tangan duluan, biar aku jagain barang disini."

Usulku disetujui oleh Lisa. Jadi ia bergegas menghampiri wastafel di dekat pintu masuk indoor dan kembali lagi untuk bergantian dengan ku.

Setelah Karel kembali, aku dan Lisa menghampiri beberapa seniman untuk meminta foto bersama. Kami mondar-mandir dari ujung ke ujung tak satupun seniman terlewati oleh kami berdua.

Karel yang menjadi fotografer dadakan hanya beberapa bisa pasrah mengikuti kemanapun aku dan lisa pergi.

Kasian sebenarnya, tapi ya mau gimana lagi. Dari pada diam saja, lebih baik dimanfaatkan bukan?

"Siapa lagi?"

"Kayaknya udah semua." Lisa menoleh ke kanan dan kiri, kemudian mengangkat kepala sebagai tanda bertanya pada ku. "Udah semua, kan?"

"Iya, kayaknya udah."

"Nih,"

Karel menyerahkan ponsel lisa. Aku mendekat untuk melihat-lihat fotoku bersama Lisa.

"Bagus-bagus." Celetukku spontan.

"Siapa dulu yang motoin."

Lisa mendengus geli. "Kamu jangan muji dia, zell. Suka kepedean kalo di puji dianya."

Ku lihat Karel menggelengkan kepalanya dengan senyum tertahan mendengar ucapan Lisa barusan.

"Udah mau gelap. Balik, gak?" Tanyaku setelah memandang langit.

"Oh iya," lisa memasukan ponselnya dalam saku. "Kamu pulang bareng siapa?"

"Naik taksi, sih. Deket, kok, sepuluh menitan lagi sampai."

"Ya udah, kita tunggu taksi nya sampai aja."

"Udah dekat, sih ini. Aku mau tunggu didepan. Gak papa kalian duluan aja."

"Makasih, ya, zell. Kapan-kapan kalau ada pameran infoin lagi, ya!"

"Siap, makasih juga ya, Lis."

Mataku menatap mata Karel yang tertuju pada dahiku, kemudian pandangannya turun memandang tepat di mataku.

"Makasih, Karel."

"Sama-sama."

Lalu percakapan kami berakhir. Kini aku sudah dalam perjalanan pulang menuju rumah seraya memeluk kanvas lukisan yang ku buat tadi.

Yang kulukis adalah Karel, sosok Karel barusan yang ku abadikan di dalam kanvas.

•••

Lisaaa_ send you a message.
Lukisan kamu bagus banget, maaf tadi aku gak sengaja liat pas kamu cuci tangan. Semangat, azell,. Karel suka cewek yang punya banyak kesamaan sama dia hahaha, kalau butuh bantuan chat aku, aja. Oke?

*
*
*

Hello,, gimana dengan part ini?

Jangan lupa kalau komen dan vote ya gayss!

      Span next disini 👉👉

Satu kata buat part ini?

Sekian dan terimakasih sudah berkenan membaca💚

Penasaran? Tunggu chapter selanjutnya yahh.





 

Satu kisah untuknya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang