BAGIAN 10

64 7 0
                                    

   Daniel terbangun sendirian di ranjang itu. Jonggun sudah tidak ada. Yah lelaki itu mungkin sudah pergi pagi-pagi sekali kembali kerumahnya sebelum berangkat ke kantor. Dia punya rumah, tidak mungkin dia terus-terusan berada di apartemen ini?

Tapi entah kenapa Daniel merasa ada yang kosong, setelah beberapa kali dia terbangun dengan Jonggun di sisinya, entah kenapa ada yang kurang saat dia terbangun sendirian sekarang.

"Bodoh! Apa yang kamu pikirkan Daniel? Kau hanyalah simpanannya, yang dibelinya untuk memuaskan nafsunya! Jangan pernah berpikir macam-macam. Lagian masih ada Jihoon yang harus kau cemaskan."

Sambil membungkus tubuhnya dengan selimut, Daniel melangkah ke kamar mandi, tubuhnya terasa agak nyeri, karena entah kenapa pagi tadi Jonggun bercinta seolah-olah kesetanan dan tidak menahana-nahan diri.

Ketika mengaca dan menurunkan selimutnya Daniel mengernyit.

Dari Leher, dada sampai perut, semuanya penuh dengan bekas ciuman Jonggun. Lelaki itu seolah sengaja meninggalkan jejak di mana-mana. Warnanya merah di sekujur tubuh Daniel, dan Daniel yakin tak lama lagi akan berubah menjadi ungu.

Dasar Jonggun! Siapapun yang melihat akan tahu kalau ini bekas ciuman, di bagian dada bisa dia sembunyikan, tapi yang di leher?

"Dasar Jonggun bodoh!" Gerutunya sambil mencari cari turtle neck yang dapat menutupi tubuhnya sampai ke leher lalu memadankannya dengan blazer ,lalu segera melangkah keluar, jangan sampai dia terlambat ke kantor lagi.

Ketika berdiri di tepi jalan menanti kendaraan umum, Daniel merasakan sengatan sakit yang tiba-tiba di kepalanya.

Ya ampun! Di saat seperti ini migrainnya kambuh. Tapi tentu saja hal itu terjadi, dia belum sarapan, dan dia kurang tidur gara-gara Jonggun hampir tidak pernah membiarkan tidur nyenyak tiap malam.

Dengan memaksakan diri Daniel naik ke dalam bus menuju kantornya.

***

“Wajahmu pucat sekali”, ucap Haneul dengan cemas ketika Daniel duduk di kursinya. Tadi dia hampir terlambat dan setengah berlari ke mesin absen.

Daniel memegangi pipinya, memang terasa agak panas, apakah dia demam? Dan kepalanya juga pusing sekali. Tapi tetap memaksanya tersenyum,

“Engga apa apa, mungkin karena belum sarapan, nanti setelah minum teh hangat pasti agak baikan.”

Tapi ternyata tidak, rasa menekan itu makin menusuk nusuk di kepalanya terasa nyeri, bahkan untuk memutar kepalanya saja terasa sangat sakit, badannya juga sama saja, rasanya nyeri di sekujur tubuh seperti habis berdetak. Daniel bertahan dengan tidak bergerak di kursinya, tapi rasa sakitnya semakin tidak terganggu,

“daniel coba kesini sebentar, lihat rancangan pemasaran ini bagaimana ekosistemnya?”, salah seorang rekannya menemukan.

Dengan mengernyit Daniel mencoba berdiri, tubuhnya limbung sejenak, tapi dia berdiri dan bertahan sambil berpegangan di tepi meja.

Lalu setelah menarik napas dalam-dalam, dia melangkahkan kaki ke meja rekannya. Tapi tiba-tiba rasa nyeri tidak menyerang kepalanya dan semuanya menjadi gelap.

***

“Pingsan??!”

Jonggun setengah berteriak kepada Junggo yang menyampaikan kabar itu padanya.

“Kapan?! Dimana?!”, Jonggun mulai berdiri dari balik meja besarnya.

Junggo hanya duduk santai di sofa kulit hitam di ruangan kantor Jonggun,

“Tadi dalam perjalanan ke sini aku kan mengambil arsip di sebelah klinik, ada sepupu di luar, lelaki itu sedang digendong salah seorang rekannya ke klinik dan di antar beberapa rekannya yang lain juga, dalam kondisi pingsan, dia mencetak sekali seperti kelelahan”, tambah Junggo penuh arti.

My CEO Are Obsessed With Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang