18. Arran Adalah Pembunuh

54 9 0
                                    


BAB 18. Katanya, Arran Pembun*h.

Sejak dulu, Keira nggak suka pelajaran olahraga. Selain panas dan bikin keringetan, Keira masih harus ganti baju dua kali. Tapi yang lebih menyebalkan, adalah jam pelajaran olahraga di hari Senin. Karena ada upacara, jadi nggak bias langsung ganti kaus olahraga dari rumah. Belum lagi, cuaca jadi makin terik karena upacara baru selesai jam delapan pagi.

Tapi sekarang, Keira justru suka banget pelajaran olahraga. Bukan karena gurunya ganteng atau masih fresh graduate yang masih kinyis-kinyis kayak baru keluar dari oven, tapi, karena jam pelajaran olahraga Keira sama kayak kelas Escal!

Jadi mereka bisa ketemu di lapangan. Keira yang suka curi-curi pandang. Ya meskipun beberapa minggu terakhir Keira jarang bisa lihat Escal, sih.

Soalnya Escal sibuk banget.

Tapi, hari ini adalah hari keberuntungan Keira. Dia bisa melihat Escal lagi pemanasan di lapangan depan sekolah.

Kyaaa...

Kak Escal terlihat paling bersinar dan bercahaya!

"Padahal udah punya pacar, tapi masih aja ngelirik cowok lain." Vivi merangkul pundak Keira, ikut menatap Escal yang memimpin pemanasan. "Mana mata lo bersinar banget kayak abis menang lotre."

Keira langsung cemberut. "Liatin muka Kak Escal kan hak segala bangsa." Dia menatap Vivi kesal. "Emang lo nggak suka diem-diem ngelirik Kak Escal?"

Vivi menyeringai. "Tapi pesonanya Kak Escal emang everlasting sih. Kalau si Arran itu punya jenis kegantengan yang bikin sakit gigi, Kak Escal punya aura pemikat. Kayak bawaannya itu muka enak banget buat diliatin lama-lama. Beda lagi sama Kak Ozi." Vivi menunjuk cowok yang sedang menyugar rambutnya dengan sela-sela jari. "Wajah dan auranya adem banget kayak ubin masjid. Pantes aja panggilannya Pak Ustaz. Mana calon penghuni Pelatnas, pula. Jago banget berenangnya."

Keira menatap Vivi dengan sorot curiga. "Sebenernya berapa banyak stok cogan yang lo tahu?"

Vivi terkekeh. Dia merentangkan kedua tangan. "Ada banyak banget. Nggak bakal cukup satu hari deh buat cerita."

"Kalau gitu nggak usah cerita. Gue bukan orang sabar soalnya."

Keira meninggalkan Vivi untuk bergabung dengan teman sekelasnya yang baru mulai pemanasan.

Meski cuaca makin panas saat matahari perlahan naik, Pak Rizal tetap meminta mereka buat keliling lapangan sepuluh kali. Mana perut Keira lagi sakit banget, pula. Belum lagi pinggangnya yang terasa mau rontok. Gejala yang selalu hadir kalau mau datang bulan.

"Muka lo pucet banget." Vivi yang lari di sebelah Keira langsung sadar ada yang nggak beres. "Kalau nggak kuat mending ke UKS aja. Kalau lo malu, biar gue aja yang bilang ke Pak Rizal."

Keira menggeleng. "Nggak usah."

Enggak setiap hari Keira bisa satu lapangan sama Kak Escal, jadi, Keira nggak akan melewatkan kesempatan ini dan...

Keria sudah tidak tahan lagi. Pandangannya tiba-tiba menggelap dan tubuhnya jadi seringan kapas.

***

Bukannya Escal tak menyadari, kalau sejak tadi Keira selalu menatapnya. Terakhir kali mereka bertemu adalah ulang tahun Om Rivaldi.

Setelah marah pada Keira yang selalu memanjakan Serena, Escal tidak keluar dari kamar. Dia membiarkan Keira makan dengan Nando dan Serena, sambil pasang headset keras-keras agar tak mendengarkan pembicaraan mereka di ruang tengah.

Escal membenci rumahnya yang sempit dan nyaris tanpa privasi. Dia juga benci melihat Tuan putri itu berusaha agar terlihat nyaman dengan ruang tamu yang kotor dan sempit itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lovascal : My Lovely KeiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang