9. Escal POV

67 16 0
                                    

"Escal, mau ke mana?" Rianti menahan tangan Escal.

"Ada yang mau gue omongin sama Arran."

Escal langsung meninggalkan Rianti dari ruang OSIS untuk menyusul Arran yang mungkin belum terlalu jauh.

Escal udah nggak bisa menahan rasa kesalnya pada Arran. Dia itu cuma anak baru tapi lagaknya sombong dan nggak tau diri. Dia bersikap seolah memusuhi Escal dan sering cari gara-gara. Padahal tak sekalipun Escal mengusik cowok itu.

Apa Arran hanya iri padanya? Karena Arran tetap kalah populer meski dia bersikap ramah—tidak, caper?

"Arran!"

"Ya?" Arran berhenti melangkah dan menoleh. Sebelah alisnya terangkat naik. "Ada perlu apa, Paduka?"

"Lo punya masalah apa sama gue?" Escal bicara to the point. "Kita harus selesaikan ini sebelum pertandingan dimulai."

Escal tak bisa bermain dengan partner yang punya masalah. Jadi sebisa mungkin, Escal akan menyelesaikan semuanya agar bisa main all out saat pertandingan nanti.

Arran mengerjapkan mata, pura-pura bodoh. "Hamba nggak punya masalah kok, Paduka. Mungkin Paduka aja yang lagi sensi."

"Berhenti panggil gue paduka dan jawab gue!" Escal meraih ujung kerah Arran sambil menatapnya tajam, "Lo punya masalah apa? Nggak usah pura-pura goblok."

Arran tersenyum manis. Dia mengusap punggung tangan Arran yang mencengkeram lehernya. "Lepasin dulu, dong. Terus kita ngomong baik-baik."

Meski masih kesal, Escal menuruti Arran dan melepaskan cengkeramannya. Sikap Arran membuatnya jijik.

"Gue barusan nembak Keira." Lagi-lagi Arran tersenyum. "Dan tebak dia bilang apa buat nolak gue? Katanya dia udah tunangan sama lo. Lucu banget, kan? Mana mungkin rakyat jelata kayak Keira bisa tunangan sama Paduka?" kali ini Arran tertawa renyah. "Keira ternyata punya cara terburuk buat nolak cowok yang naksir sama dia."

Escal tertegun, sejenak, agak tak percaya dengan apa yang dia dengar. Kenapa... tiba-tiba saja bahas soal Keira?

"Menurut lo gimana?" Arran memiringkan kepala. "Gue harus tetap ngejar Keira atau berhenti aja? Kayaknya dia tipe cewek yang keras kepala."

"Kenapa lo tanya gue?" tanpa sadar Escal mengepalkan tangan. Dia mulai gerah dengan pelakuan Arran. "Gue nggak peduli siapa cewek yang lo taksir. Tujuan gue nyamperin lo sekarang, cuma mau bilang supaya lo berhenti buat provokasi gue soal Keira." Arran mendorong bahu Arran dengan telunjuknya. "Dia bukan tunangan gue dan gue nggak ada urusan sama dia."

Kalau Arran benar-benar menyukai Keira, Escal justru bahagia. Akan lebih baik kalau Arran berhasil mengambil hati Keira dan membuatnya melupakan Escal. Dengan begitu, Escal tak perlu repot-repot menyingkirkan Keira dengan tangannya sendiri.

Sembilan tahun hidup dalam bayang-bayang Keira membuat Escal benar-benar lelah secara mental. Escal ingin hidup untuk dirinya sendiri, bukannya jadi pelayan Keira sang tuan putri.

"Ah, jadi lo cuma nganggep Keira sebatas fans fanatik lo aja, kan?" Arran menyeringai. Sudut bibirnya mengulasl senyum mengejek. "Kalau begitu, gue bakal deketin Keira ugal-gulan. Sampai ketemu pas latihan sore nanti, Kak Escal."

Setelah mengatakan itu, Arran melambaikan tangan dan berlalu dari hadapan Escal dengan langkah santai. Escal terus berpikir tentang alasan Arran tiba-tiba berbuat seperti ini padanya. Sebuah pemikiran tiba-tiba datang dan mengusik Escal.

Apa jangan-jangan, Arran percaya kalau Keira dan Escal sudah tunangan?

***

"Kamu ngasih tahu Arran soal hubungan kita?" Escal menatap Keira lekat-lekat. "Dan kenapa kamu pikir Arran bakal percaya?"

Lovascal : My Lovely KeiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang