Arran bisa masuk ke sekolah sekelas Cakra Buana setelah di drop out oleh sekolah negeri, tentu bukan cuma kebetulan. Kakek Arran adalah ketua yayasan sekaligus salah satu pendiri SMA Cakra Buana. Namun, tentu saja, ada harga yang harus dibayar Arran sebagai gantinya. Sebab hubungan keduanya tak seperti cucu dan kakek pada umumnya, melainkan seperti pengutang dan penagih hutang.
Meski begitu, Arran masuk ekskul basket bukan lewat jalur orang dalam, tapi karena kemampuan. Arran baru bergabung kemarin, tapi dia sudah dimasukkan ke tim inti yang akan ikut lomba antar sekolah minggu depan.
Sekadar informasi. Waktu SMP dulu, Arran adalah kapten tim basket. Dia berhasil membawa tim-nya menjuarai berbagai laga dari tingkat kabupaten hingga provinsi. Arran juga pernah dapat tawaran beasiswa dari beberapa klub besar, tapi Arran menolak. Bukannya Arran bermaksud sombong, tapi jadi pemain basket profesional bukan tujuan hidupnya.
Ah, Escal bahkan tidak tahu kehidupan masa depan macam apa yang dia inginkan?
"Lama banget lo Ran." Dito meninju lengan Arran main-main. "Intan sampe ngeluh kepanasan dari tadi cuma karena nungguin lo."
"Oh ya?" Arran menoleh dan tertawa renyah. "Kalau gitu gue harus kasih semangat ke Intan."
Arran langsung melambaikan tangan pada Intan yang dibalas dengan kedua tangan membentuk hati. Para anggota cheerleaders itu langsung tertawa kegirangan dan bersorak untuk Arran.
Dulu di sekolah sebelumnya juga, Arran jadi primadona. Tak terhitung berapa kali Arran ditembak sama kakak kelas. Mulai dari yang terang-terangan hingga diam-diam mengirimkan cokelat. Pembawaan Arran yang ramah dan gampang akrab dengan orang baru membuatnya semakin dipuja. Kata mereka, Arran lebih cocok jadi idol ketimbang anak SMA.
Tapi semua ketenaran itu berubah sejak skandal yang menimpa Arran dan mengharuskannya keluar sekolah. Dan kalau skandal itu sampai terdengar hingga Cakra Buana... Arran pasti akan segera ditinggalkan.
Semua perlakuan baik yang dia terima, pada akhirnya akan memiliki masa kedaluwarsa. Karena itu, Arran hanya perlu menanggapi seperlunya dan tak terbawa suasana.
"Gue yang udah dua tahun di tim ini aja nggak pernah dapat sorakan semeriah itu." Dito pasang ekspresi cemburu. "Nah lo yang baru gabung kemarin langsung dibuatin nama fanbase. Bikin iri aja."
Arran tertawa lagi. Kali ini sambil mengedip jail. "Sorry. Gue emang udah berbakat jadi cowok tampan sejak lahir."
"Sialan." Dito menepuk pundak Arran keras. "Orang yang tahu dirinya ganteng itu yang paling bahaya sih."
Arran hanya tersenyum. "Eh, gue ke Escal dulu ya."
Setelah dapat anggukan Dito, Arran menghampiri Escal yang sedang bercakap-cakap dengan temannya di pinggir lapangan. Arran menepuk punggung Escal dan berujar, "Lo pasti kenal Keira, kan?"
Escal menoleh. Sorot matanya tampak bingung. "Ya?"
Arran menundukkan kepala dan bebisik di telinga Escal. "Dia biarin tangannya diinjek-injek cuma buat kasih hadiah buat lo. Dan sekarang, dia harus ikut lomba dengan tangan diperban." Arran menepuk-nepuk pundak Escal pelan. "Rasanya pasti kayak main basket tapi lo kena cidera bahu."
Escal hanya diam.
"Arah jam tiga. Dia liatin lo di pinggir lapangan kayak orang bodoh." Arran berbisik lagi. "Seenggaknya sapa dia kalau lo ngerasa bersalah."
Arran sudah tahu kenyataan bahwa Keira dan Escal benar-benar bertunangan, tak seperti orang lain yang mengira Keira adalah fanatik gila.
Arran sungguh kasihan pada Keira yang menahan bully-an itu sendirian, sementara tunangan yang dia bela mati-matian sama sekali enggak peduli. Kenapa si Keira itu mau-mau saja dibodohi? Harusnya dia mundur waktu Escal membiarkannya dipermalukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovascal : My Lovely Keira
Teen FictionGimana rasanya punya tunangan ketua OSIS yang populer, ganteng, baik dan ramah? Pasti kayak adegan dalam sebuah drama. Di mana kisah mereka bakal disorot dan dapat banyak dukungan. Isinya di sekolah cuma pacaran. Nyatanya, hal itu nggak berlaku bua...