.

528 82 23
                                    

Rasa nyeri menyerang tubuh Gin saat ia terbangun dari tidurnya, melihat kegelapan yang menyelimuti ruangan yang menjadi tempat nya hampir delapan bulan ini.

Perlahan-lahan bangun dari posisinya berbaring nya untuk duduk bersandar pada sandaran tempat tidur.

Membuat Gin bernafas lega seraya memandang i perutnya yang semakin membesar, mengelusnya lembut menenangkan sang buah hati yang mulai pandai bergerak menendangi nya. Membuat Gin terkekeh geli,

'pas gede kayaknya bakal jadi pemain bola ni anak.' pikiran tersebut membuat senyum di wajah Gin semakin melebar.

Melirik kearah jam dinding menandakan pukul 2 pagi membuat Gin meneguk ludahnya.

"Harus nya disini ada papi mu," ucap Gin berusaha beranjak dari tempat tidur menuju dapur untuk memenuhi keinginannya sendiri,

Sebelum Gin sempat beranjak dari tempat tidurnya, pintu kamar terbuka menampakkan Arnold yang sepertinya baru pulang entah darimana.

"Kenapa belum tidur?" Tanya Arnold mendekati Gin yang menundukkan pandangannya, memainkan ujung kemejanya membuat Arnold tersenyum geli. Sepertinya aksinya terakhir kali benar-benar membuat rubah cantik di depannya ini takut.

"Saya tahu paha seksi mu terlihat menggoda, tapi bukankah wajah tampanku lebih menarik?" Ucap Arnold, mencengkram dagu Gin membuat nya mendongak melihat wajah bengis Arnold.

"Jika pun aku Ingin, aku tidak akan memberi tahu mu." Ucap Gin nyalang.

'sial!' batin Gin.

"Ingin? Apakah kau sedang mengidam?" Tanya Arnold mengerutkan alisnya.

"Aku sampai lupa kalau kau masih lah omega yang sedang hamil melihat betapa tangguh nya dirimu." Ucap Arnold, membuat Gin menggeram kearahnya.

"Pasti sulit menjaga pikiran mu agar tetap waras selama kau tinggal disini, tapi bukan itu masalahnya sekarang."

"..."

"Kau tau...sedang ada pembantaian besar-besaran oleh sebuah organisasi, mereka sedang mencari seseorang..." Ucap Arnold meremas dagu Gin.

"Hitam-hitam, bukankah terdengar familiar?" Gin tertegun mendengar nama tersebut keluar dari mulut Arnold membuatnya secara refleks menatap tajam kearah bajingan di depannya.

"Apa yang sebenarnya Ingin kau bicarakan," tanya Gin geram.

"Ternyata benar." Arnold menarik helaian rambut Gin hingga terjatuh ke lantai dengan bunyi keras, membuat Gin meringis memegangi perutnya.

Arnold berlutut agar tingginya sejajar dengan dengan Gin yang tengah meringis kesakitan.

"Apakah kau yang mereka cari?" Tanya Arnold yang tidak mendapatkan respon dari Gin selain suara rintihan.

"Apa kau simpanan nya, karena yang ku tahu istri bos mafia tersebut memiliki surai merah dan aura yang lembut. Sangat berbeda dengan mu dari segi manapun, saya gak habis pikir kalo kamu tipe orang yang suka ngehancurin kebahagiaan orang lain."

Hati Gin terasa terbakar mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Arnold. Jika ia Ingin egois, Gin bisa melakukannya sejak dulu, menutup mata dan memilih abai akan keadaan Caine dan tidak berniat menutupi fakta bahwa ia juga hamil anak Rion.

Bahkan anaknya bisa menjadi seorang pewaris keluar Kenzo tapi ia lebih memilih kebahagiaan kedua daripada dirinya sendiri dan juga anaknya.

"Sedang merenungkan dosa mu?" Tanya Arnold.

"Diam..." Arnold mendengus ingin beranjak dari tempatnya ketika mendengar suara percikan air ketika ia melangkah. Dan melihat genangan air yang berasal dari bawah tubuh Gin.

'sial!' bating Arnold.

Kembali berlutut mengecek keadaan Gin yang sudah lemas dengan air mata mengalir menghiasi wajahnya yang pucat, membuat Arnold sigap menggendongnya menuju ruang rawat yang ada di mansion. Tidak peduli dengan celananya yang basah karena air ketuban Gin yang pecah mengotori lantai.

"Panggil dokter Allan sekarang!" Teriak Arnold menggema di seluruh lorong, membuat para maid berlari kesana-kemari dengan panik.

Arnold menggertakkan giginya, ia merasa kesal pada dirinya sendiri karena membuat ruang rawat di lantai bawah bukan lantai atas membuatnya harus menuruni tangga dengan hati-hati tapi juga cepat.

Suara rintihan kesakitan membuat Arnold memperhatikan bagaimana wajah kacau Gin yang basah dengan keringat dan air mata. Membuat Arnold mempercepat langkahnya hingga ia padat melihat dokter Allan yang tengah menunggu di depan ruangan, menerobos masuk kedalam dan membaringkan tubuh Gin.

"Ambilkan kantong darah," perintah Allan ketika melihat darah yang mengalir dari selangkangan Gin.

"Sebaiknya anda keluar, kami akan menangani tuan Gin." Ucap Allan, melirik kearah Arnold yang enggan untuk pergi namun segera berbalik berjalan keluar ruangan.

(.........)

Suara petir membuat Rion melihat kearah langit yang mulai gelap siap menumpahkan bebannya ke bumi, menghilangkan jejak pembantaian yang mereka lakukan.

Darah dan organ dalam berceceran di seluruh sudut mansion sebuah organisasi narkoba yang bekerja sama dengan organisasi yang menculik Gin, bahkan setelah ia membantai hampir setengah organisasi yang tercatat bekerja sama dengan O.H Rion belum bisa menemukan titik terang dalam pencarian ini. Sudah delapan bulan, bayinya akan segera lahir dan bahkan ia tidak tau keberadaan omega nya tersebut.

Membuat Rion cukup frustasi hingga hampir kehilangan kewarasannya sendiri, ia berharap dulu Gin cukup egois untuk memberitahu nya kebenaran tentang kondisinya.

Dan sekarang hujan mulai turun membasahi tanah bersama dengan suara petir dan kilat yang menggelar di langit. Rion memegang dadanya yang terasa sesak, perasaan tidak enak seperti menggerogoti hatinya membuat pikirannya kacau.

Hingga lamunannya pecah, mendengar suara yang bergetar memanggilnya

"Pih... ayo pulang," Rion menatap keluarganya yangg tengah menatapnya sedih, bahkan Mia sudah menangis sesenggukan di pelukan Makoto. Semuanya terlihat putus asa dan lelah.

Rion mengangguk kaku berjalan kearah mobilnya dan memimpin jalan. Menuju rumah...



Maaf kalo ada typo.
See you guys.
🏃‍♀️💨

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mayor's Boyfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang