Keputusan yang Mengubah Segalanya

82 11 0
                                    

makasih ya teman teman untuk vote nya 🫶🏻













Anin terdiam cukup lama, matanya berkedip beberapa kali seolah berusaha mencerna apa yang baru saja Sean katakan. Sean menatap sahabat istrinya itu dengan hati-hati, menunggu reaksi yang tak terduga. Kafe yang tadinya ramai dengan percakapan dan suara gelas-gelas kopi, seakan memudar dalam keheningan di antara mereka berdua.






"Aku... Gracia bilang itu?" tanya Anin akhirnya, suaranya pelan, seperti tidak yakin dengan apa yang didengarnya.

Sean mengangguk. "Iya, Nin. Gracia yang menyarankan itu. Dia bilang kalau aku harus menikah lagi, dia hanya bisa mempercayakan kamu untuk jadi bagian dari hidup kami."

Anin tertawa kecil, namun tawa itu terdengar kaku. "Sean, ini gila. Aku nggak pernah membayangkan hal semacam ini terjadi, apalagi dengan kamu dan Gracia. Kamu pasti bercanda, kan?"

Sean menundukkan kepala, menatap meja di depannya. "Aku tahu ini terdengar nggak masuk akal, Nin. Tapi Gracia benar-benar serius. Dia merasa ini satu-satunya cara agar pernikahan kami bisa bertahan dan keluarga kami bisa tetap bersama. Kalau aku menikah lagi dengan orang lain, dia takut itu akan menghancurkan semuanya."

Anin menghela napas panjang, pandangannya menerawang jauh, mencoba memahami situasi rumit yang tiba-tiba dilemparkan kepadanya. Ia sangat mencintai Gracia sebagai sahabatnya, dan selama ini, hubungan mereka dengan Sean dan Gracia selalu baik-baik saja. Ia tidak pernah membayangkan dirinya akan terlibat dalam masalah sebesar ini.

"Sean," Anin akhirnya bersuara setelah beberapa detik hening, "aku nggak tahu harus bilang apa. Aku nggak pernah melihat diriku sebagai... istri kedua. Apalagi untuk sahabatku sendiri."

Sean mengangguk paham. "Aku juga nggak pernah menginginkan ini, Nin. Aku nggak pernah berpikir untuk menikah lagi, tapi tekanan dari ibuku semakin besar, dan Gracia merasa ini adalah satu-satunya solusi. Kami sudah mencoba segala cara untuk punya anak, tapi hasilnya selalu nihil."

Anin menatap Sean dalam-dalam, mencoba mencari kejujuran di balik kata-katanya. "Dan kamu sendiri, Sean? Apa kamu benar-benar setuju dengan ide ini? Karena yang aku tahu, kamu nggak pernah suka ide menikah lebih dari sekali."

Sean menarik napas dalam-dalam. "Jujur, Nin, aku juga nggak suka ide ini. Tapi aku nggak mau menyakiti Gracia lebih dari ini. Dia sudah menderita karena keinginannya untuk punya anak, dan aku... aku nggak bisa melihat dia terus tertekan seperti ini. Kalau menikah lagi adalah satu-satunya jalan agar semuanya bisa tetap utuh, aku harus mempertimbangkannya."

Anin terdiam lagi. Ia tahu Sean bukan tipe pria yang mudah menyerah atau mencari solusi instan. Keputusan ini pasti sudah dipertimbangkan dengan sangat hati-hati, meskipun terlihat tidak masuk akal. Namun, masalahnya adalah, apakah ia sanggup menjalani hidup sebagai istri kedua? Apakah persahabatan mereka akan tetap sama setelah semua ini?

"Aku nggak tahu, Sean," kata Anin akhirnya, suaranya terdengar getir. "Aku sayang sama Gracia, dan aku juga sangat menghargai kamu sebagai sahabat. Tapi ini terlalu besar. Aku nggak yakin bisa menghadapi konsekuensinya."

Sean menatap Anin dengan penuh pengertian. "Aku tahu, Nin. Dan aku nggak akan memaksa kamu untuk setuju. Aku cuma ingin kamu mempertimbangkannya. Gracia percaya kamu akan menjadi sosok yang bisa menjaga keluarga kami tetap utuh, dan aku pun merasa begitu. Tapi kalau kamu merasa ini terlalu berat, aku nggak akan memaksa."

Anin menghela napas panjang, merasa berat dengan tanggung jawab yang tiba-tiba ada di pundaknya. Sebagai sahabat, ia ingin membantu Gracia. Tapi sebagai wanita, ia tahu ini bukan jalan yang mudah.

Setelah beberapa saat, Anin bangkit dari kursinya. "Aku butuh waktu untuk berpikir, Sean. Ini bukan keputusan yang bisa diambil dengan cepat."

Sean mengangguk pelan, menatap Anin dengan rasa bersalah. "Aku ngerti, Nin. Kamu boleh ambil waktu sebanyak yang kamu butuhkan."

Anin tersenyum tipis, meskipun senyuman itu tampak kaku. "Terima kasih. Aku akan memikirkannya baik-baik."

Setelah berpamitan, Anin berjalan keluar dari kafe dengan pikiran yang bercampur aduk. Di satu sisi, ia merasa bersalah kepada Gracia karena mungkin tidak bisa memenuhi harapannya. Tapi di sisi lain, ia juga merasa takut dengan apa yang mungkin terjadi jika ia setuju dengan permintaan Sean dan Gracia. Menjadi istri kedua bukanlah sesuatu yang pernah ia bayangkan, apalagi harus berbagi hidup dengan sahabatnya.








Beberapa hari kemudian, Gracia duduk sendirian di ruang tamu, matanya fokus pada pintu masuk, menunggu kedatangan Anin. Dia tahu sahabatnya butuh waktu untuk mencerna semuanya, dan jujur saja, Gracia sendiri masih merasa bimbang dengan keputusan yang ia buat. Namun, setiap kali memikirkan alternatif lain, ia selalu kembali pada satu kesimpulan: jika Sean menikah dengan orang lain yang tidak mereka kenal, ia mungkin akan kehilangan Sean sepenuhnya.

Akhirnya, terdengar suara bel rumah berbunyi. Gracia berdiri dan membuka pintu, mendapati Anin berdiri di sana dengan wajah tenang tapi penuh kebimbangan.

"Hai, Nin. Masuk, yuk," kata Gracia sambil mencoba tersenyum.

Anin tersenyum tipis dan melangkah masuk. Mereka berdua duduk di sofa, suasana di antara mereka agak canggung. Gracia menunggu Anin untuk berbicara terlebih dahulu, namun sahabatnya itu tampak ragu-ragu.

"Gracia," Anin akhirnya membuka suara setelah beberapa detik keheningan. "Aku udah banyak berpikir tentang semuanya. Tentang kamu, Sean, dan apa yang kamu minta dariku."

Gracia menelan ludah, merasa gugup. "Aku tahu ini bukan keputusan yang mudah, Nin. Dan aku nggak akan marah kalau kamu nggak bisa menerimanya."

Anin menghela napas panjang. "Aku nggak akan bohong, Gre. Ini sangat berat buat aku. Aku sayang kamu, dan aku juga menghargai Sean sebagai sahabat. Tapi menjadi istri kedua... itu bukan sesuatu yang pernah aku pikirkan, apalagi dengan semua risiko yang akan terjadi."

Gracia mengangguk, matanya mulai berkaca-kaca. "Aku tahu, Nin. Aku nggak pernah bermaksud untuk membuat kamu merasa terbebani. Aku hanya... aku nggak tahu lagi harus gimana. Kamu tahu, ibunya Sean nggak akan pernah berhenti menekan kami sampai kami punya anak. Dan Sean... dia terlalu baik untuk meninggalkan aku."

Anin menatap Gracia dengan penuh pengertian. "Aku ngerti, Gre. Tapi aku juga harus jujur pada diriku sendiri. Kalau aku setuju dengan ini, aku harus benar-benar siap menghadapi apa pun yang akan terjadi. Aku nggak mau hanya setengah hati."

Gracia menarik napas panjang. "Aku nggak minta kamu untuk setuju sekarang. Aku cuma ingin kamu tahu, aku percaya kamu. Dan kalau kamu merasa siap, aku akan sangat berterima kasih."

Anin terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Aku akan coba Gracia. Aku nggak janji semuanya akan berjalan mulus, tapi aku akan coba untuk membantu kamu dan Sean."

Mendengar itu, Gracia merasa lega. Namun di balik rasa lega itu, ada ketakutan yang masih menggantung. Keputusan ini akan mengubah hidup mereka semua, dan Gracia tidak bisa memprediksi bagaimana akhirnya.

Mereka saling menatap dalam-dalam, menyadari bahwa pilihan ini tidak lagi bisa dihindari. Gracia hanya bisa berharap bahwa keputusannya tidak akan menghancurkan persahabatan dan pernikahannya dengan Sean.

Love's Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang