Membangun Kembali Kepercayaan

69 11 0
                                    

maaf kalau ada typo atau sebagai nya yaa















Sejak pertemuan mereka yang penuh emosi itu, Gracia dan Anin berusaha untuk menjalani hidup sehari-hari dengan normal, meskipun di dalam hati mereka masing-masing menyimpan rasa khawatir dan keraguan. Gracia merasa seolah mereka berjalan di atas tali, dengan risiko jatuh ke sisi yang berbahaya. Namun, keputusan untuk melanjutkan hubungan ini telah diambil, dan mereka harus menghadapinya.

Hari-hari berlalu, dan suasana di rumah terasa hampa. Gracia berusaha untuk tidak membiarkan kesedihan menyelimutinya, tetapi setiap kali dia melihat Sean, dia merasakan beban yang berat. Keputusan Sean untuk menikah lagi, meskipun demi kepentingan mereka berdua, tetap membuatnya merasa tertekan.

Di satu sisi, Sean pun merasakan hal yang sama. Dia tidak pernah ingin menyakiti Gracia, tetapi keinginan ibunya untuk memiliki cucu semakin menekannya. Dalam benaknya, dia merasa bahwa menikahi Anin adalah satu-satunya jalan untuk menjaga kebahagiaan Gracia dan memenuhi harapan ibunya.

Satu sore, Sean pulang lebih awal dari kantornya. Dia melihat Gracia sedang duduk di sofa, matanya terfokus pada layar ponsel, tetapi tampak tidak memperhatikan apa yang ada di dalamnya. Dia bisa merasakan aura kesedihan di sekeliling Gracia, dan hatinya terasa sakit.

"Ge," panggil Sean pelan, mendekati Gracia.

Gracia menoleh dan memberikan senyuman yang lemah. "Hai, Sean. Kamu pulang cepat hari ini."

"Iya, ada beberapa urusan yang bisa diselesaikan lebih cepat," jawab Sean, lalu duduk di samping Gracia. "Gimana harimu?"

Gracia menggeleng pelan. "Seperti biasa. Aku mencoba menyibukkan diri."

Sean mengangguk, lalu terdiam sejenak. "Aku ingin kita berbicara. Tentang pernikahan kita, dan juga tentang Anin."

Gracia menatap Sean, menunggu kelanjutannya. "Oke, kita bicara."

"Pertama-tama, aku ingin kamu tahu bahwa kamu tetap yang terpenting bagiku," kata Sean, suaranya serius. "Aku tidak pernah ingin melukaimu. Keputusan untuk menikahi Anin adalah cara untuk menjaga kita, bukan untuk menjauhkan kita."

Gracia menarik napas dalam-dalam, mencoba memahami apa yang ingin disampaikan Sean. "Aku mengerti, Sean. Tapi kamu juga tahu betapa sulitnya situasi ini bagi kita. Setiap kali aku melihatmu bersamanya, hatiku merasa teriris."

Sean menggenggam tangan Gracia, berusaha memberikan rasa nyaman. "Aku tidak akan pernah membiarkan perasaanku padamu pudar. Kamu adalah bagian terpenting dalam hidupku. Anin hanya akan menjadi tambahan, bukan pengganti."

"Kalau begitu, bagaimana kita bisa membuat semuanya ini berjalan dengan baik?" tanya Gracia, matanya mulai berkaca-kaca. "Aku takut, Sean. Aku takut kehilanganmu."

Sean memandang dalam-dalam ke mata Gracia, berusaha memberikan keyakinan. "Kita harus berkomunikasi, Ge. Kita harus terbuka satu sama lain. Jika ada yang tidak nyaman, kita bicarakan. Jika ada yang terasa tidak enak, kita selesaikan bersama."

"Bagaimana kalau Anin menjadi lebih dekat denganmu dan menjauhkanmu dariku?" Gracia bertanya, suaranya bergetar.

"Gracia, tidak ada yang bisa menjauhkan kita. Kita telah melalui banyak hal bersama, dan kita akan terus melakukannya. Aku ingin kita menjadi keluarga, dan jika Anin ada di dalamnya, maka kita harus bisa menjalin hubungan yang baik."

Mendengar itu, Gracia merasa sedikit lega. Dia tahu bahwa komunikasi adalah kunci dalam situasi ini. Namun, keraguan masih membayang di pikirannya. "Tapi, bagaimana jika Anin terlanjur merasa nyaman denganmu dan menjadikan kita lebih jauh?"

"Kalau itu terjadi, kita bicarakan. Aku tidak ingin membuatmu merasa tidak nyaman. Mari kita buat kesepakatan," ujar Sean, mengangkat alisnya. "Kita bertiga harus saling jujur tentang perasaan kita. Kita bisa membuat aturan agar semuanya jelas."

Gracia mengangguk, sedikit merasa tenang. "Baiklah. Tapi aku ingin memastikan bahwa kita tidak akan membiarkan ini merusak hubungan kita."

"Janji," kata Sean, lalu memeluk Gracia erat. "Aku mencintaimu, Gracia. Dan itu tidak akan pernah berubah."

Mereka saling menatap dalam kehangatan pelukan itu, merasakan kenyataan bahwa hubungan mereka memang telah berubah, tetapi cinta mereka tidak akan pernah pudar. Gracia merasa sedikit lebih tenang, meskipun masih ada keraguan yang bersarang di dalam hatinya.

Hari berikutnya, mereka memutuskan untuk bertemu dengan Anin di sebuah kafe. Gracia merasa gugup, tetapi Sean memberikan dukungan yang kuat. Mereka duduk berdua di meja, menunggu Anin tiba.

Setelah beberapa saat, Anin datang, dan dia terlihat ceria meskipun Gracia bisa merasakan ketegangan yang ada di antara mereka. "Hai, kalian! Maaf ya, tadi macet," sapa Anin dengan senyum yang hangat.

"Hai, Nin. Kita baru saja mulai menunggu," jawab Sean, memberi Anin kursi untuk duduk.

Setelah Anin duduk, suasana menjadi sedikit canggung. Gracia berusaha untuk tersenyum, tetapi dalam hati, dia merasa bingung. "Jadi, kita ingin bicara tentang keputusan yang kita ambil," kata Gracia akhirnya, memecahkan keheningan.

Anin mengangguk, dan wajahnya terlihat serius. "Ya, aku sudah memikirkan hal itu. Aku tahu ini bukan keputusan yang mudah bagi kita bertiga."

Sean mengambil napas dalam-dalam. "Kami berdua sepakat untuk saling terbuka tentang perasaan dan harapan masing-masing. Kami ingin kamu merasa nyaman dalam hubungan ini, dan kami ingin memastikan bahwa kamu tahu bahwa kamu tetap merupakan bagian penting dari hidup kami."

Anin menatap mereka berdua dengan penuh perhatian. "Aku menghargai kejujuran kalian. Aku sudah berbicara dengan Gracia, dan aku mengerti situasinya. Namun, aku juga ingin kalian tahu bahwa ini tidak akan mudah bagi aku."

Gracia mengangguk. "Aku tahu, Nin. Kami tidak ingin membebanimu. Kami berharap kita bisa saling mendukung dalam situasi ini."

"Apakah ada yang bisa aku bantu agar kamu merasa lebih nyaman?" tanya Sean, menatap Anin.

"Yang bisa membantu adalah jika kita bisa membicarakan batasan. Aku ingin tahu bagaimana peran aku di dalam keluarga ini dan bagaimana kita bisa saling menjaga hubungan ini," jawab Anin, nada suaranya tenang tetapi tegas.

"Setuju," kata Gracia. "Mari kita buat perjanjian tentang batasan dan harapan kita ke depan."

Anin mengangguk setuju, dan suasana kafe mulai terasa lebih hangat. Mereka bertiga mulai berbicara dengan lebih terbuka tentang harapan, ketakutan, dan keinginan masing-masing. Meskipun perbincangan itu tidak selalu mudah, mereka berusaha untuk menjalin kepercayaan dan memahami satu sama lain.

Hari itu menjadi titik awal bagi mereka bertiga untuk membangun hubungan yang lebih kuat, meskipun tantangan masih akan ada. Gracia merasa sedikit lebih lega setelah pertemuan itu. Dia tahu bahwa perjalanan mereka belum selesai, tetapi mereka telah mengambil langkah awal menuju arah yang lebih baik.





Malam harinya, saat Gracia bersantai di sofa, dia merenung. Dengan Anin dalam kehidupan mereka, segalanya mungkin berubah, tetapi dia bertekad untuk membuat ini berhasil. Di dalam hati, dia berharap untuk bisa berbagi kebahagiaan dan kehangatan dengan Sean dan Anin, sekaligus menemukan cara untuk menjaga cinta mereka tetap utuh.

Love's Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang