Menata Ulang Hati

65 10 0
                                    

HALOOO GUYSS, apa kabar?? semoga sehat selalu ya, maaf baru up lagi. beberapa hari terakhir tugas lagi numpuk numpuk nya.

happy reading guys
















Matahari sore mengintip dari balik jendela ketika Gracia dan Sean duduk berhadapan di ruang tamu, di rumah yang pernah menjadi tempat nyaman bagi keduanya. Meskipun suasananya terasa canggung, mereka tahu bahwa perbincangan kali ini sangat penting. Tak ada lagi tempat untuk menghindar. Semua yang selama ini mengganjal di hati mereka harus diungkapkan.

Setelah beberapa saat berdiam diri, Gracia mengambil napas dalam-dalam. "Sean, kita nggak bisa terus-terusan begini. Aku tahu, kamu juga pasti merasakan hal yang sama."

Sean mengangguk pelan. Dia tampak tenang di luar, tapi di dalam, pikirannya berkecamuk. "Aku tahu, Gre. Aku sadar, aku nggak bisa terus memaksakan keadaan. Aku juga... selama kamu pergi, aku banyak berpikir. Tentang kita, tentang semua masalah yang selama ini kita hindari."

Gracia menggigit bibirnya, menahan perasaan yang bercampur aduk di dadanya. "Aku sudah berusaha, Sean. Berusaha memahami apa yang kamu mau. Tapi semakin lama, aku merasa kita berjalan di jalur yang berbeda. Kamu tahu, aku sangat ingin memiliki anak, tapi kamu... sepertinya nggak pernah benar-benar menginginkannya."

Kata-kata itu menusuk Sean, tapi dia tahu Gracia tidak sedang mencari alasan untuk menyalahkan. Ini hanyalah pengungkapan dari perasaan yang selama ini mereka simpan rapat-rapat.

"Aku bukan nggak mau punya anak, Gre," ucap Sean, suaranya terdengar berat. "Aku cuma... takut. Takut kalau aku nggak akan jadi ayah yang baik. Kamu tahu, aku selalu dibayangi harapan besar dari ibuku, dari keluarga kita. Aku nggak ingin anak kita tumbuh dengan beban itu."

Gracia terdiam sejenak, merenungkan apa yang baru saja diucapkan Sean. "Tapi Sean, kita sudah menikah tujuh tahun. Dan selama itu, aku selalu merasa seperti harus terus menunggu. Menunggu kamu siap. Tapi bagaimana kalau kamu nggak akan pernah siap?"

"Aku mungkin nggak akan pernah merasa siap sepenuhnya, Gre. Tapi yang aku tahu, aku nggak ingin kehilangan kamu. Aku sadar, aku terlalu lama membiarkan ketakutan-ketakutan ini mengendalikan kita," jawab Sean dengan jujur.

"Dan bagaimana dengan Anin?" tanya Gracia dengan nada lembut tapi penuh rasa penasaran. "Kamu sudah menikah lagi, Sean. Bagaimana perasaanmu sekarang, setelah semua yang terjadi?"

Sean menghela napas panjang, menyandarkan punggungnya ke sofa. "Anin... Dia adalah temanmu, dan aku menghargainya. Tapi aku menikahinya bukan karena cinta. Aku menikahinya karena aku pikir itu solusi terbaik untuk kita semua. Tapi setelah beberapa waktu, aku sadar kalau pernikahan ini malah semakin rumit. Anin sekarang hamil, dan aku harus bertanggung jawab. Tapi Gracia, cintaku tetap hanya untukmu."

Mendengar pengakuan itu, Gracia merasa dadanya sesak. Ada perasaan campur aduk di sana—sedih, marah, dan bingung. "Tapi Sean, kenyataannya kamu sekarang punya dua istri. Kamu nggak bisa cuma berkata bahwa cintamu hanya untukku sementara kamu juga punya tanggung jawab pada Anin."

Sean terdiam, memahami betapa rumit situasi ini. "Aku tahu, Gre. Aku nggak meminta kamu untuk menerima situasi ini dengan mudah. Aku hanya ingin kita bicara, jujur satu sama lain. Kita perlu menemukan jalan keluar dari semua ini."

Gracia menatap ke luar jendela, pikirannya melayang jauh. "Sean, aku tahu kita bisa terus mencoba. Tapi kadang aku merasa, mungkin jalan keluar terbaik adalah aku yang pergi."

Sean tersentak mendengar kata-kata Gracia. "Apa maksudmu? Kamu mau meninggalkan aku?"

Gracia menggeleng pelan. "Aku nggak tahu, Sean. Kadang aku merasa mungkin aku sudah terlalu lelah berusaha. Tapi di sisi lain, aku nggak bisa membayangkan hidup tanpa kamu."

"Jangan bicara seperti itu, Gre," Sean meraih tangan Gracia, menggenggamnya erat. "Aku nggak akan membiarkan kita menyerah begitu saja. Mungkin aku nggak sempurna, dan aku tahu pernikahan ini jauh dari sempurna. Tapi aku masih ingin memperjuangkan kita."

Gracia menatap tangan Sean yang menggenggam tangannya, merasakan kehangatan yang sudah lama tidak ia rasakan. "Aku juga nggak ingin menyerah, Sean. Tapi kita harus bicara jujur, harus saling mengerti. Kalau kita terus begini, aku takut kita nggak akan bisa memperbaiki semuanya."

Mereka berdua terdiam sejenak, merasakan betapa beratnya percakapan ini. Tapi di balik semua itu, ada harapan yang tumbuh perlahan.

"Gracia," Sean berkata pelan, "apa kamu masih mau mencoba? Mencoba memperbaiki semuanya, meskipun ini sulit?"

Gracia menatap mata Sean, melihat ketulusan di sana. "Aku akan mencoba, Sean. Tapi aku butuh waktu. Aku butuh kamu untuk benar-benar ada di sini, bersama aku, bukan hanya secara fisik, tapi juga secara emosional."

Sean mengangguk. "Aku janji, Gre. Aku akan berusaha. Kita bisa lewati ini bersama."

Dengan perasaan yang sedikit lega, Gracia dan Sean saling menggenggam tangan lebih erat, merasakan ada secercah harapan di tengah segala kekacauan. Mungkin masalah mereka belum selesai, tapi setidaknya mereka telah memulai langkah pertama untuk memperbaiki semuanya.














**

Hari-hari berikutnya terasa seperti fase transisi bagi Sean dan Gracia. Mereka mulai berusaha lebih terbuka satu sama lain, meski masih ada ketegangan yang tersisa. Di tengah-tengah usaha mereka untuk memperbaiki hubungan, kehadiran Anin yang hamil semakin memperumit keadaan. Namun, mereka tahu bahwa jika ingin mempertahankan pernikahan mereka, mereka harus menghadapi semua ini bersama-sama.

Gracia berusaha keras untuk menerima kenyataan bahwa Sean sekarang harus berbagi peran dengan Anin. Meski hatinya masih sering terasa perih, dia mencoba fokus pada apa yang bisa diperbaiki. Di sisi lain, Sean juga mulai lebih menghargai perasaan Gracia dan berusaha lebih hadir dalam hubungan mereka.

**


















Beberapa bulan berlalu, dan Anin akhirnya mendekati masa persalinannya. Gracia, yang dulu merasa tersisih, perlahan mulai merasakan ikatan baru dengan calon bayi yang akan lahir. Bagaimanapun, bayi itu akan menjadi bagian dari hidup mereka.

Di saat-saat terakhir menjelang persalinan, sebuah tragedi menanti di ujung jalan—tragedi yang tak terduga dan akan mengubah segalanya untuk Sean dan Gracia.

Love's Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang