Chapter 11: Closure and Peace

126 32 0
                                    

Ruangan itu terasa berat dengan keheningan, keheningan yang menekan, menyesakkan dan mencekam. Freya berdiri diam, jantungnya berdebar kencang di dadanya saat dia mencoba memproses kenyataan yang telah menghancurkan realitasnya beberapa saat yang lalu. Berkas dari arsip kota tergeletak di lantai, isinya berserakan—foto, kliping, semuanya mengonfirmasi kebenaran yang hampir tidak dapat dia pahami.

Ayahnya adalah guru Fiony. Dari catatan itu ayahnya telah mencoba menolong Fiony sebelum ia meninggal.

Fiony berdiri di seberang ruangan, sosoknya yang transparan berkedip sedikit, ekspresinya jauh, seperti dia sedang berjuang untuk memahami hubungannya sendiri dengan masa lalu. Kesedihan di matanya yang gelap terlihat jelas, kesedihan dan kebingungan yang mendalam yang belum sepenuhnya muncul ke permukaan. Tak satu pun dari mereka berbicara, beban dari fakta baru ini menggantung di udara di antara mereka seperti badai yang tak terucapkan.

Fiony akhirnya memecah keheningan, suaranya nyaris berbisik. 

"Aku tidak mengingatnya," gumam Fiony, tatapannya jatuh ke lantai. "Tidak sepenuhnya. Tapi aku ingat...merasa aman di dekatnya. Seolah-olah dia satu-satunya orang yang peduli."

Freya tercekat mendengar kata-kata Fiony. Ayahnya—Daniel Hemsworth—selalu menjadi pria yang baik, seorang guru yang benar-benar peduli dengan murid-muridnya. Namun, Freya tidak pernah membayangkan bahwa ayahnya terlibat dalam sesuatu yang begitu memilukan. Ayahnya telah mencoba membantu Fiony, seorang gadis yang begitu tersesat dan hancur hingga akhirnya bunuh diri. Freya bertanya-tanya seberapa besar semua ini telah membebani ayahnya di hari-hari terakhirnya. 

"Fiony..." Freya mulai bicara, melangkah mendekat, suaranya dipenuhi rasa iba yang mendalam, "Kurasa ayahku mencoba menyelamatkanmu. Tapi sepertinya dia tidak bisa tiba tepat waktu."

Sosok Fiony berkedip lagi, dan dia memunggungi Freya, lengannya melingkari dirinya sendiri seolah-olah dia berusaha menahan diri. "Jangan katakan itu," bisiknya, suaranya bergetar. "Aku tidak ingin mendengarnya."

Freya ragu-ragu, rasa sakit di hatinya semakin kuat. Ia ingin mengulurkan tangan, menghibur Fiony, tetapi jarak di antara mereka terasa tak dapat diatasi. Bagaimana ia bisa menolong seseorang yang bahkan tidak ingin menghadapi masa lalunya sendiri? Bagaimana ia bisa menghibur hantu yang terjebak dalam kenangan yang terlalu menyakitkan untuk dihadapi?

Fiony mulai memudar, wujudnya menjadi lebih transparan, dan Freya panik. Dia tidak ingin kehilangan Fiony, tidak seperti ini.

"Tunggu!" seru Freya, tangannya meraih ke arah tempat Fiony berdiri. "Tolong, jangan menghilang lagi! Kita bisa menyelesaikan ini bersama, aku janji. Kau tidak sendirian."

Namun Fiony telah pergi, hanya meninggalkan bisikan udara dingin yang samar-samar.

Freya berdiri di ruangan kosong, hatinya terasa berat karena beban semua yang telah dirasakannya. Ia tahu bahwa ia sudah dekat dengan kebenaran, tetapi ia juga tahu bahwa Fiony belum siap menghadapinya. Dan sampai ia siap, Freya harus menjalani jalan ini sendirian.

New Plan

Keesokan harinya, Freya bertemu dengan Jessi dan Lyn di kedai kopi mereka yang biasa, berharap bahwa keadaan normal dan dukungan dari teman-temannya akan membantunya menjernihkan pikirannya. Kedua gadis itu duduk di meja kecil, dengan minuman di depan mereka, menunggu Freya datang. Jessi, seperti biasa, tampak tenang, buku sketsanya terbuka di depannya, sementara Lyn mengobrol dengan bersemangat tentang beberapa drama di fakultasnya.

Ketika Freya tiba, penampilannya yang acak-acakan dan ekspresinya yang muram langsung menarik perhatian mereka. Dia tidak tidur nyenyak malam sebelumnya, pikirannya terlalu penuh dengan pikiran tentang ayahnya, Fiony, dan tragedi mengerikan yang telah mempertemukan mereka semua.

Bound by Love, Separated by DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang